Mohon tunggu...
Shalom Davita
Shalom Davita Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Airlangga

Hai sahabat kompasiana, salam hangat, saya Shalom, mahasiswa tahun pertama di Universitas Airlangga jurusan Hubungan Internasional. Saya bergabung dalam kompasiana guna belajar membuat artikel dan tulisan yang baik, mohon saran masukan dan feedbacknya ya sahabat kompasiana, terima kasih ^^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia dan Gastrodiplomasi: Diplomasi Asik Lewat Makanan

14 Juni 2022   21:18 Diperbarui: 14 Juni 2022   21:30 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gastrodiplomasi merupakan sub-bagian dari diplomasi publik yang dilakukan untuk mengenalkan budaya kuliner suatu negara. Gastrodiplomasi ini juga merupakan gabungan dari konsep globalisasi dan budaya foodie. Umumnya gastrodiplomasi ini digunakan oleh negara berkembang untuk menjalankan diplomasi, memperkenalkan budaya dan mendongkrak wisatawan dan turis dari mancanegara untuk berkunjung. Dalam praktiknya gastrodiplomasi tidak hanya digunakan untuk mencapai kerjasama politik namun juga digunakan untuk tujuan komersial seperti promosi pariwisata dan produk kuliner lokal. Gastrodiplomasi menjadi suatu gaya diplomasi yang efektif sebab cara paling mudah memenangkan hati dan pikiran adalah melalui perut. Biasanya dalam gastrodiplomasi kuliner lokal dipamerkan melalui jamuan tamu negara, festival kuliner dan dengan membuka restoran khas kuliner tradisional di luar negeri.

Gastrodiplomasi ini menjadi suatu alat untuk para aktor negara agar mengenal satu sama lain dan sebagai alat untuk memperlancar kerjasama antarnegara. Gastrodiplomasi bukan merupakan suatu hal yang baru, gastrodiplomasi telah dilakukan pada tahun 1934 dan terbukti berhasil. Dalam sejarah tercatat bahwa diplomasi lewat kuliner atau yang biasa disebut dengan gastrodiplomasi ini sudah ada sejak tahun 1934 peristiwa gastrodiplomasi di pertengahan abad ke-19 itu dinamai "Hot Dog Summit". Hot Dog Summit adalah peristiwa dimana Franklin D. Roosevelt memberlakukan diplomasi kuliner terkhusus hot dog untuk menjalin hubungan baik antara Inggris dan Amerika, Franklin D. Roosevelt merancang piknik sederhana di rumahnya Hyde Park New York yang dihadiri oleh raja dan ratu Inggris yang kemudian menjadi awal terbukanya diplomasi dan kerjasama yang baik antara Inggris dan Amerika. Jamuan makan tersebut membantu membangun relasi yang kuat antara Inggris dan Amerika. Lalu contoh berikutnya adalah gastrodiplomasi di Thailand yang dimana menggunakan strategi membuka restoran sebanyak-banyaknya di berbagai negara. Seperti contohnya pada tahun 2018 ada 5342 restoran kuliner Thailand di Amerika. 

Hal ini juga mendapat dukungan dan bantuan dari pemerintah karena hal ini merupakan agenda pemerintah Thailand dan juga menjadi salah satu strategi gastrodiplomasi negara Thailand yang diharapkan dapat mendongkrak jumlah wisatawan dan turis yang akan berkunjung ke Thailand. Pemerintah Thailand cukup serius dalam menggeluti gastrodiplomasi ini, hal tersebut dapat dilihat dari sejak tahun 2002 pemerintah telah melatih koki Thailand, memberikan pinjaman kepada pemilik restoran yang ingin pergi ke luar negeri, mempelajari preferensi dari orang luar negeri, dan bahkan membuat prototipe restoran Thailand yang akan sukses di luar negeri. Gastrodiplomasi yang dirancang dengan sedemikian rupa oleh pemerintahan Thailand memberikan hasil didasarkan pada fakta bahwa dengan dukungan gastrodiplomasi wisatawan mancanegara yang datang ke Thailand meningkat pesat, bahkan Thailand merupakan negara di Asia Tenggara yang paling banyak dikunjungi wisatawan. 

Kemudian beralih membahas mengenai peluang gastrodiplomasi di Indonesia, makanan khas Indonesia yaitu rendang dan nasi goreng telah beberapa kali memasuki jajaran makanan top dunia versi CNN. Hal ini merupakan peluang bagi negara Indonesia untuk dapat melaksanakan gastrodiplomasi sebagai suatu sarana untuk membangun kerjasama internasional yang harmonis dan erat sama seperti apa yang telah dilakukan Franklin D. Roosevelt ataupun yang dilakukan oleh pemerintah Thailand, dalam artikel ini penulis akan membahas lebih dalam mengenai peluang Indonesia dalam mempraktikkan gastrodiplomasi guna memenuhi tujuan politis dan tujuan non politis negara.

Diplomasi Publik

Meskipun, diplomasi publik ini memiliki pengertian yang berubah seiring berjalannya waktu, namun pada intinya premis dasar dari diplomasi publik adalah mengenai komunikasi langsung oleh pihak luar negeri dengan tujuan untuk mempengaruhi pemikiran mereka dan pada akhirnya mempengaruhi pemikiran pemerintah mereka. Diplomasi public ini mencakup bidang informasi pendidikan dan budaya, hal ini dapat diartikan bahwa gastrodiplomasi merupakan sub-bagian dari diplomasi publik (Malone, 1985, p. 199).

Makanan dan Diplomasi 

Makanan adalah kebutuhan dasar dari manusia, namun aktivitas makan kemudian dapat dikatakan sebagai aktivitas sosial fundamental yang dimiliki manusia. Aktivitas makan ini menggabungkan signifikansi antara kebutuhan biologis, dimana seorang manusia membutuhkan energi berupa makanan dan signifikansi budaya (Hegarty, 2005, p. 7). Jika kita hanya menganggap makanan hanya sebatas hal untuk memenuhi kebutuhan biologis hal itu nampaknya kurang pas, di dalam makanan terkandung faktor budaya dan psikososial (Hegarty, 2005, p. 7). Selanjutnya, makanan juga dapat dikategorikan sebagai intangible heritage. Sebagaimana telah dikatakan bahwa intangible heritage ini merupakan suatu konsep baru yang kemudian mengalami perkembangan yang pesat dalam setengah abad terakhir (Molina et al., 2016, p. 293).

 Pada tahun 1989 United Nations for Education, Science and Culture Organization (UNESCO) menyebutkan mengenai intangible pertama kali dalam "Recommendation on the Safeguarding of Traditional Culture and Folklore" dan kemudian dari hal ini menstimulasi pengakuan bentuk jenis-jenis intangible heritage lainnya. Makanan juga merupakan intangible heritage yang kemudian menjadi sarana yang kokoh dalam mengintegrasikan berbagai orang maupun komunitas sosial juga untuk memperjelas identitas mereka (Molina et al., 2016, p. 293).

Makanan kemudian termasuk dalam sub-bagian dalam intangible heritage terkhusus disebutkan sebagai konsep gastronomi. Kemudian terdapat istilah gastronomic heritage yang diartikan sebagai suatu hal yang kemudian sering dikaitkan dengan perayaan atau musim tertentu, diturunkan dari generasi ke generasi lain, dibuat dengan cara tertentu, dibedakan serta dikenal karena sifat sensoriknya dan dikaitkan dengan area geografi tertentu, dalam gastronomic heritage terdapat konsep sosialisasi, transmisi, identitas lokal (Molina et al., 2016, p. 303). Gastronomi dipandang sebagai bagian dari identitas lokal dan dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung (Molina et al., 2016, p. 303). 

Makanan memiliki peran penting dalam pariwisata yang berkelanjutan, meningkatnya konsumsi makanan lokal akan meningkatkan ekonomi negara, kemudian perlu dicatat bahwa konsep "membeli barang lokal" ini merupakan suatu hal yang fundamental dalam rangka memperkuat identitas dari negara tersebut, kemudian seluruh negara berlomba-lomba dalam menarik wisatawan, maka dari itu mempromosikan masakan khas lokal berkualitas tinggi dapat menjadi salah satu jalan untuk menarik wisatawan (Sims, 2009, p. 322; Harrington and Ottenbacher, 2010, p.14)

Gastrodiplomasi dan Sejarah Gastrodiplomasi

Konsep dan frasa gastrodiplomasi ini pertama kali dipakai oleh Economist article dalam Thailand's public diplomacy campaign to promote its food and culinary art to the world, kemudian frasa gastrodiplomasi ini semakin populer dan meluas, dalam gastrodiplomasi negara menggunakan makanan sebagai bagian dari upaya negara untuk mempromosikan budaya, membentuk citra yang baik, dan juga mempopulerkan industri makanan mereka untuk menarik wisatawan ataupun membangun hubungan diplomatic atau hubungan politik yang harmonis dengan negara lain (Zhang, 2015, p. 569).

 Gastrodiplomasi ini juga telah dilakukan oleh Franklin Delano Roosevelt pada 11 Juni 1939 yang menjamu King George VI dan Queen Elizabeth di halaman belakang rumahnya dan menjamu tamu kehormatan tersebut dengan menu yang kasual dan tidak formal salah satunya adalah hot dog. Kemudian peristiwa tersebut langsung menjadi berita hangat dan dilansir oleh The New York Times, kemudian dengan adanya hot dog summit ini menjadi awal permulaan hubungan diplomatik yang harmonis antara Amerika Serikat dan Britania Raya atau Inggris.Gastrodiplomasi di berbagai negara Berikut ini adalah tabel komparasi gastrodiplomasi yang telah terlaksana di berbagai negara yang dapat menjelaskan secara singkat bagaimana praktik gastrodiplomasi terlaksana di berbagai negara Sumber: Balakrishnan Nair, Bipithalal. (2021). Gastrodiplomacy in Tourism: 'Capturing Hearts and Minds through Stomachs.

Meninjau Peluang Indonesia dalam Gastrodiplomasi

Indonesia memiliki bekal yang cukup dalam melaksanakan gastrodiplomasi seperti telah dilansir oleh CNN pada tahun 2017 bahwa rendang menjadi makanan terenak di dunia disusul oleh nasi goreng yang menempati posisi kedua makanan terenak di dunia dan sate ayam yang  menempati posisi keempat belas, lalu rendang kembali muncul dalam jajaran makanan terenak di dunia versi CNN 2021 yaitu menempati posisi ke-11 dari 50 daftar makanan terenak di dunia. Tak hanya makanan Indonesia saja yang telah diakui kelezatannya oleh masyarakat dunia, es cendol dan es kelapa muda juga telah memasuki daftar minuman terenak di dunia versi CNN tahun 2017, es cendol menempati posisi ke-45 dan es kelapa muda menempati posisi ke-19. Hal ini menunjukkan bahwa cita rasa lokal Indonesia telah diakui kelezatan cita rasanya oleh masyarakat dunia, hal ini merupakan poin penting yang harus digarisbawahi bahwasanya Indonesia memiliki bekal yang cukup baik dalam pelaksanaan praktik gastrodiplomasi dimana Indonesia memiliki cita rasa khas rempah dan juga cita rasa lokal yang beragam, mungkin kedepannya Indonesia perlu membuat suatu program yang tersusun dengan rapi guna pelaksanaan praktik gastrodiplomasi agar praktik gastrodiplomasi ini dapat berhasil dan dapat menuai hasil yang diinginkan seperti meningkatnya jumlah wisatawan, makanan cita rasa khas Indonesia yang semakin mengglobal dan juga menjalin hubungan diplomatik yang harmonis dengan negara lain melalui jamuan makan.

Simpulan
Kemudian, dapat disimpulkan bahwa gastrodiplomasi ini merupakan cara efektif yang dapat memperkenalkan Indonesia pada kancah dunia, dengan merujuk pada literasi-literasi yang menjadi referensi artikel ini, maka kita dapat pula mempelajari pola-pola gastrodiplomasi di berbagai negara yang dapat dikatakan sudah berhasil menjalankan praktik gastrodiplomasinya, seperti halnya di Thailand yang berhasil dalam gastrodiplomasi sehingga menjadikan Thailand menjadi the most visited country in Southeast Asia. Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam gastrodiplomasi, seperti halnya yang telah dilansir oleh CNN, makanan dan minuman khas Indonesia sempat memasuki deretan makanan dan minuman terenak di dunia. Hal ini dapat diartikan bahwa cita rasa khas Indonesia telah terekognisi oleh masyarakat global, hal ini dapat menjadi suatu poin penting dan bekal bagi Indonesia untuk percaya diri memulai praktik gastrodiplomasi yang lebih masif kedepannya, berkaca juga pada praktik-praktik gastrodiplomasi yang telah berhasil diterapkan di berbagai negara seperti halnya Thailand, Jepang, Korea Selatan, dan lain-lainnya.

Referensi:

Balakrishnan Nair, Bipithalal. (2021). Gastrodiplomacy in Tourism: 'Capturing Hearts and Minds through Stomachs'. 14. 30-40.

Cheung, T., 2017. World's 50 most delicious drinks. CNN. Available at: https://edition.cnn.com/travel/article/most-delicious-drinks-world/index.html [Accessed June 14, 2022]. 

Cheung, T., 2017. Your pick: World's 50 best foods. CNN. Available at: https://edition.cnn.com/travel/article/world-best-foods-readers-choice/index.html [Accessed June 14, 2022].

Harrington, R. J. and Ottenbacher, M. C. (2010) 'Culinary Tourism --- A Case Study of the', pp. 14--32. doi: 10.1080/15428052.2010.490765.

Hegarty, J. A. (no date) 'Journal of Culinary Science & Developing " Subject Fields " in Culinary Arts , Science , and Gastronomy', (October 2014), pp. 37--41. doi: 10.1300/J385v04n01.

Malone, G. D. (1985) 'Managing public diplomacy', Washington Quarterly, 8(3), pp. 199-- 213. doi: 10.1080/01636608509450301.

Molina, M. D. M. et al. (2016) 'Intangible Heritage and Gastronomy: The Impact of UNESCO Gastronomy Elements Intangible Heritage and Gastronomy: The Impact of UNESCO Gastronomy Elements', 8052(June). doi: 10.1080/15428052.2015.1129008.

Rachel B. Herrmann, "No useless Mouth": Iroquoian Food Diplomacy in the American Revolution, Diplomatic History, Volume 41, Issue 1, January 2017, Pages 20--

49, https://doi.org/10.1093/dh/dhw015

Sims, R. (2009) 'Journal of Sustainable Tourism Food , place and authenticity: local food and the sustainable tourism experience', (February 2013), pp. 37--41. doi: 10.1080/09669580802359293.

Zhang, J. (2015) 'The foods of the worlds: Mapping and comparing contemporary gastrodiplomacy campaigns', International Journal of Communication, 9(1), pp. 568-- 591.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun