Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat (1) menyatakan "Debitur yang mempunyai dua atau lebih dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu atau jatuh tempo dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya" Sedangkan di dalam Undang-Undang Kepailitan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 Pasal 1 Ayat (1) yang dimaksud Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (Hartini, 2020) Artikel ini akan membahas proses dan ketentuan berakhirnya kepailitan di Indonesia serta implikasinya bagi debitur dan kreditur.
Proses Berakhirnya Kepailitan
- Kepailitan dicabut karena harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan (Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
 "Dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan maka Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara jika ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar Debitor, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit."
- Berakhir Karena Perdamaian.Â
Perdamaian adalah kesepakatan antara debitur pailit dan krediturnya. Setelah pengadilan niaga menetapkan keputusan pailit, debitur pailit memiliki hak untuk mengajukan perdamaian kepada semua krediturnya, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 144 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tujuan perdamaian ini adalah untuk mendiskusikan kembali atau merundingkan utang-utang debitur pailit kepada krediturnya, dengan mengikuti prosedur yang berlaku.(Derita Prapti Rahayu, 2020)
- Berakhir Karena Insolvensi atau Pemberesan Harta Pailit (Pasal 202 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.Â
Segera setelah kepada Kreditor yang telah dicocokkan, dibayarkan jumlah penuh piutang mereka, atau segera setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat maka berakhirlah kepailitan, dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203. Setelah harta pailit dibereskan, terdapat kemungkinan bahwa harta tersebut cukup untuk membayar utang-utang debitur kepada krediturnya, atau sebaliknya, harta tersebut tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utang debitur kepada krediturnya. Jika harta pailit cukup untuk membayar utang-utang debitur pailit kepada krediturnya, langkah berikutnya adalah rehabilitasi. Rehabilitasi adalah proses pemulihan nama baik debitur yang sebelumnya dinyatakan pailit, melalui keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa debitur telah memenuhi kewajibannya.(Makmur, 2018)
- Berakhir Atas Saran KuratorÂ
Tugas utama kurator adalah melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator mempunyai kewajiban untuk melaksankan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 mengatur bahwa: "Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/ atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali." Dan dalam Pasal 18 Ayat (1) menyatakan bahwa "Dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan maka Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara jika ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar Debitor, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit."
- Berakhir Karena Putusan Yang Lebih Tinggi Yaitu Tingkat Kasasi atau Peninjauan Kembali
Putusan pailit yang telah memiliki kekuatan hukum tetap masih dapat diajukan upaya hukum berupa kasasi. Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan pernyataan pailit adalah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Jika pada tingkat kasasi putusan pernyataan pailit tersebut dibatalkan, maka status kepailitan bagi debitur juga berakhir. Namun, semua tindakan yang dilakukan oleh kurator sebelum atau saat kurator menerima pemberitahuan pembatalan dari Mahkamah Agung tetap dianggap sah. Setelah menerima putusan pembatalan tersebut, kurator wajib mengumumkan pembatalan tersebut dalam surat kabar. Dengan pembatalan putusan pernyataan pailit tersebut, perdamaian yang telah terjadi menjadi batal demi hukum.(Nardi & Dharmawan, 2019)
- Berakhir Karena Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya hukum untuk mengembalikan keadaan seseorang seperti sebelum jatuhnya pailit. Rehabilitasi kepailitan bertujuan untuk memperbaiki nama baik melalui deklarasi dari debitur yang menyatakan dirinya tidak lagi dalam keadaan pailit. Rehabilitasi bukan sekadar prosedur administrasi untuk memulihkan nama baik debitur, tetapi juga bertujuan agar debitur pailit dapat kembali memiliki kemampuan mengurus hartanya. Putusan kepailitan mengubah status hukum debitur pailit dari yang semula cakap menjadi tidak cakap untuk melakukan tindakan hukum atas hartanya sejak putusan pailit diucapkan oleh Pengadilan Niaga. Rehabilitasi hanya akan diberikan jika semua kreditur menyatakan bahwa mereka telah dibayar dengan memuaskan, artinya kreditur yang diakui tidak akan menagih kembali kepada debitur, meskipun mungkin mereka tidak menerima pembayaran penuh atas seluruh piutangnya.(Haniaden & Fitriyah, 2022)
Proses berakhirnya kepailitan di Indonesia diatur secara ketat untuk memastikan keadilan bagi debitur dan kreditur. Berbagai mekanisme seperti pembayaran utang, perdamaian, laporan kurator, dan restrukturisasi memberikan jalan keluar yang adil dan efisien. Bagi debitur, berakhirnya kepailitan memberikan kesempatan untuk memulai kembali tanpa beban utang yang memberatkan, sementara bagi kreditur, ini memberikan kepastian tentang penyelesaian klaim mereka. Melalui pemahaman yang tepat tentang proses ini, semua pihak dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai solusi yang terbaik.
Referensi
Derita Prapti Rahayu. (2020). PENGANTAR HUKUM KEPAILITAN (Kesatu). Penerbit Thafa Media.