Ningsih memberikan sebuah kotak kecil berwarna hitam. Ketika mas sufyan membuka kotak itu , mas sufyan memeluk ningsih dan menangis. "alhamdulillah ning , ya allah. Mas seneng banget ning.. mas janji , mas akan jaga kamu dan anak kita ini sebaaaaaik mungkin ning. Sekarang kamu mau apa? Mau jalan-jalan? Mas pasti akan turutin ning hahah" ucap mas sufyan yang masih memeluk ningsih. Ningsih tersipu malu "gausah mas , aku juga belum mau apa apa kok. Mas sekarang istirahat aja yuk" sufyan dan ningsih langsung menuju kamar mereka dan beristirahat.
Dua bulan , tiga bulan , sampai saat ini usia kandungan ningsih sudah sembilan bulan. Sekarang ningsih berada di rumah sakit karena kata dokter ia sudah pembukaan 10 dan dikit lagi melahirkan. Ia ditemani oleh bapak , ibu , sufyan dan bapak ibu nya sufyan juga. "makasih ya bapak , ibu , mas , semuanya.. doain ningsih kuat" ucap ningsih sambil tersenyum dan menangis. " kamupun ikut berdoa toh ndok , kamu pun harus kuat dan berjuang demi anakmu ndok.. memang akan terasa sakit bukan main, tetapi itu akan menjadi kebahagiaan tersendiri untuk kamu." Semuanya tersenyum dan memeluk ningsih.
Semua keluarga menunggu di depan ruang bersalin dan mendoakan ningsih yang sedang berjuang melahirkan anaknya. "suf , kamu nanti harus semangatin ningsih ya suf haha, nanti dia bisa ngambek loh haha." Bapak ningsih menghibur sufyan yang sedang menunduk. "iya pak itu pasti hahaha , semoga ningsih lancar ya pak" bapak mengangguk.
Dokter keluar dari ruang bersalin , "keluarga nyonya ningsih?" ucap dokter itu. "iya dok saya suaminya dok" sufyan langsung berdiri semangat. "selamat ya pak , anda telah menjadi ayah, anaknya berjenis kelamin laki-laki.saya permisi dulu" setelah dokter itu pergi, sufyan langsung ber sujud syukur lalu memeluk bapak ningsih dan bapaknya.
Sufyan menghampiri ningsih dan mengelus puncak kepala ningsih. "selamat ya sayang , kamu udah melewati masa masa perjuangan hahaha" sufyan mencoba menghibur ningsih. Ningsih tersenyum sedikit , karena ia masih merasakan sisa sakit melahirkan putanya itu. "mas , mau dikasih nama siapa?" ningsih masih menggenggam tangan sufyan. Sufyan tampak sedang berfikir. "gimana kalau nama kita di satukan?" ningsih sedikit berfikir.
"sufin? Sufyan ningsih? Gimana?" sufyan menggangguk setuju. Sufyan memeluk istrinya itu. Mereka memberi nama putranya 'putra sufin albari' , nama hasil diskusi mereka berdua.
Beberapa hari kemudian , ningsih pulang dari rumah sakit.
Banyak tetangga yang mengucapkan  selamat , memberi hadiah , dan sebagian membantu mengurus anaknya. "terima kasih ya ibu-ibu semua , saya merasa tidak enak dengan ibu-ibu semua. Terima kasih banyak bu.." ningsih duduk di sofa secara perlahan karena perut nya masih terasa nyeri.
"tidak apa apa bu, ini tidak seberapa , yasudah bu ningsih kami pulang dulu ya .. semoga dek sufin menjadi anak yang berbakti dan taat pada perintah Allah.. kami pulang dulu ya bu , kalau ada apa-apa bilang kami saja ya bu.. permisi.." ibunya ningsih mengantarkan tetangga-tetangganya itu ke depan pintu gerbang. Sementara di dalam ningsih di temani oleh ibu mertua nya.
Malampun tiba ..
Sufin sama sekali tidak rewel , seperti pengertian terhadap ayah dan ibu nya yang capek seharian mengurus ia. "mirip banget sama kamu mas" ningsih dan sufyan sedang memerhatikan sufin yang sedang di keranjang bayi. "iyalah ning , kan anak aku. Aneh nih kamu. Kalo ga mirip aku kan malah bingung hahah" ningsih memukul pelan bahu sufyan.
 "apasih mas kok ngomongnya gitu , udah yu tidur mas" ningsih memegang erat tangan sufyan. "yuk" akhirnya mereka tidur dengan ketenangan tanpa ada suara tangisan bayi.