Mohon tunggu...
Sharla Martiza Wahardiastuti
Sharla Martiza Wahardiastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sebelas Maret

Mahasiswa di Universitas Sebelas Maret

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berbagai Macam Berakhirnya Kepailitan di Indonesia

20 Juni 2024   15:18 Diperbarui: 20 Juni 2024   15:20 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat (1) menyatakan "Debitur yang mempunyai dua atau lebih dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu atau jatuh tempo dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya" Sedangkan di dalam Undang-Undang Kepailitan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 Pasal 1 Ayat (1) yang dimaksud Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (Hartini, 2020) Artikel ini akan membahas proses dan ketentuan berakhirnya kepailitan di Indonesia serta implikasinya bagi debitur dan kreditur.

Proses Berakhirnya Kepailitan

  • Kepailitan dicabut karena harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan (Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

 "Dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan maka Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara jika ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar Debitor, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit."

  • Berakhir Karena Perdamaian. 

Perdamaian adalah kesepakatan antara debitur pailit dan krediturnya. Setelah pengadilan niaga menetapkan keputusan pailit, debitur pailit memiliki hak untuk mengajukan perdamaian kepada semua krediturnya, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 144 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tujuan perdamaian ini adalah untuk mendiskusikan kembali atau merundingkan utang-utang debitur pailit kepada krediturnya, dengan mengikuti prosedur yang berlaku.(Derita Prapti Rahayu, 2020)

  • Berakhir Karena Insolvensi atau Pemberesan Harta Pailit (Pasal 202 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 

Segera setelah kepada Kreditor yang telah dicocokkan, dibayarkan jumlah penuh piutang mereka, atau segera setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat maka berakhirlah kepailitan, dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203. Setelah harta pailit dibereskan, terdapat kemungkinan bahwa harta tersebut cukup untuk membayar utang-utang debitur kepada krediturnya, atau sebaliknya, harta tersebut tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utang debitur kepada krediturnya. Jika harta pailit cukup untuk membayar utang-utang debitur pailit kepada krediturnya, langkah berikutnya adalah rehabilitasi. Rehabilitasi adalah proses pemulihan nama baik debitur yang sebelumnya dinyatakan pailit, melalui keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa debitur telah memenuhi kewajibannya.(Makmur, 2018)

  • Berakhir Atas Saran Kurator 

Tugas utama kurator adalah melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator mempunyai kewajiban untuk melaksankan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 mengatur bahwa: "Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/ atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali." Dan dalam Pasal 18 Ayat (1) menyatakan bahwa "Dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan maka Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara jika ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar Debitor, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit."

  • Berakhir Karena Putusan Yang Lebih Tinggi Yaitu Tingkat Kasasi atau Peninjauan Kembali

Putusan pailit yang telah memiliki kekuatan hukum tetap masih dapat diajukan upaya hukum berupa kasasi. Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan pernyataan pailit adalah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Jika pada tingkat kasasi putusan pernyataan pailit tersebut dibatalkan, maka status kepailitan bagi debitur juga berakhir. Namun, semua tindakan yang dilakukan oleh kurator sebelum atau saat kurator menerima pemberitahuan pembatalan dari Mahkamah Agung tetap dianggap sah. Setelah menerima putusan pembatalan tersebut, kurator wajib mengumumkan pembatalan tersebut dalam surat kabar. Dengan pembatalan putusan pernyataan pailit tersebut, perdamaian yang telah terjadi menjadi batal demi hukum.(Nardi & Dharmawan, 2019)

  • Berakhir Karena Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya hukum untuk mengembalikan keadaan seseorang seperti sebelum jatuhnya pailit. Rehabilitasi kepailitan bertujuan untuk memperbaiki nama baik melalui deklarasi dari debitur yang menyatakan dirinya tidak lagi dalam keadaan pailit. Rehabilitasi bukan sekadar prosedur administrasi untuk memulihkan nama baik debitur, tetapi juga bertujuan agar debitur pailit dapat kembali memiliki kemampuan mengurus hartanya. Putusan kepailitan mengubah status hukum debitur pailit dari yang semula cakap menjadi tidak cakap untuk melakukan tindakan hukum atas hartanya sejak putusan pailit diucapkan oleh Pengadilan Niaga. Rehabilitasi hanya akan diberikan jika semua kreditur menyatakan bahwa mereka telah dibayar dengan memuaskan, artinya kreditur yang diakui tidak akan menagih kembali kepada debitur, meskipun mungkin mereka tidak menerima pembayaran penuh atas seluruh piutangnya.(Haniaden & Fitriyah, 2022)

Proses berakhirnya kepailitan di Indonesia diatur secara ketat untuk memastikan keadilan bagi debitur dan kreditur. Berbagai mekanisme seperti pembayaran utang, perdamaian, laporan kurator, dan restrukturisasi memberikan jalan keluar yang adil dan efisien. Bagi debitur, berakhirnya kepailitan memberikan kesempatan untuk memulai kembali tanpa beban utang yang memberatkan, sementara bagi kreditur, ini memberikan kepastian tentang penyelesaian klaim mereka. Melalui pemahaman yang tepat tentang proses ini, semua pihak dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai solusi yang terbaik.

Referensi

Derita Prapti Rahayu. (2020). PENGANTAR HUKUM KEPAILITAN (Kesatu). Penerbit Thafa Media.

Haniaden, N., & Fitriyah, M. A. T. (2022). Akibat Hukum Debitor Yang Tidak Menempuh Upaya Hukum Rehabilitasi Setelah Kepailitan Berakhir. JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum Dan Humaniora, 9(2), 661--674.

Hartini, R. (2020). HUKUM KEPAILITAN (Kelima). UMM Press.

Makmur, S. (2018). Penerapan Undang-Undang Kepailitan dalam Menciptakan Iklim Berusaha Yang Sehat Bagi Seluruh Pelaku Usaha. Ajudikasi: Jurnal Ilmu Hukum, 2(1), 97. https://doi.org/10.30656/ajudikasi.v2i1.599

Nardi, N. M., & Dharmawan, N. K. S. (2019). Relevansi Penggunaan Model Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Kepailitan. Jurnal Kertha Patrika, 41(2), 112--124. https://doi.org/10.24843/KP.2019.v41.i02.p03

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun