Mohon tunggu...
Shella AyuLarasati
Shella AyuLarasati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

berolahraga, membaca buku, mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Peran KPPU dalam Praktik Penyelewengan Kegiatan Pasar Terkait Kelangkaan Minyak Goreng

2 Agustus 2022   13:00 Diperbarui: 5 Agustus 2022   21:18 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penurunan harga sebesar 10% kemungkinan akan meningkatkan output sebesar 0,18% dan meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 0,26% (Media Indonesia, 2 Maret 2020). Selain itu, dalam waktu dekat, semua orang harus menghadapi bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri. 

Pemerintah memastikan masyarakat tidak takut akibat Covid-19 akan dipenuhi dengan kekurangan pangan. 

Sejak Januari 2022, kebijakan Menteri Perdagangan diterapkan untuk harga tunggal minyak goreng kemasan, yakni Rp 14.000 per liter. Namun, kebijakan ini belum sepenuhnya efektif di pasar karena pedagang di pasar tradisional dan warung eceran belum mendapatkan informasi yang jelas tentang mekanisme subsidi alternatif. 

Hal ini menyebabkan harga di luar rata-rata ritel selalu diterapkan berdasarkan nilai grosir, memaksa sebagian orang untuk 118 Jurnal Bisnis Korporat: Vol. 6 Tidak. 2 Desember 2021 ISSN: 2579 - 6445 E-ISSN: 2685 - 7308 dalam pembelian panik. 

Sebagai gantinya, efektif 1 Februari 2022 telah diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk kelapa sawit, dimana untuk kelapa sawit Dalam jumlah besar, HET diterapkan sebesar Rp 11.500 /liter, minyak goreng kemasan tunggal Rp 13.500/liter dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000/liter.

                                                                                

Peran KPPU 

Karena kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Indonesia, KPPU menduga bahwa terdapat segelintir pelaku usaha yang memanfaatkan pasar Indonesia ditengah pandemi covid-19. Dengan memanfaatkan keadaan tersebut para oknum pelaku usaha melakukan monopoli terhadap kebutuhan konsumsi masyarakat di Indonesia untuk keuntungan oknum pelaku usaha itu sendiri. 

Selain melakukan monopoli usaha, terdapat juga oknum-oknum yang melakukan penimbunan terhadap minyak goreng tersebut. Dengan kejadian tersebut, KPPU berusaha untuk menangkap atau menghukum pelaku yang melakukan monopoli dan penimbunan minyak serta pelaku yang tidak melakukan kesepakatan tertulis. Tetapi KPPU tidak bisa menangkap pelaku jika tidak memiliki bukti yang cukup kuat. 

Oleh sebab itu, menurut saya satu bukti saja tidak cukup untuk menghukum pelaku ekonomi, apalagi dengan bukti tidak langsung. Jika mengacu pada Pasal 1 Nomor 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang berbunyi: "Perjanjian adalah perbuatan satu atau lebih badan niaga untuk mengikatkan diri pada satu atau lebih badan niaga lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis." 

Permasalahan dalam hal ini yaitu KPPU menghukum pedagang minyak goreng yang tidak melakukan kesepakatan tertulis yang dibuat oleh pedagang jual beli serta pelaku yang telah melakukan monopoli usaha. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun