Mohon tunggu...
Sheila Bachtiar
Sheila Bachtiar Mohon Tunggu... Lainnya - PNS TNI AD

HOBI MENULIS, MEMBACA, MENONTON FILM

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seuntai Kata Maaf

31 Mei 2023   00:35 Diperbarui: 31 Mei 2023   00:37 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tapi Mas..."

"Jangan khawatir, mbakmu akan baik-baik saja. Lihat matamu ... sudah kuyu sekali. Kamu harus banyak istirahat," mau tak mau Lila menurut.

***

Lila pulang saat Adzan Maghrib berkumandang. Langkahnya tertahan di ambang pintu rumahnya saat dilihatnya Ibu berdiri dengan sorot mata tajam dengan kedua tangan terlipat di dada. Tatap matanya yang begitu tajam membuat Lila nampak sedikit gelisah. Pasti Ibu tidak suka dengan apa yang dilakukannya. Apalagi Ibu menatap dari ujung sepatu sampai ujung rambutnya.

"Ibu tidak suka kamu pergi tanpa seijin Ibu!" sentak beliau dengan sorot mata tajam. Lila tersenyum kecut. Kalau bukan dia siapa lagi yang akan menunggu Mbak Ayu? Kalau dia harus menunggu ijin dari Ibu, sampai kapan? Sedang Ibu sendiri tidak merasa malu pada tetangga. Mereka semua sudah datang menengok Mbak Ayu. Sementara Ibu dan Bapak sebagai orangtua kandungnya sendiri, jangankan menengok mendengar Mbak Ayu sakit pun Ibu dan Bapak seakan tidak peduli.

"Apa Ibu tidak mempunyai sedikitpun rasa kasih sayang pada Mbak Ayu?" Lila menghentikan ucapannya ketika sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Lila memegang pipinya yang terasa memanas. Ada retas airmata yang menggumpal di sudut matanya, tapi tidak! Ia harus bisa menahannnya.

"Bapak tidak suka kamu bicara seperti itu. Kami tidak butuh nasehat dari anak ingusan seperti kamu!" Bapak terlihat emosi sekali, sedang Ibu tak mampu berkata apa-apa. Tanpa menghiraukan kedua orangtuanya lagi, Lila cepat berlalu dan masuk ke kamarnya, kemudian mengunci pintunya rapat-rapat. Dihempaskannya tubuhnya di atas tempat tidur. Bapak dan Ibu ... sifat keduanya sama-sama keras dan tidak pernah mau dibantah. Entah sampai kapan Bapak dan Ibu akan terus memusuhi Mbak Ayu. Entah salah siapa sebenarnya. Tiga tahun yang lalu keluarga mereka merupakan keluarga yang begitu bahagia. Mereka hidup dengan materi serba kecukupan. Kasih sayang yang berlimpah antara orangtua dan anak. Sampai kemudian Mbak Ayu menolak laki-laki pilihan Bapak untuk pendamping hidupnya. Bapak yang seorang anggota TNI merupakan pejabat yang cukup disegani. Bapak ingin Mbak Ayu menikah dengan laki-laki pilihan Bapak yang masih merupakan anak buahnya, tapi Mbak Ayu menolak karena sudah emmpunyai pilihan sendiri yaitu Mas Joko yang bekerja sebagai guru SD. Bapak menolak keras pilihan Mbak Ayu itu tapi Mbak Ayu tetap teguh pada pendiriannya. Tetap memilih Mas Joko untuk mendampinginya. Bapak memberikan pilihan pada Mbak Ayu untuk tetap tinggal di rumah dan memenuhi keinginan Bapak atau memilih pergi dari rumah dan menikah tanpa restu dari Bapak dan Ibu. Mbak Ayu lebih memilih hati nuraninya sendiri dibandingkan patuh pada keinginan Bapak. Mbak Ayu pergi dari rumah dan menikah dengan Mas Joko tanpa restu dari Bapak.

Sampai sekarang Lila masih tidak mengerti betapa besar sebuah ego pada diri manusia. Sehingga demi ego dan rasa cintanya pada Mas Joko, Mbak Ayu rela meninggalkan keluarga dan pergi bersama pendamping hidup pilihannya sendiri. Dan Ego Bapak yang tidak mau mengerti akan pilihan sang anak. Apakah demi sebuah ego perlu pengorbanan sebesar itu?

Kini setelah tiga tahun telah berlalu, Bapak dan Ibu masih belum bersedia memaafkan Mbak Ayu. Bila Mbak Ayu berkunjungpun Bapak dan Ibu tidak pernah mau menemui walau semenit saja. Saat Mbak Ayu melahirkan Allya pun, Bapak dan Ibu sakalipun belum pernah menengok cucunya. Hingga sekarang ... saat Mbak Ayu sakit parah, Bapak dan Ibu masih saja tidak mau menjenguknya. Padahal Mbak Ayu sudah di rawat di RST Dr. Soedjono Magelang ini sudah tiga hari lamanya. Ada sesal di hati Lila atas sikap kedua orangtuanya. Untuk berbicarapun Lila seakan sudah tidak berhak lagi. Karena segala sesuatu di rumah ini harus patuh pada peraturan Bapak. Entah kapan pintu maaf itu terbuka untuk Mbak Ayu. Apakah terlalu besar kesalahan Mbak Ayu hingga tidak pantas untuk dimaafkan?

Lila meraih tangan Mbak Ayu dalam genggamannya ketika Mbak Ayu mulai membuka matanya. Dia semakin erat menggenggam tangan lemah itu, seakan memberi kekuatan padanya. Lila ingin menangis bila melihat keadaan lemah Mbak Ayu. Sayang ... Bapak dan Ibu buta akan hal ini.

Lila berusaha menahan tangis saat melihat Mbak Ayu dengan susah payah mencoba tersenyum di antara selang-selang di hidungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun