Mohon tunggu...
shandy permana
shandy permana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa unimal

mahasiswa universitas malikussaleh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lima Pilar Sejarah Kemalikussalehan, Fondasi Kesalehan dalam Peradaban Islam Nusantara

7 Desember 2024   11:21 Diperbarui: 7 Desember 2024   11:29 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: (https://images.app.goo.gl/b2EtDJnFioWyWMTq8)

Peradaban Islam di Nusantara memiliki akar yang sangat kuat, salah satunya ditandai dengan penyebaran ajaran Islam yang begitu mendalam dan berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat. Salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjang peradaban ini adalah kemalikussalehan, sebuah konsep yang menggabungkan aspek kesalehan pribadi, sosial, dan politik dalam kerangka ajaran Islam. 

Kemalikussalehan berperan sebagai fondasi yang kokoh dalam pembentukan masyarakat yang tidak hanya mengutamakan ibadah ritual, tetapi juga menciptakan tatanan sosial yang adil dan berkah.

Konsep kemalikussalehan ini dapat dibagi menjadi lima pilar utama yang membentuk fondasi kesalehan dalam peradaban Islam Nusantara. Kelima pilar ini meliputi taqwa, ilmu, akhlak, amal saleh, dan kesabaran/tawakkal. Masing-masing pilar memainkan peran penting dalam membentuk peradaban Islam yang tidak hanya unggul dalam aspek spiritual, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan pemerintahan.

1. Taqwa: Pilar Kesadaran Spiritual yang Menguatkan Peradaban

Pilar pertama yang menjadi dasar kemalikussalehan dalam peradaban Islam Nusantara adalah taqwa---kesadaran penuh akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Dalam konteks sejarah peradaban Islam di Nusantara, taqwa berfungsi sebagai pendorong utama bagi individu dan masyarakat untuk selalu bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip agama.

Salah satu contoh nyata dari penerapan taqwa dalam sejarah adalah di Kerajaan Samudra Pasai, kerajaan Islam pertama di Nusantara. Pemimpin seperti Sultan Malik al-Saleh sangat menekankan pentingnya taqwa dalam pemerintahan. Taqwa mengarahkan keputusan-keputusan politik mereka agar selalu berpihak pada kebenaran dan keadilan, serta menciptakan masyarakat yang harmonis, di mana hubungan vertikal antara umat manusia dan Allah senantiasa terjaga. Taqwa ini juga berpengaruh dalam pembentukan sistem sosial yang adil, di mana setiap tindakan diukur dari kesesuaiannya dengan ajaran agama.

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa." (QS. Al-Hujurat: 13)

2. Ilmu: Pilar Pembentukan Peradaban dan Kemajuan Intelegensia

Pilar kedua yang sangat mendukung kemalikussalehan dalam peradaban Islam Nusantara adalah ilmu. Ilmu tidak hanya dimaknai sebagai pengetahuan duniawi, tetapi juga sebagai kunci untuk memahami ajaran agama secara mendalam. Pada masa penyebaran Islam di Nusantara, ilmuwan dan ulama berperan sangat besar dalam membentuk tatanan peradaban.

Di Kerajaan Samudra Pasai, pendidikan Islam menjadi salah satu prioritas utama. Madrasah dan pusat-pusat pengajaran agama menjadi tempat berkembangnya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini mencakup berbagai disiplin, mulai dari hukum Islam (fiqh), tafsir Al-Qur'an, ilmu kalam, hingga ilmu sosial yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang berakhlak dan teratur. 

Kerajaan Samudra Pasai bahkan menjadi pusat studi yang menarik perhatian para ulama dari luar Nusantara, seperti dari India, Persia, dan Arab.

Di seluruh Nusantara, kehadiran pesantren dan lembaga pendidikan Islam menjadi bukti bahwa ilmu adalah pilar penting dalam membentuk peradaban yang maju, adil, dan sejahtera.

"Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat." (Hadis)

3. Akhlak: Pilar Pembentukan Karakter Mulia dalam Masyarakat

Pilar ketiga adalah akhlak, yang mencakup perilaku dan karakter moral yang baik. Salah satu warisan terbesar peradaban Islam di Nusantara adalah penekanan pada akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah SAW sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak umat manusia, dan hal ini diteruskan oleh para pemimpin dan ulama yang membentuk masyarakat Islam di Nusantara.

Di banyak kerajaan Islam di Nusantara, termasuk Kesultanan Malaka dan Aceh, nilai-nilai akhlak ditanamkan dengan kuat. Salah satu prinsip utama dalam membangun masyarakat yang saleh adalah dengan menumbuhkan sifat-sifat mulia seperti jujur, sabar, rendah hati, pemaaf, dan peduli terhadap sesama. Pendidikan akhlak ini dimulai sejak dini di pesantren dan madrasah, yang menekankan bahwa kesalehan tidak hanya terbatas pada ibadah, tetapi juga dalam berinteraksi dengan orang lain.

Keberhasilan peradaban Islam di Nusantara dalam mempromosikan akhlak yang mulia berperan besar dalam menciptakan masyarakat yang damai, adil, dan beradab, yang terjaga dengan baik hingga saat ini.

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (Hadis)

4. Amal Saleh: Tindakan Nyata yang Membawa Kebaikan kepada Sesama

Pilar keempat dari kemalikussalehan adalah amal saleh, yakni perbuatan baik yang dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah dan membawa manfaat bagi masyarakat. Amal saleh dalam peradaban Islam Nusantara tidak hanya terbatas pada ritual ibadah seperti salat dan zakat, tetapi juga mencakup tindakan sosial seperti memberi sedekah, membantu sesama, dan bekerja untuk kepentingan umum.

Samudra Pasai, sebagai contoh, mengimplementasikan amal saleh dalam bentuk pembangunan masjid, madrasah, dan infrastruktur sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Para pemimpin Islam di Nusantara, seperti Sultan Ali Mughayat Shah dari Aceh, memimpin dengan memberi contoh melalui kedermawanan dan kepedulian terhadap rakyat. Dalam pandangan Islam, setiap amal baik yang dilakukan untuk kemaslahatan umat adalah bentuk ibadah yang mendatangkan pahala, yang menjadi pilar penting dalam mewujudkan masyarakat yang berkah dan sejahtera.

"Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya." (Hadis)

5. Kesabaran dan Tawakkal: Pilar Penghadapi Ujian Hidup

Pilar terakhir adalah kesabaran dan tawakkal---dua sikap yang sangat penting dalam menghadapi ujian hidup. Dalam sejarah peradaban Islam Nusantara, kesabaran dan tawakkal merupakan prinsip yang memandu masyarakat untuk terus berusaha dan bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan.

Kesabaran menjadi sangat penting dalam konteks sosial dan politik di mana terdapat ketegangan, baik di dalam negeri maupun dalam hubungan dengan kerajaan lain. Masyarakat yang saleh dan pemimpin yang tawakkal akan lebih mudah menghadapi kesulitan dan berfokus pada solusi yang didasari oleh nilai-nilai agama. Tawakkal, atau menyerahkan hasil akhir kepada Allah setelah berusaha, adalah bentuk keimanan yang tinggi, yang menumbuhkan ketenangan batin dalam menghadapi segala cobaan.

"Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al-Anfal: 46)

Kesimpulan: Lima Pilar yang Membentuk Peradaban Islam Nusantara

Lima pilar kemalikussalehan---taqwa, ilmu, akhlak, amal saleh, dan kesabaran/tawakkal---merupakan fondasi utama yang membentuk peradaban Islam di Nusantara. Pilar-pilar ini tidak hanya membentuk individu yang saleh, tetapi juga menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan penuh kedamaian. Penerapan nilai-nilai ini di tingkat pemerintahan dan kehidupan sosial membuktikan bahwa kesalehan dalam Islam bukan hanya terbatas pada ibadah pribadi, tetapi juga mencakup tanggung jawab sosial yang besar.

Melalui penerapan lima pilar ini, kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Samudra Pasai, Aceh, dan Malaka, berhasil mengembangkan peradaban yang kuat secara spiritual dan sosial. Mereka menunjukkan bahwa sebuah peradaban yang benar-benar maju adalah yang dapat mengharmoniskan aspek duniawi dan ukhrawi.

Keseimbangan ini tercermin dalam bagaimana mereka memimpin dengan penuh kebijaksanaan, mengedepankan pendidikan yang memadai, menegakkan keadilan, serta mendukung keberagaman dan persaudaraan antar umat manusia.

Warisan lima pilar kemalikussalehan ini terus hidup dalam kehidupan masyarakat Islam di Nusantara hingga saat ini. Pilar-pilar ini menjadi panduan bagi umat Islam untuk tidak hanya mengejar kemajuan material, tetapi juga untuk terus berusaha mencapai kesejahteraan spiritual, yang pada akhirnya akan membawa umat kepada kehidupan yang penuh berkah, adil, dan damai. 

Dengan terus menghidupkan lima pilar ini dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam di Nusantara dapat berkontribusi membangun dunia yang lebih baik, sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil-'alamin (rahmat bagi seluruh alam).

Dengan penambahan ini, artikel ini semakin menegaskan pentingnya kelima pilar dalam membentuk peradaban Islam yang tidak hanya berkembang di ranah individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Semoga artikel ini semakin memperdalam pemahaman tentang peran penting kemalikussalehan dalam sejarah peradaban Islam Nusantara!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun