Mohon tunggu...
Sherlyna Putri E. P
Sherlyna Putri E. P Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Janganlah takut untuk memulai, karena tidak ada yang tau akhir dari pengawalan itu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi

4 Oktober 2021   12:10 Diperbarui: 4 Oktober 2021   12:11 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku bukan anak dari keluarga berada, bahkan bisa dibilang kekurangan. Orang tuaku bekerja sebagai petani di sawah milik orang lain. Hasil dari bertani dibagi dua, setengah milik kami dan setengahnya untuk pemilik sawah. Bayaran menggunakan sawahnya untuk bertani.

Bapak mengusap rambutku, wajahnya tampak muram. Kami menikmati malam di bawah pohon mangga depan rumah, menatap bintang-bintang karena televisi dua hari lalu terpaksa dijual untuk modal bertani. Sedangkan  Ibu membuat kopi di dapur.

“Sepertinya kamu tidak bisa melanjutkan sekolah SMA, nak.”

Aku terdiam, menghembuskan napas pelan. Sudah pernah terpikir tidak bisa melanjutkan sekolah lagi. Namun saat Bapak sendiri yang mengucapkannya, aku merasa sedih. Sekolah termasuk mimpiku. Mungkin bagi mereka yang berkecukupan ke atas, sekolah adalah kewajiban. Tapi bagiku, sekolah termasuk salah satu mimpi yang susah di raih.

“Hasil panen kurang bagus, apalagi hasilnya dibagi dua. Jauh dari kata cukup.”

Aku masih terdiam, berusaha tidak menangis dan merengek pada Bapak.

“Kopinya, Pak.” Ibu duduk di sampingku, memelukku.

“Ditambah lagi hujan lebat akhir-akhir ini membuat banyak petani gagal panen. Termasuk Ibu dan Bapak. Maafin Ibu, Bapak ya. Kamu jadi gak bisa lanjut sekolah.”

Aku mengangguk, ini bukan kesalahan mereka, aku saja yang kurang beruntung. “Gak papa, Bu. Sari tahu kalau keuangan kita merosot. Lagian, Sari juga baru lulus SMP, jadi bisa bantu Ibu sama Bapak. Sari bisa belajar sendiri di rumah kok.” Aku tersenyum, berharap Bapak dan Ibu tak perlu khawatir.

Bapak menepuk bahuku. “Berdoa saja semoga tahun depan panen melimpah dan kamu bisa lanjut sekolah. Tinggal kelas setahun tidak masalah, kan?”

Aku mengangguk semangat. “Syukur-syukur masih bisa lanjut sekolah saja senang banget.” Ku peluk Bapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun