Mohon tunggu...
Shanan Asyi
Shanan Asyi Mohon Tunggu... Dokter -

Seorang dokter umum sekaligus penulis jurnal kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

First Meet

28 September 2016   22:15 Diperbarui: 28 September 2016   22:27 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAB 1 Arman side

                                I hate this, when my time to’jaga’ and I just still sit without anything doing. It kinda like the time slower four time. And its happen right now. Jaga dibagian igd saraf memang katanya merupakan jaga yang tergabut. Pasien sangat sedikit yang berdatangan. Dan hari ini itu terjadi. Aku hanya duduk terdiam menunggu waktu operan jaga tiba. Sesekali mengecek handphone melihat apakah ada pesan yang masuk atau tidak. And she come. Aku yang sedang melihat layar handphone langsung mendongak melihat wanita yang datang. Tinggi 164 dan berat 46 I guess. Ia memakai baju siswa perawat seperti teman-temannya. Namun ia yang special dan paling terlihat berbeda.

                Dalam beberapa saat jantungku berdegup dengan tidak karuan. Mungkin ini seperti apa yang dikatakan orang. “When  people who match with you come, in like lock and key, you feel something that “click” in your head. And it happen now.

                Ia dan teman-temannya yang melihat tidak ada pasien hanya berdiri saja. Namun akhirnya mereka duduk.

                “Permisi dok” kata mereka dengan pelan. Dan duduk di kursi-kursi sebelahku. Aku hanya diam membeku ketika yang tepat duduk disebelahku adalah “dia”.

                Mereka mulai melihat handphone masing-masing, sekali-kali berbicara. Ketika wajahnya agak ke kiri dan melihat temannya, aku sempatkan untuk mencuri pandang wajahnya. Oh damn, ia punya hidung yang sangat rapi dengan dagu yang lancip. Suatu kondisi yang menurutku sempurna. Dan kini aku berada pada kegamangan sesaat. Haruskah aku mengajaknya berkenalan? Namun kesempatan hanya datang sekali, jika aku membuangnya semuanya hanya akan jadi cerita indah semalam.

                Well jujur hubunganku tidak selalu berjalan mulus. Entah kenapa selalu ada masalah yang mengusik hubungan dengan orang yang kusayang. Dan selalu berakhir dengan kalimat ‘kita putus’ dari mereka. Padahal aku tidak  pernah sekalipun melakukan kesalahan dalam hubungan, walaupun itu hanya menurut pendapatku saja.

                “Koas pasien baru.” Ibu perawat memanggil sambil mendorong brangkar pasien. Aku sontak berdiri, begitu juga dengan siswa perawat disebelah. Aku bergegas menuju pasien dan mengeluarkan alat-alat untuk mengukur tanda vital.

                Stetoscop, dan sphygmo, alat-alat yang dibutuhkan untuk megukur tekanan darah dan mendengar bunyi jantung, bunyi pernafasan maupun bising  usus. Ini hal yang pertama kali diajari kepada kami di ruang skill lab. Dan seorang koas tentu harus sudah mahir sekali dengan peralatan semacam ini.

                Ketika aku melakukan pengecekan tanda vital, siswa perawat sudah ada disekelilingku melihat apa yang kulakukan. Aku jadi  tidak focus sesaat. Namun kubuang semua ke nervous an ku dan focus pada apa yang harus kulakukan. Tanda vital pasien tersebut baik, 120/80.

                “Bapak keluhannya apa pak?” Aku bertanya dengan nada bicara yang biasa juga muncul pada pasien lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun