Mohon tunggu...
Sharon Tahapary
Sharon Tahapary Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

email: syerentahapary96@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mengenang sang penyair Sapardi Djoko Damono yang memiliki segudang penghargaan

7 Agustus 2020   01:06 Diperbarui: 7 Agustus 2020   09:45 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sapardi Djoko Damono atau yang biasa dipanggil SDD menghembuskan napas terakhirnya pada Minggu (19/7/2020) sekitar pukul 09.17 WIB, di RS EKA BSD, Tangerang Selatan.

Suami dari Wardiningsih ini lahir di Surakarta, 20 Maret 1940. Sapardi dikenal melalui berbagai puisinya yang sangat populer dan menghayat hati. Sederhana namun penuh makna, itu lah kalimat yang sering dipakai beberapa orang untuk menggambarkan puisi yang ditulis oleh Sapardi.

Berkat hasil produktif pada masa hidupnya, Sapardi meninggalkan sejumlah penghargaan yang di dapat saat berkecimpung di dunia sastra. Pada tahun 1986, Sapardi mendapatkan penghargaan SEA Write Award.

Penyair kebanggaan Indonesia ini juga pernah menerima Penghargaan Achmad Bakrie di tahun 2003 dan menjadi salah satu seorang pendiri Yayasan Lontar.

Tak hanya itu, pada April 2018 lalu di PWTC Kuala Lumpur, dalam acara Kuala Lumpur Internasional Book Fair beliau juga mendapat penghargaan Anugerah Buku ASEAN (ASEAN Book Award) untuk buku yang berjudul Hujan Bulan Juni dan Yang Fana Adalah Waktu.

Sapardi sangat aktif menulis dan telah menerbitkan banyak buku puisi, esai, fiksi dan cerita pendek.

Karya Sapardi juga sudah banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Tak heran jika banyak penghargaan yang sudah di dapat oleh pensiunan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) ini.

Berikut ini beberapa puisi karya Sapardi Djoko Damono yang populer dan menuai banyak penghargaan:

  1. Hujan Bulan Juni
    Tak ada yang lebih tabah
    Dari hujan bulan Juni
    Dirahasiakan rintik rindunya
    Kepada pohon berbunga itu

    Tak ada yang lebih bijak
    Dari hujan bulan Juni
    Dihapuskan jejak-jejak kakinya
    yang ragu-ragu di jalan itu

    Tak ada yang lebih arif
    Dari hujan bulan Juni
    Dibirkannya yang tak terucapkan
    Diserap akar pohon bunga itu

  2. Aku Ingin
    Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
    dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api
    yang menjadikannya abu
    Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
    dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
    yang menjadikannya tiada

  3. Yang Fana Adalah Waktu
    Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
    memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
    sampai pada suatu hari
    kita lupa untuk apa.
       "Tapi,
    Yang fana adalah waktu, bukan?"
    Tanyamu. Kita abadi.

  4. Pada Suatu Hari Nanti
    Pada suatu hari nanti
    Jasadku tak akan ada lagi
    Tapi dalam bait-bait sajak ini
    Kau takkan kurelakan sendiri

    Pada suatu hari nanti
    Suaraku tak terdengar lagi
    Tapi di antara larik-larik sajak ini
    Kau akan tetap kusiasati

    Pada suatu hari nanti
    Impianku pun tak dikenal lagi
    Namun di sela-sela huruf sajak ini
    Kau takkan letih-letihnya kucari.


  5. Seperti Kabut
    Aku akan menyayangimu
    Seperti kabut
    Yang raib di cahaya matahari
    :
    Aku akan menjelma awan
    Hati-hati mendaki bukit
    Agar bisa menghujanimu
    :
    Pada suatu hari baik nanti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun