Mohon tunggu...
Shella Elvina
Shella Elvina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Halo! Saya Mahasiswa program studi ilmu komunikasi, artikel-artikel yang saya tuliskan disini masih dalam seputar ranah ilmu komunikasi. Semoga artikel ini dapat membantu anda menambah pengetahuan nantinya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Inovasi Sektor Kuliner dalam Pemanfaatan Makanan Khas Daerah untuk Meningkatkan Industri Kreatif di Yogyakarta

22 Desember 2020   09:13 Diperbarui: 22 Desember 2020   09:43 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber : dikpora.jogjaprov.go.id)

“Yogyakarta terbuat dari rindu, kenangan, dan pulang”, kalimat tersebut biasa didengar dan dilontarkan oleh banyak orang yang pernah singgah di Yogyakarta. Tak heran Yogyakarta menjadi tujuan utama untuk melepas penat dari padatnya rutinitas. Yogyakarta merupakan sebuah kota kecil yang istimewa. Seperti penggalan lirik lagu yang dinyanyikan oleh Jogja Hip Hop Foundation yaitu “Jogja, Jogja, tetap istimewa, istimewa negerinya, istimewa orangnya”. Keistimewaan itu rasanya tidak pernah pudar, bahkan selalu dan terus berkembang mengikuti arus zaman. Walaupun terus berkembang mengikuti arus zaman, Yogyakarta tetap tetaplah Yogyakarta yang kental akan budaya.

Apa sih daya tarik Kota Yogyakarta?

Mulai dari pemerintahannya, satu-satunya kota yang dipimpin oleh seorang Sultan adalah Kota Yogyakarta. Pada saat ini Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X dan wakilnya adalah KGPAA Paku Alam X. Uniknya, pemimpin pemerintahan tidak didapatkan melalui pemilihan umum seperti kota-kota yang lainnya. Yogyakarta memiliki sistem monarki, yaitu pemimpinnya sudah ditetapkan menurut keturunan yang ada. 

Pergantiannya pun tidak pasti karena gubernur dan wakil gubernurnya berganti setelah yang menjabat sebelumnya tutup usia. Istana resmi kesultanan Yogyakarta ini biasa disebut dengan Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta berfungsi sebagai kediaman sultan dan sebagai tempat untuk menjalankan tradisi-tradisi Yogyakarta. Selain itu, Keraton Yogyakarta juga dijadikan objek wisata yang mana setiap bangunannya berisi barang-barang peninggalan sejarah dan juga cerita-cerita sejarah Yogyakarta.

Kota Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar. Mengapa bisa disebut demikian? Jika diperhatikan, banyak sekolah dan perguruan tinggi yang tumbuh di Yogyakarta. Pendidikannya pun terkenal berkualitas dan disiplin. Sumber pendidikan di Yogyakarta juga tidak ada habisnya, seperti guru dan dosen yang berkualitas, perpustakaan dengan fasilitas dan koleksi buku yang lengkap, serta banyaknya laboratorium dan pusat-pusat studi yang mendukung pendidikan. Biaya hidup sebagai seorang pelajar atau mahasiswa juga relatif rendah, sehingga tak heran bila banyak orang dari berbagai daerah yang merantau ke Yogyakarta demi mengejar cita-citanya dalam dunia pendidikan. 

Selain itu, keindahan alam dan budayanya pun memancarkan pesona yang menjadikannya daya tarik. Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan masih menjadi bagian dari Provinsi Jawa Tengah. Yogyakarta sendiri dibagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta. Dikarenakan Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa, tak heran memiliki deretan pantai selatan yang indah dan patut dikunjungi ketika singgah di Yogyakarta. 

Mulai dari pantai berpasir putih hingga pantai berpasir hitam, pantai dengan ombak kecil hingga pantai dengan ombak besar, pantai dengan kentalnya budaya hingga pantai yang masih jarang dijamah wisatawan, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, Yogyakarta memiliki pesona Gunung Merapi yang gagah namun cantik serta misterius. 

Ada pula bentangan alam yang indah yang dapat dinikmati selagi merenungkan diri dan menarik diri dari kebisingan dan padatnya rutinitas. Sektor pariwisata yang dimiliki Yogyakarta sudah berkembang menjadi sangat lebih baik. Sudah ada fasilitas umum yang dibangun demi mendukung berkembangnya sektor pariwisata, seperti museum, rest area, toilet, kantin, dan lain sebagainya.  

Bila berbicara tentang sektor pariwisata Yogyakarta, pasti tidak lepas dengan oleh-oleh khas Yogyakarta. Berbagai ide dan bahan bisa disulap menjadi buah tangan oleh masyarakat Yogyakarta. Salah satunya adalah gudeg. Kota Yogyakarta memiliki salah satu makanan yang menjadi ikon yaitu Gudeg. Makanan khas ini tidak boleh dilewatkan ketika mampir ke Yogyakarta. 

Gudeg terbuat dari nangka muda atau biasa disebut “gori” yang dimasak dengan santan. Gudeg memerlukan waktu berjam-jam untuk memasaknya, dan warna coklat dari gudeg dihasilkan oleh daun jati yang dimasak secara bersamaan di dalamnya. Nama gudeg berasal dari cara pengolahan gudeg itu sendiri, yaitu dengan cara diaduk dan dalam bahasa jawa “diudeg”. 

Pengolahannya memang diaduk terus secara berulang-ulang di atas kayu besar agar tidak gosong atau “anggudeg”. Menurut apa yang dituliskan pada Serat Centhini, gudeg pertama kali dikenal pada tahun 1989 yaitu pada zaman mataram kuno, dan pada zaman tersebut gudeg merupakan makanan yang merakyat di Jawa, termasuk kota Yogyakarta. Berdasarkan sumber sejarah lain mengenai gudeg, dapat disimpulkan bahwa zaman dahulu gudeg merupakan makanan yang merakyat karena bahan utama yang digunakan mudah di temukan di sekitar halaman rumah warga, yaitu pohon nangka. 

Gudeg memiliki berbagai macam jenis, yaitu gudeg basah yang merupakan gudeg paling populer dan paling mudah di jumpai di Jogja. Gudeg ini memiliki varian yang terdiri dari gudeg nangka, tersaji bersama dengan berbagai lauk seperti ayam, telur, krecek, yang kemudian disiram sejenis kuah kental yang berwarna putih kekuningan bernama “areh”. Areh inilah yang menjadikan gudeg ini terkesan basah, dan paling cocok apabila disantap bersama bubur atau nasi hangat. 

Apabila terdapat gudeg basah, pastilah terdapat pula gudeg kering. Gudeg kering tidak disajikan dengan kuah dan yang menjadi ciri khas gudeg jenis ini adalah rasa manis yang kuat dan tekstur nangkanya yang lebih kesat. Hal ini dikarenakan waktu yang diperlukan untuk memasak gudeg kering lebih banyak sehingga kuah beserta gulanya meresap hingga ke bagian terdalam gudeg. Gudeg kering cocok dijadikan sebagai buah tangan karena lebih tahan lama. 

Jenis gudeg selanjutnya adalah gudeg manggar. Gudeg manggar sendiri merupakan jenis gudeg yang berbahan dasar manggar atau bunga pohon kelapa yang masih muda. Cerita dibalik keberadaan gudeg ini cukup unik, yaitu gudeg ini dibuat sebagai rasa bentuk perlawanan terhadap pemerintah Yogyakarta dahulu yang dianggap memihak kepada Belanda. Namun, sekarang gudeg ini menjadi salah satu jenis gudeg khas Bantul yang diminati karena keunikannya, dan sering dijadikan sebagai sajian saat acara adat maupun festival di Kota Gudeg. 

Setelah gudeg basah, gudeg kering, bahkan gudeg manggar, masih ada dua jenis gudeg lagi yang wajib untuk dicoba saat berkunjung ke Yogyakarta, yaitu gudeg mercon dan gudeg ceker. Gudeg mercon sesuai dengan namanya, terkenal dengan rasa pedasnya yang meledak di lidah, yang mana rasa pedas ini didapatkan dari campuran cabai rawit yang melimpah hingga menutupi permukaan gudeg. Meskipun memiliki rasa pedas yang menggelegar, gudeg mercon berhasil memikat hati masyarakat dan menjadikan gudeg jenis ini diincar oleh banyak orang. 

Tak kalah dengan gudeg mercon, gudeg ceker yang sesuai dengan namanya, gudeg jenis ini memiliki bahan dasar utama yang berupa ceker ayam yang dimasak hingga empuk, tak lupa dimasak dengan berbagai olahan bumbu. Gudeg ceker sebenarnya berasal dari Kota Solo, namun cukup populer juga di Yogyakarta. 

Gudeg ini memiliki tekstur yang empuk, basah, dan berkuah menjadikan hidangan ini cocok dimakan bersama areh dan juga sambal krecek. Berbagai perpaduan rasa bumbu yang gurih serta ceker ayam yang empuk dapat menjadi pilihan untuk mereka yang tidak terlalu menyukai hidangan yang bercita rasa manis dan juga pekat. 

Semakin berkembangnya teknologi dan munculnya berbagai ide menarik dan inovatif  di kalangan masyarakat Indonesia, menjadikan industri kreatif mengalami lonjakan yang pesat dan berkembang hingga menjadi salah satu penopang ekonomi nasional. Ekonomi kreatif memiliki ciri-ciri, diantaranya hasil dari berbagai kreasi intelektual yang meliputi kreativitas dan juga talenta. Penggabungan dari aspek ini dapat menghasilkan nilai jual yang tinggi dalam industri kreatif. Produk yang diproduksi suatu perusahaan kreatif memiliki jangka waktu yang relatif singkat atau dapat dikatakan produk mudah tergantikan. 

Produk kreatif yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang memiliki tujuan untuk dipasarkan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung kepada konsumen, dan dalam memproduksi suatu produk kreatif, adanya ide atau gagasan sebagai tonggak utama keberhasilan suatu produk kreatif. Ide maupun gagasan harus bersifat baru dan inovatif sehingga mampu menarik perhatian konsumen. 

Penciptaan produk yang berasal dari ide inovatif tersebut diharapkan dapat menyumbangkan kontribusi terhadap pengembangan industri kreatif di Indonesia, dan juga produk yang diciptakan dapat digunakan secara tidak terbatas dalam berbagai macam bidang usaha di tanah air dan untuk membuat produk yang direncanakan, dibutuhkan kerjasama yang baik antara berbagai pihak yang bersangkutan dengan industri kreatif tersebut. 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2006 silam sebagai gerbang pembuka sektor ekonomi kreatif di Indonesia yang diwujudkannya dengan terbentuknya Indonesia Design Power oleh Departemen Perdagangan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan ekonomi kreatif di setiap wilayah di Indonesia. Salah satu wujud nyatanya adalah diluncurkannya Studi Pemetaan Kontribusi Industri Kreatif Indonesia 2007 pada Trade Expo Indonesia. 

Dan agar industri kreatif tetap lanjut dan berkembang, pemerintah pun mengadakan Pekan Produk Kreatif dan juga Pameran Ekonomi Kreatif yang diadakan setiap tahunnya, selain itu Indonesia juga turun tangan dalam laju perkembangan dan persaingan bisnis dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). 

Perkembangan ini berlanjut hingga sekarang dan memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat Indonesia, yaitu lapangan kerja yang semakin tersedia sehingga dapat menurunkan angka pengangguran di Indonesia, membantu mewujudkan masyarakat yang kreatif serta cepat tanggap hingga mampu berkompetisi di dunia bisnis yang memiliki banyak tuntutan, serta meningkatkan pemikiran yang inovatif terhadap berbagai kalangan dan juga sektor. 

Industri kreatif yang berkembang di Indonesia terbagi menjadi 15 subsektor, namun pada rencana pengembangan ekonomi kreatif 2015-2019, 15 subsektor tersebut kemudian dipecah menjadi 18 subsektor, yang meliputi (1) animasi, (2) arsitektur, (3) desain, (4) fotografi, (5) musik, (6) kerajinan, (7) kuliner, (8) mode, (9) penelitian dan pengembangan, (10) penerbitan, (11) perfilman, (12) periklanan, (13) permainan interaktif, (14) semi pertunjukan, (15) seni rupa, (16) teknologi informasi, (17) televisi dan radio, (18) video. Di antara kedelapan belas subsektor tersebut, sektor kuliner yang memberikan kontribusi sebesar 41% dari total pendapatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun 2017 lalu. Berbagai inovasi yang dituangkan dalam bentuk kuliner khas dari Indonesia sebagai salah satu kontribusi ekonomi kreatif, yang kemudian menjadikan sektor ini sebagai penopang ekonomi di Indonesia. 

(sumber : .tangkapan layar dari ecommerce )
(sumber : .tangkapan layar dari ecommerce )

Salah satu wujud produk dari ekonomi kreatif sektor kuliner adalah gudeg kaleng khas Yogyakarta. Terciptanya inovasi gudeg kaleng ini, mewujudkan kemudahan serta efisiensi dalam mengkonsumsi gudeg. Gudeg biasanya hanya dapat dikonsumsi hingga maksimal 2 hari, padahal tidak sedikit wisatawan yang ingin membawa gudeg sebagai buah tangan untuk kerabat atau temannya di kota asal. Gudeg kaleng ini muncul pada tahun 2011, dan pencetus dari gudeg kaleng ini adalah gudeg Bu Tjitro. 

Dalam pengolahan gudeg kaleng ini, Bu Tjitro bekerjasama dengan Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia agar hasil dari gudeg kaleng lebih awet karena dapat bertahan sampai lebih lama serta lebih higienis. Sejak munculnya produk ini, gudeg kaleng menjadi populer di kalangan masyarakat Yogyakarta dengan ciri khasnya yang kering tetapi sama sekali tidak mengubah rasa aslinya. 

Kemudian mulai muncul beberapa merek-merek gudeg yang lain seiring dengan meluasnya pemasaran gudeg kaleng ini. Bahkan tak hanya populer di kota Yogyakarta, gudeg kaleng juga populer bahkan di ekspor ke mancanegara, seperti Inggris, Belanda, dan Australia. Jangan khawatir dengan isian dari gudeg kaleng ini, karena didalamnya terdapat isian yang sama dengan gudeg basah pada umumnya, yang berupa ayam, telur, gudeg, dan areh. 

Namun,  seiring berjalannya waktu muncul juga inovasi baru yaitu varian gudeg vegetarian, yang isiannya tanpa ayam dan telur. Perkembangan inovasi terhadap gudeg kaleng semakin meluas yang dilihat dari munculnya gudeg kaleng dengan berbagai varian rasa, ada yang manis, asin, pedas, bahkan rasa rendang. Gudeg kaleng sekarang tidak hanya dapat ditemui di sentra gudeg di Yogyakarta saja, namun sudah mulai merambah pada pasar modern atau swalayan juga toko oleh-oleh yang ada di Yogyakarta dan tentunya merambah pada pemasaran secara daring sehingga jangkauannya lebih luas. 

Tidak hanya gudeg yang berinovasi menjadi  lebih modern, tetapi juga bakpia. Serasa belum berkunjung ke Yogyakarta apabila belum berkunjung ke sentra bakpia di Yogyakarta tepatnya di daerah Pathok, Yogyakarta. Jika pernah mendengar Bakpia Pathok, memang dalam perkembangannya, daerah Pathok menjadi sektor yang ramai produsen. Bakpia merupakan makanan hasil dari akulturasi budaya. Awalnya bakpia merupakan kudapan Cina, tetapi malah menjadi ikon Yogyakarta.

Bakpia dibawa dari Negeri Tirai Bambu ini oleh Kwik Sun Kwok. Ia menyewa sebidang tanah milik pribumi untuk berjualan bakpia. Bakpia merupakan kue bulat agak pipih dengan isian. Bakpia berasal dari bahasa Hokkian dengan nama asli Tou Luk Pia. Bak merupakan bahasa Tiongkok yang berarti daging babi, jadi secara harfiah sebenarnya bakpia adalah kue berisi daging babi. 

Namun, dikarenakan rakyat Indonesia tidak semuanya diperbolehkan mengonsumsi daging tersebut, isian bakpia diganti dengan kacang hijau.  Lambat laun masyarakat mulai mengenal kudapan ini dan banyak yang tertarik dan cocok dengan rasanya. Varian rasa bakpia pun berinovasi semakin beragam seiring dengan zaman, mulai dari coklat, keju, ubi ungu, kumbu hitam, dan sekarang ada yang rasa teh hijau, nanas, nangka, dan masih banyak lagi. Selain berkembang dalam varian rasa, bakpia juga berkembang dalam varian jenis. 

(sumber : m.omiyago.com )
(sumber : m.omiyago.com )

Baru-baru ini sedang laris dan ramai diperbincangkan yaitu bakpia kukus. Bakpia kukus merupakan modifikasi dari makanan tradisional yang dikemas lebih modern. Bakpia yang biasanya diolah dengan cara dipanggang, namun kali ini dengan cara dikukus sehingga teksturnya lebih basah dan lembut. Bakpia kukus di pelopori oleh Bakpia Tugu Jogja, dengan beberapa varian rasa, yaitu original coklat, original keju, original kacang hijau, brownies coklat, dan brownies keju. Harga dari Bakpia Kukus Tugu Jogja ini pun terbilang terjangkau. Hanya sekitar 25-30 ribu rupiah, sudah bisa mendapatkan 6 buah bakpia kukus. 

Dari 18 sektor industri kreatif di Indonesia, sektor kuliner menempati posisi pertama dengan kontribusi sebanyak 41% dan berhasil menjadikan sektor ini sebagai penopang ekonomi nasional. Hal ini membuktikan bahwa semakin berjalannya waktu, ekonomi kreatif di Indonesia semakin memiliki masa depan yang cerah. 

Ekonomi kreatif semakin berkembang dari waktu ke waktu didukung dengan peran masyarakatnya. Bisa dibilang bahwa sekarang ekonomi kreatif merupakan pilar-pilar yang membangun perekonomian Indonesia. Jika ekonomi kreatif di Indonesia tidak dikembangkan, maka beberapa tahun mendatang perekonomian Indonesia bisa merosot. Maka dari itu, sebagai masyarakat Indonesia dan sebagai anak muda, hendaknya untuk mencetuskan ide-ide kreatif untuk menyelamatkan kehidupan mendatang. Anak muda diyakini lebih matang dalam memunculkan ide-ide kreatif dalam bidang ini. 

Referensi:

Abadi, Dwi dan Budhy S, Aryanto. Daerah Istimewa Gudeg. jurnalkommas. Diakses pada 21 Desember 2020 melalui

 KumparanFOOD. 2019. 5 Jenis Gudeg yang Wajib Kamu Jajal di Jogja. Kumparan. Diakses pada 21 Desember 2020 melalui

Wibowo, Dwi Mukti. 2018. Gudeg Never Die: Makin Gaya Merambah Mancanegara. Warta Ekonomi. Diakses pada 21 Desember 2020 melalui

Eryanto, Dicky. 2018. Bakpia Sebagai Salah Satu Identitas Budaya Yogyakarta dalam Penyutradaraan Film Dokumenter "Bakpia" dengan Gaya Ekspository. digilib. Diakses pada 21 Desember 2020 melalui

 CloudHost. 2020. Mengenal Ekonomi Kreatif, Ciri-ciri dan Perkembangannya di Indonesia. idcloudhost. Diakses pada 21 Desember 2020 melalui  

Ika. 2019. Industri Kuliner Jadi Penopang Terbesar Perekonomian Kreatif Indonesia. ugm. Diakses pada 21 Desember 2020 melalui

Suparmin. 2017. Eksplorasi Sub-sub Sektor Industro Kreatif di Pusat-Pusat keramaian Kabupaten Kulon Progo. media neliti.  Diakses pada 21 Desember 2020 melalui 

Prihatini, Destri Ananda. 2019. Asal-Usul Bakpia, Makanan Khas Jogja Akulturasi Jawa dan Cina. tirtoid. Diakses pada 21 Desember 2020 melalui

Ditulis Oleh:

Adellia Gracia Christy / 200907186

Made Gangga Narendra Uma Dewi / 200907170

Wilfrida Oktavia Andriani / 200907157

Nathania Valentine / 200907181

Shella Elvia / 200907197

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun