"Orang yang ingin 100% bebas stres, berarti tidak usah melakukan apapun. Namun, berdiam diri juga bisa memicu stres."
Stres memiliki reputasi buruk. Tidak ada seorang pun ingin memiliki hidup yang dipenuhi stres.
Stres juga menjadi pemicu berbagai masalah kesehatan fisik maupun mental.
Artinya, kesehatan yang baik tidak hanya tergantung pada aspek lahiriah, melainkan juga kondisi kejiwaan yang baik (tidak stres berlebih).
Namun ternyata stres tidak selamanya memiliki wajah suram. Karena jika ditelusuri lebih jauh, toh hidup tidak mungkin bisa terlepas dari stres.
Orang tua yang membesarkan anak, misalnya, pasti mengalami stres dalam perjalanannya.
Stres karena anak yang rewel tengah malam, stres karena anak bermasalah di sekolah, atau stres yang muncul ketika berusaha memastikan anak mendapatkan pendidikan terbaik.
Stres juga menjadi unsur yang pasti hadir dalam perjalanan karir seseorang. Tantangan demi tantangan harus selalu dihadapi dan dipecahkan saat berada di tempat kerja.
Artinya, meski tidak diinginkan, stres akan selalu hadir dalam perjalanan hidup.
Orang yang ingin 100% bebas stres, berarti tidak usah melakukan apapun. Namun, berdiam diri juga bisa memicu stres.
Berdasar kenyataan ini, ada baiknya jika kita mulai menjadikan stres sebagai teman perjalanan.
Alih-alih merugikan, jadikan stres menjadi keuntungan melalui perubahan pola pikir.
Orang dengan cara pikir yang melabeli stres sebagai buruk akan mendapat stres tambahan karena berusaha menghindari stres.
Atau dalam kata lain, kita justru bertambah stres karena berusaha menghindari stres.
Di sisi lain, jika seseorang menilai stres sebagai sesuatu yang baik maka dia tidak akan mendapat beban tambahan.
Kondisi ini dicapai dengan menerima stres apa adanya, sebagai keniscayaan hidup.
Saat telah merasa ikhlas, maka respon kita akan lebih baik dalam menapaki langkah selanjutnya.
Jadi, meskipun penyebab stres adalah sesuatu yang buruk, cara pandang positif terhadap stres bisa memengaruhi respons seseorang terhadapnya.
Dengan berfokus pada peluang yang datang bersama stres, alih-alih hanya memusatkan perhatian pada hal negatif, kita bisa menjadikan stres sebagai sesuatu yang baik.
Misalnya, saat gugup ketika akan melakukan presentasi, alihkan perhatian pada tujuan presentasi itu sendiri.
Bayangkan proyek yang bisa tembus ketika presentasi berjalan dengan baik.
Jadi alih-alih cemas, kita akan meluangkan lebih banyak waktu untuk mempersiapkannya.
Atau ketika gugup menjelang waktu presentasi, daripada berusaha mengenyahkannya, alihkan perhatian dengan mendengarkan musik atau melakukan latihan pernapasan sederhana.
Apa pun strategi yang dipilih, memiliki pola pikir "stres baik untuk saya" akan mendorong kita untuk mengoptimalkan stres, dan bukan melakukan segala upaya untuk menghilangkannya.
Penelitian menunjukkan ketika menganggap stres sebagai sesuatu yang memiliki manfaat (versus mengancam), kita akan lebih memperhatikan sisi positif dan memiliki fleksibilitas kognitif yang lebih baik.
Pada akhirnya, stres bisa merugikan atau membantu. Cara menanggapi stres akan membuat perbedaan dan memiliki implikasi besar pada kesehatan dan kesejahteraan kita.
Kita bisa belajar mengoptimalkan stres yang tak terhindarkan dengan melengkapi diri dengan pola pikir dan strategi yang benar.
Atau dalam kata lain, kita bisa mencapai tujuan hidup bukan karena tanpa stres, melainkan karena mampu bermitra dengan stres.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H