Mohon tunggu...
Sharfina
Sharfina Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Writer

Suka jalan-jalan ke tempat baru sambil motret tidak asal jepret 📸

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Luka] Aku dan Perempuan Bermata Ceri

13 November 2018   17:25 Diperbarui: 13 November 2018   17:23 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku selalu percaya, bahwa setiap manusia memiliki kisah lukanya masing-masing. Aku jadi teringat masa kecilku dulu yang mana aku sering terluka akibat jatuh dari latihan bersepeda. Tak terhitung berapa goresan luka di lutut dan tanganku akibat terjatuh dari sepeda tersebut. Padahal aku anak lelaki yang seharusnya bisa kuat menahan rasa sakit tersebut dan berusaha untuk tidak menangis, tapi apalah arti luka jika tidak ada air mata yang mengalir.

Seiring dengan bertambahnya usia, makna luka bagiku semakin kompleks. Terutama luka di hati yang sampai detik ini belum bisa aku sembuhkan. Aku menyimpan luka tersebut dari hari ke hari hingga berganti tahun.

Dina, Perempuan itu yang membuat luka di dalam hatiku. Tak ku sangka hujan di awal bulan November menjadi awal bulan yang sendu bagiku.

***

Aku selalu percaya dengan kata orang bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah dan sulit untuk dilupakan. Masa di mana remaja memiliki darah yang berapi-api dan masa di mana hati kita sudah mengenal sebuah perasaan kepada lawan jenis.

Masa-masa SMA ku bisa dikatakan menyenangkan, aku punya tiga orang sahabat yang baik dan bisa menerima sikapku yang terbilang cuek, khususnya terhadap perempuan. Tapi meskipun aku terbilang cuek, mengapa masih saja ada beberapa perempuan di sekolah yang mendekatiku. Apa yang mereka harapkan dariku?

Tapi dari sekian perempuan yang mendekat, aku sudah terlanjur penasaran dengan perempuan bermata ceri itu. Dia manis dan memiliki rambut hitam yang indah sebahu. Beberapa kali tak sengaja aku bertemu dengannya di perpustakaan sedang membaca novel sambil berdiri di antara rak-rak buku.

Setelah bertemu dengan perempuan bermata ceri itu di perpustakaan, aku semakin giat untuk pergi ke sana di sela-sela istirahat jam sekolah. Teman-temanku bingung dengan tingkahku yang berubah karena jarang makan bersama mereka lagi. Waktu istirahatku aku gunakan untuk melihat perempuan itu, detak jantungku terus berdetak setiap aku melihatnya. Ingin rasanya berkenalan dengannya tapi aku takut, takut ia bersikap judes kepadaku.

Maka, demi melihat perempuan itu, ku gunakan jam istirahatku untuk pergi ke Perpustakaan. Tak lupa khususnya hari ini aku membawa drawing book untuk membuat sketsa wajahnya yang manis tersebut. Berharap suatu hari, aku dapat memberikan kepadanya langsung.

"Ngapain kamu di sini? Jangan duduk di lantai, duduk di meja." Ujar seorang ibu berusia 50 tahun yang ternyata adalah penjaga perpustakaan.

"Ah mengagetkan saja." Ucapku dalam hati.

Tiba-tiba ketika aku berusaha berdiri, perempuan manis itu sudah tidak ada lagi. "Ah... menyebalkan, padahal gambar ini sedikit lagi akan selesai."

Ku putuskan balik ke kelas menuruni anak tangga perpustakaan, tiba-tiba dari arah berlawanan, perempuan dengan mata ceri itu datang, kedua tangannya membawa buku-buku ke rak dorong yang berada di dekat pintu.

Aku pun bergegas lari ke bawah karena detup jantungku tak kunjung berhenti. Ingin balik lagi ke atas dan menghampirinya, namun ternyata rasa takutku besar untuk mengurungkan niatku. Maka di lantai dasar dekat meja, aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu petuga sperpustakaan tentang perempuan itu.

Dina Pertiwi adalah nama perempuan yang memiliki mata ceri itu. Dia anak kelas 12 jurusan IPA yang sedang bekerja di perpustakaan  menggantikan tugas bapaknya yang sedang sakit.

Hari berganti hari, aku semakin penasaran dengan Dina. Untuk mengurangi rasa penasaranku, maka hari ini ku memberanikan diri untuk berkenalan dengannya. Rak-rak buku di perpustakaan itulah yang menjadi saksi aku berkenalan dengannya. Ternyata dia perempuan yang ramah.

Setelah perkenalan di hari itu, kami semakin akrab dan kami jadi sering pergi berkunjung ke Perpustakaan Nasional di hari sabtu. Dina lah yang pada akhirnya membuatku ingin selalu ke perpustakaan dan mendengarkan cerita-cerita dari setiap buku yang ia baca. Dina lah yang pada akhirnya membuat masa-masa SMA ku menjadi indah.

***

Menjelang Ujian Nasional yang akan dilaksanakan bulan depan, aku dan Dina jarang bertemu. Dia sudah tidak bekerja di perpusataakn sekolah lagi sebab bapaknya sudah sembuh. Sering aku berjalan melewati kelasnya, namun jarang pula aku melihat si perempuan bermata ceri tersebut. Ke mana dia? Sedang apa dia? Dia terus membuatku resah dan gundah gulana.

Di hari senin setelah upacara bendera, akhirnya aku bertemu dengan dirinya. Matanya begitu sendu dan ia tampak pucat kali ini. Ia mengatakan kepadaku bahwa hampir seminggu lebih, ia tidak masuk karena sakit typus. Aku pun hanya diam mendengarkan alasannya, tapi sesungguhnya dalam hati, aku sunggu khawatir dengan keadannya. Namun aku takut jikalau banyak bertanya, ia akan curiga dengan perasaanku sebenarnya kepadanya.

***

Pengumuman Ujian Nasional telah diumumkan. Seluruh murid di sekolah kami pun lulus. Aku melihat nama Dina ada diurutan pertama di pengumuman kelulusan. Setelah Ujian Nasional berakhir, kami pun mempersiapkan diri mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Dan itu semakin membuat kami sulit untuk bertemu.

Kabar terakhir dari Dina yang aku dapatkan adalah ia akan mengikuti tes di Salah satu universitas di luar negeri. Dina tak banyak terbuka sehingga ketika aku mendapatkan kabar tersebut, aku merasa lututku lemas. Hingga detik ini, aku belum mengungkapkan perasaanku kepadanya. Aku teralu penakut untuk mengungkapkannya.

Setiap malam, aku selalu membuka drawing book yang mana aku pernah menggambar sketsa si perempuan bermata ceri itu. Tidak ada waktu lagi, aku harus segera memberikannya kepadanya.

Sore di hari minggu, akhirnya kita bisa bertemu. Tapi bukan aku yang mengajak, melainkan Dina si perempuan bermata ceri tersebut. Sudah lama tak bertemu dengannya, sore ini ia sungguh cantik dengan dress selutut bewarna pink dan aku selalu suka dengan rambut hitamnya yang rapih.

"Sudah lama ya kita tidak bertemu." Ucapnya memulai pembicaraan.

Aku hanya bisa mengangguk tak berani melihat matanya yang begitu indah.

"Bagaimana kabarmu, Ray?"

"Aku baik.Kamu bagaimana?"

"Seperti yang kamu liat saat ini, aku selalu baik."

Setelah tak berjumpa dengan waktu yang cukup lama, akhirnya kami pun bercerita mengenai hal-hal yang random, mulai dari masa-masa kita bertemu hingga tujuan kami setelah lulus SMA.

Menjelang pukul 19.00 malam, akhirnya obrolan kamu berhenti setelah aku melihat dirinya mengeluarkan secarik undangan bewarna putih.

"Kamu datang yaa. Aku akan menikah bulan Desember." Ucap Dina sambil menyodorkan undangan tersebut kepadaku.

Aku lemas dan berusaha tegar.

"Wah selamat yaaa."

"Maaf ya aku memberitahukanmu mendadak. Sebab setelah menikah, aku akan melanjutkan kuliah ke luar negeri, begitu juga dengan calon suamiku dia akan mengambil S-2."

Malam itu setelah pertemuan kami berakhir, aku melihat Dina pulang bersama calon suaminya. Aku tak menyangka perempuan bermata ceri yang aku temui akan menikah setelah lulus SMA. Padahal, aku telah memantapkan niat untuk menyatakan perasaaanku padanya sembari memberikan sketsa tersebut padanya. Hatiku sakit wanita yang aku sukai sejak SMA pada akhirnya memilih pria lain.

Di halte menunggu bus datang, aku terus memandang undangan pernikahan tersebut dan gambar si perempuan ceri tersebut.

Sekarang aku sadar bahwa setiap manusia selalu memiliki lukanya sendiri. Hanya saja ketika luka itu berbentuk fisik masih bisa diobati. Berbeda dengan luka hati yang perlu waktu untuk mengobatinya hingga benar-benar pulih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun