Minyak goreng adalah bahan dasar yang digunakan untuk memasak, menumis berbagai makanan sehari-hari, dalam jumlah kecil atau besar. penggunaan minyak goreng Rasa makanan menjadi lebih enak, lebih asin, lebih renyah dan lebih harum tidak menggunakan minyak goreng.
Minyak goreng umumnya terdiri dari dua kelompok yaitu minyak goreng nabati dan hewani. Minyak nabati nabati ini dapat dibuat dari berbagai sumber seperti kelapa, Kelapa sawit dan kedelai. Di Indonesia, minyak nabati adalah yang paling umum Minyak nabati digunakan sebagai bahan baku minyak sawit. Indonesia Sebagai negara penghasil minyak sawit, minyak ini juga cukup ideal untuk: Harga dan ketersediaan (Amang, 1996:38).Â
Minyak nabati kelapa sawit dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu minyak nabati curah dan minyak nabati kemasan bermerek. Banyaknya distribusi minyak nabati di pasaran dan semakin beragamnya produk minyak goreng kemasan dari berbagai merek yang ditawarkan memberikan banyak pilihan kepada konsumen dalam melakukan pembelian.Â
Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian produk, selama ini perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mendorong konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi produk minyak nabati dalam jumlah besar diakibatkan kelangkaan dan kenaikan harga yang disebabkan oleh virus covid-19
Adanya virus covid-19 menyebabkan terjadinya kenaikkan harga dan kelangkaan minyak goreng yang akan menimbulkan banyak dampak social. Salah satunya adalah panic buying. Dari situ konsumen harus pintar-pintar mengetahui Pentingnya untuk memahami kebutuhan mereka akan minyak goreng agar hal ini tidak terjadi hal yang seperti ini.Â
Hal ini dilakukan agar mengetahui efek yang berbeda disebabkan oleh kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng. Kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi minyak goreng sebesar Rp. 14.000 won per liter tunduk pada kebijakan pembatasan pembelian minyak goreng. Hal ini menyebabkan tindakan besar-besaran terhadap komunitas dan pembelian panik yang meluas dilakukan oleh masyarakat.Â
Perilaku panic buying ini adalah sebuah kesalahan pemerintah dalam membaca perilaku konsumen. Setelah itu terdapat Faktor psikologis yang muncul dari kurangnya perhitungan pemerintah. Semua orang pada akhirnya bingung terhadap adanya panic buying.Â
Hal ini bisa terjadi karena harga minyak goreng di masa lalu meningkat pesat, tetapi barang atau minyak goreng masih tersedia dan selalu mudah untuk mendapatkan minyak goreng. harga awal yang dipatok Rp 14.000 per liter dibandingkan harga minyak goreng yang naik menjadi Rp 35.000 per liter, tentu saja terjadi panic buying.Â
Hal ini dapat dianggap sebagai bentuk kesalahan strategi pemasaran dalam pembuatan kebijakan publik. Selanjutnya, Kebijakan intervensi harga minyak goreng terbukti tidak efektif dikarenakan salah strategi dan tidak tepat waktu.
Pada akhirnya harga minyak goreng meroket, tetapi persediaan tetap sama. harga minyak goreng erat kaitannya dengan harga CPO sebagai bahan baku. Saat harga CPO naik, harga minyak goreng pun ikut naik perlahan tapi pasti. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Esensial Departemen Perdagangan, rata-rata global CPO berbasis CPO pada Januari 2022 mencapai Rp 13.240/liter.Â
Harga tersebut lebih tinggi 77,34% dibandingkan Januari 2021. Seiring dengan kenaikan harga CPO dunia, ada baiknya pemerintah menyesuaikan alokasi kuota CPO nasional, terutama untuk minyak goreng.