Mohon tunggu...
Shella AyuLarasati
Shella AyuLarasati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

berolahraga, membaca buku, mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Peran KPPU dalam Praktik Penyelewengan Kegiatan Pasar Terkait Kelangkaan Minyak Goreng

2 Agustus 2022   13:00 Diperbarui: 5 Agustus 2022   21:18 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstrak

Minyak goreng merupakan kebutuhan pokok didalam kehidupan manusia sehari-hari. Pada Awal Maret tahun 2020, tersiar kabar bahwa minyak goreng terjadi kelangkaan dan menaiknya harga. 

Akibatnya, permintaan melonjak dan terjadi kelangkaan pasokan. Kelangkaan bahan baku di Indonesia yang terjadi bukan merupakan suatu fenomena yang langka. Fenomena seperti ini dapat terjadi didorong faktor penyebabnya, seperti halnya jumlah permintaan yang tidak seimbang yang berakibat keterbatasan pemenuhan konsumsi, serta faktor lainnya. 

Di lapangan, Kemendag menemukan temuan baru bahwa kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di pasaran ini terjadi karena pasokan untuk rakyat justru terserap oleh pihak yang tidak berhak mendapatkannya. Penemuan informasi ini menjadi salah satu pendukung opini bahwa memang benar kerap terjadi tindak penyelewengan kegiatan pasar oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Dalam situasi yang bisa dinilai dapat sangat menguntungkan ataupun sangat memberatkan salah satu pihak, KPPU tidak diam tangan dalam meninjau situasi terkait. Wakil Ketua KPPU Guntur S. Saragih menyatakan KPPU akan menindak pelaku usaha nakal yang melakukan tying-in dalam permasalahan minyak goreng yang baru-baru ini marak terjadi, di mana banyak ditemukan penimbunan dengan sengaja dan bundling produk minyak goreng dengan produk lain dalam penjualan di sejumlah pasar, ritel modern, dan toko fisik lain. Pernyataan tersebut disampaikan dalam Konferensi Pers bersama yang digelar Ombudsman Republik Indonesia (ORI). 

Oleh karena itu, untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan putusan diharapkan partisipasi yang positif dari oknum yang terkait, seperti halnya produsen dan masyarakat sekitar.

Kata kunci : Fenomena, Kelangkaan, Minyak Goreng, Penyelewengan, KPPU  

Pendahuluan 

Indonesia telah mengalami Pandemi covid-19 selama 2 tahun yaitu dari tahun 2020 hingga 2021 kemarin. Selama Indonesia mengalami pandemi covid-19, terdapat permasalahan hukum persaingan usaha yang sangat berdampak terhadap seluruh masyarakat Indonesia selaku konsumen. 

Permasalahan persaingan usaha tersebut terdapat dalam berbagai sektor pasar di Indonesia salah satunya ialah penimbunan minyak goreng yang menyebabkan kelangkaan sehingga masyarakat sulit untuk mendapatkan minyak goreng. 

Minyak goreng merupakan bahan baku yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut keputusan Menteri Perindustrian dan Perdangangan, minyak goreng termasuk dalam kategori sembako (Sembilan Bahan utama), oleh karena itu minyak goreng dalam masyarakat Indonesia khususnya pada kota semarang merupakan suatu kebutuhan pokok. 

Minyak goreng adalah bahan dasar yang digunakan untuk memasak, menumis berbagai makanan sehari-hari, dalam jumlah kecil atau besar. penggunaan minyak goreng Rasa makanan menjadi lebih enak, lebih asin, lebih renyah dan lebih harum tidak menggunakan minyak goreng.

Minyak goreng umumnya terdiri dari dua kelompok yaitu minyak goreng nabati dan hewani. Minyak nabati nabati ini dapat dibuat dari berbagai sumber seperti kelapa, Kelapa sawit dan kedelai. Di Indonesia, minyak nabati adalah yang paling umum Minyak nabati digunakan sebagai bahan baku minyak sawit. Indonesia Sebagai negara penghasil minyak sawit, minyak ini juga cukup ideal untuk: Harga dan ketersediaan (Amang, 1996:38). 

Minyak nabati kelapa sawit dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu minyak nabati curah dan minyak nabati kemasan bermerek. Banyaknya distribusi minyak nabati di pasaran dan semakin beragamnya produk minyak goreng kemasan dari berbagai merek yang ditawarkan memberikan banyak pilihan kepada konsumen dalam melakukan pembelian. 

Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian produk, selama ini perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mendorong konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi produk minyak nabati dalam jumlah besar diakibatkan kelangkaan dan kenaikan harga yang disebabkan oleh virus covid-19

Adanya virus covid-19 menyebabkan terjadinya kenaikkan harga dan kelangkaan minyak goreng yang akan menimbulkan banyak dampak social. Salah satunya adalah panic buying. Dari situ konsumen harus pintar-pintar mengetahui Pentingnya untuk memahami kebutuhan mereka akan minyak goreng agar hal ini tidak terjadi hal yang seperti ini. 

Hal ini dilakukan agar mengetahui efek yang berbeda disebabkan oleh kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng. Kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi minyak goreng sebesar Rp. 14.000 won per liter tunduk pada kebijakan pembatasan pembelian minyak goreng. Hal ini menyebabkan tindakan besar-besaran terhadap komunitas dan pembelian panik yang meluas dilakukan oleh masyarakat. 

Perilaku panic buying ini adalah sebuah kesalahan pemerintah dalam membaca perilaku konsumen. Setelah itu terdapat Faktor psikologis yang muncul dari kurangnya perhitungan pemerintah. Semua orang pada akhirnya bingung terhadap adanya panic buying. 

Hal ini bisa terjadi karena harga minyak goreng di masa lalu meningkat pesat, tetapi barang atau minyak goreng masih tersedia dan selalu mudah untuk mendapatkan minyak goreng. harga awal yang dipatok Rp 14.000 per liter dibandingkan harga minyak goreng yang naik menjadi Rp 35.000 per liter, tentu saja terjadi panic buying. 

Hal ini dapat dianggap sebagai bentuk kesalahan strategi pemasaran dalam pembuatan kebijakan publik. Selanjutnya, Kebijakan intervensi harga minyak goreng terbukti tidak efektif dikarenakan salah strategi dan tidak tepat waktu.

Pada akhirnya harga minyak goreng meroket, tetapi persediaan tetap sama. harga minyak goreng erat kaitannya dengan harga CPO sebagai bahan baku. Saat harga CPO naik, harga minyak goreng pun ikut naik perlahan tapi pasti. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Esensial Departemen Perdagangan, rata-rata global CPO berbasis CPO pada Januari 2022 mencapai Rp 13.240/liter. 

Harga tersebut lebih tinggi 77,34% dibandingkan Januari 2021. Seiring dengan kenaikan harga CPO dunia, ada baiknya pemerintah menyesuaikan alokasi kuota CPO nasional, terutama untuk minyak goreng.

Pemerintah akan mampu melakukan kebijakan untuk membatasi pembelian minyak goreng. Dalam permasalahan tersebut KPPU menduga bahwa terdapat segelintir pelaku usaha yang memanfaatkan pasar Indonesia ditengah pandemi covid-19. Dengan memanfaatkan keadaan tersebut para oknum pelaku usaha melakukan monopoli terhadap kebutuhan konsumsi masyarakat di Indonesia untuk keuntungan oknum pelaku usaha itu sendiri. 

Wakil Ketua KPPU Guntur S. Saragih menyatakan KPPU akan menindak pelaku usaha nakal yang melakukan tying-in dalam permasalahan minyak goreng yang baru-baru ini marak terjadi, di mana banyak ditemukan penimbunan dengan sengaja dan bundling produk minyak goreng dengan produk lain dalam penjualan di sejumlah pasar, ritel modern, dan toko fisik lain.

Pembahasan 

Dampak dari Kelangkaan Minyak Goreng 

Minyak Goreng merupakan salah sagtu kebutuhan utama manusia sehari-hari. Tetapi saat ini minyak goreng sedang mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan, karena minyak goreng yang ada dan sulit didapatkan di pasaran. Akibatnya, cadangan minyak di pasar semakin menipis. 

Sulit bagi seluruh konsumen, baik hulu maupun hilir, untuk mencari minyak goreng di pasaran karena langka. Kelangkaan minyak goreng dan mahalnya harga minyak goreng membuat masyarakat khawatir. Kelangkaan minyak goreng sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat khususnya bagi konsumen yang memiliki usaha konsumer, sehingga beberapa dampak yang dirasakan masyarakat akibat kelangkaan minyak goreng yang langka.

Pertama, terjadinya panic buying di masyarakat Kelangkaan minyak goreng menyebabkan harga minyak goreng meningkat pesat, meskipun jumlah cadangan minyak sangat sedikit dan berkurang, membuat orang bingung. Hal ini dikarenakan masyarakat khawatir akan kehabisan minyak goreng karena ini adalah kebutuhan pokok mereka untuk memasak. 

Karena kepanikan di masyarakat, mereka akan membeli minyak goreng untuk cadangan dan membeli dalam jumlah besar karena mereka berpikir bahwa minyak goreng yang dibeli dalam jumlah besar akan cukup untuk bulan depan. 

Padahal, hal ini tidak dianjurkan, karena jumlah barang yang tersedia tidak banyak sedangkan orang yang membutuhkan sangat banyak. Meski terbatas, terkadang orang masih meminta untuk membeli dalam jumlah banyak. Ini merata di berbagai jenis supermarket di banyak wilayah di Indonesia. Misalnya di Indomaret, Alfamaret, Superindo, dll.

Kedua, antri untuk membeli minyak goreng. Sejak terjadi kelangkaan minyak goreng, masyarakat berlomba-lomba memburu stok minyak goreng yang ada. Mereka tak segan-segan menggerebek banyak supermarket dan toko minyak goreng. Orang-orang tidak memperhatikan satu sama lain, mereka saling berdesak-desakan sehingga menimbulkan kekacauan dan keresahan. Pemilik dan karyawan toko tidak dapat diprediksi. 

Orang-orang harus bersiap untuk menunggu dalam antrean panjang dan tiba lebih awal di pagi hari sebelum toko buka. 

Antrian untuk membeli minyak goreng terjadi tidak hanya di pulau Jawa tetapi juga di seluruh wilayah Indonesia. Dalam akun Twitter Neighborhood, mereka berbagi video dengan bukti yang menguatkan dari pertengkaran antara satu ibu dan yang lain, yang menuduh bahwa salah satu ibu mengambil lebih dari satu bungkus minyak. 

Hal ini tentu saja menimbulkan emosi pada ibu-ibu lain yang memang ingin membeli minyak lebih banyak, namun peraturan supermarket tidak mengizinkan.

Ketiga, pelaku UMKM menghadapi kendala. Kelangkaan minyak goreng juga sangat mempengaruhi pelaku UMKM khususnya pedagang. Mereka sangat menyayangkan minyak goreng yang biasanya melimpah, menjadi langka sehingga menyebabkan harga minyak goreng melonjak pesat, yang tentunya akan mempengaruhi harga bahan lainnya. 

Pedagang perlu memikirkan secara serius bagaimana mengatasi masalah ini ketika pembelian minyak Goreng juga terbatas. Pedagang hanya memiliki 2 pilihan, yaitu menaikkan harga dengan menambah jumlah yang dijual atau dengan mengurangi jumlah. Pada akhirnya, banyak pedagang telah menerapkan 2 metode ini karena dianggap sebagai satu-satunya cara. Jika mereka terus menerapkan harga dan kuantitas asli, mereka pasti akan kehilangan banyak. 

Namun hal seperti itu sangat disayangkan, karena pembeli selalu mencari harga yang murah dan jumlah yang banyak. Pedagang mengaku khawatir karena sejak minyak goreng menjadi langka, pendapatan mereka dari penjualan turun signifikan, di mana pembeli harus berpikir dua kali sebelum membeli barangnya karena dianggap terlalu mahal. 

Selain dampak di atas, ada dampak lain yang sangat merugikan bagi masyarakat akibat kelangkaan minyak goreng. Kelangkaan minyak goreng terjadi setelah pemerintah menetapkan harga eceran terendah, sehingga masyarakat berusaha menjaga konsumsi. Kelas menengah merupakan kelas dominan dalam membeli minyak goreng di dalam negeri, karena kelas menengah inilah yang dirugikan secara ekonomi akibat mahalnya harga minyak goreng langka.

 

Kenaikan Harga Minyak 

Berdasarkan perhitungan model ekonomi, wabah Covid-19 telah memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2020 sebesar 0,28%. Pergeseran konsumsi rumah tangga sementara terjadi karena kekhawatiran akan penyebaran virus yang menyebabkan masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah. Selain itu, pengeluaran konsumen untuk makanan meningkat tajam. 

Akibatnya, konsumsi secara keseluruhan diperkirakan akan turun sebesar 0,21% dan berkontribusi terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,5%. (Bisnis Indonesia, 10 Maret 2020). 

Untuk mengurangi dampak ekonomi dari Covid-19, pemerintah harus mengendalikan pasokan karena kenaikan harga, terutama bahan makanan, menjadi salah satu pendorong utama inflasi. Upaya jangka pendek pemerintah harus fokus pada insentif harga konsumen karena kontribusi sektor konsumen dominan dalam perekonomian Indonesia. 

Penurunan harga sebesar 10% kemungkinan akan meningkatkan output sebesar 0,18% dan meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 0,26% (Media Indonesia, 2 Maret 2020). Selain itu, dalam waktu dekat, semua orang harus menghadapi bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri. 

Pemerintah memastikan masyarakat tidak takut akibat Covid-19 akan dipenuhi dengan kekurangan pangan. 

Sejak Januari 2022, kebijakan Menteri Perdagangan diterapkan untuk harga tunggal minyak goreng kemasan, yakni Rp 14.000 per liter. Namun, kebijakan ini belum sepenuhnya efektif di pasar karena pedagang di pasar tradisional dan warung eceran belum mendapatkan informasi yang jelas tentang mekanisme subsidi alternatif. 

Hal ini menyebabkan harga di luar rata-rata ritel selalu diterapkan berdasarkan nilai grosir, memaksa sebagian orang untuk 118 Jurnal Bisnis Korporat: Vol. 6 Tidak. 2 Desember 2021 ISSN: 2579 - 6445 E-ISSN: 2685 - 7308 dalam pembelian panik. 

Sebagai gantinya, efektif 1 Februari 2022 telah diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk kelapa sawit, dimana untuk kelapa sawit Dalam jumlah besar, HET diterapkan sebesar Rp 11.500 /liter, minyak goreng kemasan tunggal Rp 13.500/liter dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000/liter.

                                                                                

Peran KPPU 

Karena kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Indonesia, KPPU menduga bahwa terdapat segelintir pelaku usaha yang memanfaatkan pasar Indonesia ditengah pandemi covid-19. Dengan memanfaatkan keadaan tersebut para oknum pelaku usaha melakukan monopoli terhadap kebutuhan konsumsi masyarakat di Indonesia untuk keuntungan oknum pelaku usaha itu sendiri. 

Selain melakukan monopoli usaha, terdapat juga oknum-oknum yang melakukan penimbunan terhadap minyak goreng tersebut. Dengan kejadian tersebut, KPPU berusaha untuk menangkap atau menghukum pelaku yang melakukan monopoli dan penimbunan minyak serta pelaku yang tidak melakukan kesepakatan tertulis. Tetapi KPPU tidak bisa menangkap pelaku jika tidak memiliki bukti yang cukup kuat. 

Oleh sebab itu, menurut saya satu bukti saja tidak cukup untuk menghukum pelaku ekonomi, apalagi dengan bukti tidak langsung. Jika mengacu pada Pasal 1 Nomor 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang berbunyi: "Perjanjian adalah perbuatan satu atau lebih badan niaga untuk mengikatkan diri pada satu atau lebih badan niaga lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis." 

Permasalahan dalam hal ini yaitu KPPU menghukum pedagang minyak goreng yang tidak melakukan kesepakatan tertulis yang dibuat oleh pedagang jual beli serta pelaku yang telah melakukan monopoli usaha. 

Dapat di katakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian dalam hukum persaingan usaha adalah perjanjian tertulis atau tidak tertulis, dalam hal ini menentukan ada tidaknya suatu Perjanjian dapat melalui perjanjian tertulis atau perjanjian tidak tertulis. Dalam hal ini, Dewan Komisi tidak menemukan kesepakatan tertulis, melainkan hanya kesepakatan tidak tertulis.

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2006, yang kemudian diubah dengan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara, disebutkan bahwa barang bukti tidak langsung merupakan alat bukti yang memandu penanganan perkara kasus persaingan dagang. 

Bukti pedoman didefinisikan sebagai pemahaman Dewan tentang apa yang diketahui dan diyakini benar oleh Komisi. Jika melihat definisi alat bukti, maka dapat dikatakan bahwa hanya satu keyakinan yang sah, bukti tidak langsung dapat menjadi bukti penting dalam kasus persaingan komersial. 

Jelas tidak benar bahwa keyakinan komisi saja dapat menjadi bukti primer atau substansial dalam suatu kasus. Namun, Majelis Komisi dapat menetapkan kasus kartel berdasarkan sejumlah alat bukti. 

Hal ini juga berguna agar alat bukti yang dihasilkan Majelis Komisi memiliki kekuatan hukum yang kokoh. Tetapi, dalam kasus minyak goreng ini, sepertinya ada pemaksaan oleh Majelis Komisi untuk menjatuhkan sanksi kepada para pelaku di bidang minyak goreng, karena Majelis Komisi tidak memiliki bukti dalam kasus ini untuk memutuskan. 

Dengan kenaikan dan kelangkaan harga minyak goreng, hal ini akan mendorong inflasi secara umum yang dapat mempengaruhi beberapa sektor, antara lain sektor industri makanan, rumah tangga dan semua sektor manufaktur yang menggunakan bahan baku minyak goreng. 

Oleh karena itu, juga akan lebih terasa ketika anti-inflasi terjadi. Untuk mengatasi masalah kelangkaan ini, hindari intervensi pasar yang terjadi di luar lokasi pasar. Ini bisa menurunkan moral. Pemerintah harus mengefektifkan fungsi pasar agar berfungsi semaksimal mungkin, dan tidak membuat klaim yang muluk-muluk bahwa pemerintah daerah sedang merencanakan pabrik minyak goreng sendiri. 

Proses ini tidak masuk akal dalam jangka pendek dan menengah. Dalam jangka menengah, perlu diperkirakan apakah harga minyak goreng curah akan kembali ke pasar pada akhir masa subsidi. Ini sangat mahal dan dapat menghambat stabilitas keuangan masyarakat.

Kesimpulan

Di penghujung tahun 2021, terjadi kehebohan dengan harga minyak goreng yang meroket di pasaran. Dalam konteks kelangkaan minyak goreng saat ini, menjadi pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat dan masyarakat, terutama dari segi ekonomi. Banyak masyarakat yang berjuang hingga dirugikan karena kelangkaan minyak goreng. 

Kelangkaan minyak goreng menimbulkan kepanikan di masyarakat. Karena minyak goreng sendiri merupakan kebutuhan pokok di dapur. Kelangkaan minyak goreng juga mempengaruhi keadaan perekonomian Indonesia. 

Di masa pandemi seperti sekarang ini banyak sekali masalah ekonomi yang menimpa masyarakat, melihat masalah kelangkaan minyak goreng di masyarakat, seharusnya pemerintah bisa mengendalikan situasi ekonomi di masa pandemi, untuk mengantisipasi inflasi. 

Kebijakan Mendag yang menetapkan harga satu liter minyak goreng Rp 14.000 ternyata tidak efektif mengatasi kelangkaan minyak goreng di masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengendalikan harga minyak goreng dan menghilangkan mafia yang terlibat dalam kelangkaan minyak goreng di Indonesia. 

Mafia minyak goreng membuat kelangkaan cadangan minyak goreng yang beredar, mereka menimbun minyak goreng ketika pemerintah menetapkan harga minyak goreng pada harga standar 14.000,00 Rep. 

Mereka kemudian akan melepaskan persediaan minyak goreng dalam jumlah besar ketika harga minyak goreng naik dan menjadi mahal. Oleh karena itu, masyarakat kesulitan, apalagi saat minyak goreng murah, sulit mendapatkan minyak goreng, saat minyak goreng tinggi, sulit membeli.

Karena kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Indonesia, KPPU menduga bahwa terdapat segelintir pelaku usaha yang memanfaatkan pasar Indonesia ditengah pandemi covid-19. KPPU berusaha untuk menangkap atau menghukum pelaku yang melakukan monopoli dan penimbunan minyak serta pelaku yang tidak melakukan kesepakatan tertulis dalam jual beli minyak goreng. 

Tetapi, dalam kasus minyak goreng ini, sepertinya ada pemaksaan oleh Majelis Komisi untuk menjatuhkan sanksi kepada para pelaku di bidang minyak goreng, karena Majelis Komisi tidak memiliki bukti dalam kasus ini untuk memutuskan. 

Masalah kelangkaan minyak goreng di masyarakat perlu segera diselesaikan. Pemerintah harus mampu mengendalikan harga minyak goreng dan mengusut tuntas faktor-faktor yang melatarbelakangi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng ini harus segera diwaspadai dan diselesaikan agar tidak semakin mengganggu perekonomian Indonesia dan jika terus meningkat harga dapat menyebabkan inflasi. 

Pemerintah harus mampu mengendalikan harga minyak goreng dan mengusut tuntas faktor-faktor yang melatarbelakangi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng ini harus segera diwaspadai dan diselesaikan agar tidak semakin mengganggu perekonomian Indonesia dan jika terus meningkat harga dapat menyebabkan inflasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun