Kabar terakhir dari Dina yang aku dapatkan adalah ia akan mengikuti tes di Salah satu universitas di luar negeri. Dina tak banyak terbuka sehingga ketika aku mendapatkan kabar tersebut, aku merasa lututku lemas. Hingga detik ini, aku belum mengungkapkan perasaanku kepadanya. Aku teralu penakut untuk mengungkapkannya.
Setiap malam, aku selalu membuka drawing book yang mana aku pernah menggambar sketsa si perempuan bermata ceri itu. Tidak ada waktu lagi, aku harus segera memberikannya kepadanya.
Sore di hari minggu, akhirnya kita bisa bertemu. Tapi bukan aku yang mengajak, melainkan Dina si perempuan bermata ceri tersebut. Sudah lama tak bertemu dengannya, sore ini ia sungguh cantik dengan dress selutut bewarna pink dan aku selalu suka dengan rambut hitamnya yang rapih.
"Sudah lama ya kita tidak bertemu." Ucapnya memulai pembicaraan.
Aku hanya bisa mengangguk tak berani melihat matanya yang begitu indah.
"Bagaimana kabarmu, Ray?"
"Aku baik.Kamu bagaimana?"
"Seperti yang kamu liat saat ini, aku selalu baik."
Setelah tak berjumpa dengan waktu yang cukup lama, akhirnya kami pun bercerita mengenai hal-hal yang random, mulai dari masa-masa kita bertemu hingga tujuan kami setelah lulus SMA.
Menjelang pukul 19.00 malam, akhirnya obrolan kamu berhenti setelah aku melihat dirinya mengeluarkan secarik undangan bewarna putih.
"Kamu datang yaa. Aku akan menikah bulan Desember." Ucap Dina sambil menyodorkan undangan tersebut kepadaku.