Dewasa ini begitu banyak persepsi mengenai Tarekat, setiap pengamal memiliki defini masing-masing dalam melihat Tarekat itu seperti apa, Suyuti (2024) Begitu banyak persepsi tentang tarekat seperti mempersepsikan seekor gajah. Setiap orang dapat merumuskan definisi sesuai dengan cara mereka memahaminya, mirip dengan berbagai pendapat tentang gajah. Beberapa mungkin melihat tarekat sebagai mahkota, karena mereka fokus pada aspek tertentu. Yang lain mungkin menganggapnya seperti pipa air karena hanya berinteraksi dengan bagian tertentu. Ada yang melihatnya seperti kipas karena fitur tertentu yang menonjol, sementara yang lain mengibaratkannya seperti tiang karena pengalaman yang mereka miliki. Seperti halnya gajah, banyak dimensi dari tarekat yang mungkin hanya terlihat dari satu sudut pandang.
Tarekat (Arab: Tarqah) dalam pengertian kamus bahasa arab Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-A'lam diartikan sebagai: 1. jalan, cara; 2. keadaan; 3 mazhab, aliran; 4. goresan/garis pada sesuatu; 5. tiang tempat berteduh, tongkat payung; atau 6. yang terkenal dari suatu kaum.
Baca juga:Â Eksistensi Tarekat di Kassi: Warisan Spritual yang terjaga di Maros
Secara terminologi, Menurut Jean (2002) tarekat adalah: a. Perjalanan mistik secara umum, yang melibatkan kombinasi seluruh ajaran dan praktik yang diambil dari Al-Qur'an, Sunnah Nabi Muhammad Saw, dan pengalaman para guru spiritual. b. Kelompok persaudaraan sufi yang sering dinamai sesuai dengan nama pendirinya. Tarekat adalah suatu metode yang diikuti oleh seorang sufi dengan mengikuti aturan-aturan tertentu sesuai dengan arahan dari guru atau Mursyid (Guru Tarekat) mereka dalam setiap komunitas Tarekat, agar seorang murid lebih dekat kepada sang Khaliq Allah Swt.
Tasawwuf, seringkali kita menggunakan istilah "Thariqah," yang secara harfiah berarti "jalan," merujuk pada jalan untuk mencapai Ridla Allah, atau keridhaan-Nya. Dengan pemahaman ini, kita dapat menggambarkan bahwa ada banyak jalur yang mungkin, seperti yang dinyatakan oleh beberapa sufi, "Al-thuruk bi adadi anfasi al-Makhluk," yang berarti "jalan menuju Allah sebanyak nafasnya makhluk," dengan berbagai variasi dan macamnya. Seseorang yang ingin menempuh jalan tersebut harus berhati-hati karena ada yang sah dan ada yang tidak, ada yang diterima dan ada yang tidak, baik secara tradisional maupun non-tradisional. Maksudnya adalah ada tarekat yang diakui sanadnya (Mu'tabarah) dan yang tidak diakui (Gairu Mu'tabarah).(Awaluddin 2016).Â
Baca juga : Menguak Jejak Sejarah Kassi, Labuang, dan Pacelle. Kabupaten Maros
Sejarah Munculnya Tarekat
Pada hakikatnya, tarekat tidak terpisah dari syariat karena tarekat adalah manifestasi dari syariat itu sendiri. Seperti yang sering dikatakan, "syariat tanpa tarekat adalah kosong, sedangkan tarekat tanpa syariat adalah bohong." Abu Bakar Atjeh (2001) dalam bukunya, Pengantar Tarekat, dengan tegas menyatakan bahwa tarekat adalah bagian yang paling penting dari praktik tasawuf. Memahami tasawuf tanpa mengetahui dan mengikuti tarekat adalah usaha yang sia-sia.
Ajaran tasawuf dijelaskan bahwa syariat hanyalah aturan, sedangkan tarekat adalah cara untuk melaksanakan syariat tersebut. Ketika seseorang telah memahami dan menguasai syariat dan tarekat, maka akan lahir pemahaman yang lebih dalam, yang disebut ahwal, yang pada akhirnya bertujuan mencapai makrifat, yaitu mengenal dan mencintai Tuhan sebaik-baiknya.
Nabi Muhammad saw. sendiri telah memberikan contoh praktik kesufian dalam hidupnya, seperti menghabiskan waktu di Gua Hira sebelum menerima wahyu, serta pengalaman Isra' Mi'raj. Selain itu, ada juga sekelompok sahabat yang fokus pada aspek rohani dalam kehidupan mereka, seperti ahl al-suffah. Dengan demikian, praktik tasawuf dan tarekat memiliki dasar dalam ajaran Nabi saw. dan sahabatnya, yang menekankan aspek spiritualitas.
Hal ini diperkuat dengan hadis tentang ketibaan Jibril as. yang menyampaikan prinsip-prinsip Islam, iman, dan ihsan, yang terakhir merupakan dasar ajaran dalam tarekat, Basyuni (2002) dalam kitab Nasy'ah al-Tashawwuf al-Islamiy menurut Muhammad Shadiq al-Gumri:
Artinya: "Islam adalah tentang ketaatan dan pengabdian, iman adalah tentang keimanan dan keyakinan, dan ihsan adalah tentang kesadaran akan Allah dan pengamatan langsung (seperti yang disampaikan oleh Nabi saw.). Ihsan merupakan keadaan di mana seseorang menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya, dan jika tidak, maka dengan keyakinan bahwa Dia senantiasa melihatnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang meninggalkan praktik ihsan, yaitu tarekat, dapat dipertanyakan keberagamaan atau kesempurnaan imannya, karena mereka telah meninggalkan sesuatu yang menjadi pilar kehidupan spiritual mereka".
Praktik ihsan ini juga di jelaskan pada rujukan yang lain lihat sumber Nuonline.Id (2023) mengutip dalam kitab Arba'in Nawawi karangan Imam Nawawi (2009): Â
Yang Artinya:
Umar radhiyallahu'anhu menceritakan suatu kejadian ketika mereka sedang duduk bersama Rasulullah saw. Tiba-tiba, datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju putih bersih dan berambut hitam pekat, tidak terlihat seperti orang yang baru melakukan perjalanan jauh, dan tidak dikenal oleh siapapun di antara mereka. Laki-laki itu kemudian duduk di depan Nabi dan menempelkan lututnya pada lutut Rasulullah sambil bertanya, "Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku tentang Islam." Rasulullah menjawab bahwa Islam adalah bersaksi bahwa hanya Allah yang berhak disembah dengan benar dan Muhammad adalah utusan-Nya, melakukan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan melakukan ibadah haji jika mampu. Setelah disebutkan, laki-laki itu mengatakan bahwa jawaban itu benar. Para sahabat heran karena yang bertanya juga yang membenarkan. Lalu, dia bertanya tentang iman, dan Rasulullah menjawab bahwa iman adalah percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik maupun buruk. Laki-laki itu kembali mengatakan bahwa itu benar. Kemudian, dia bertanya tentang ihsan, dan Rasulullah menjelaskan bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya, meskipun kita tidak bisa melihat-Nya, namun Dia senantiasa melihat kita. Laki-laki itu kembali mengatakan bahwa itu benar. Terakhir, dia bertanya tentang hari kiamat, tapi Rasulullah menjawab bahwa yang ditanyakan tidak lebih tahu daripada yang bertanya. Namun, ketika laki-laki itu bertanya tentang tanda-tandanya, Rasulullah menyebut beberapa tanda seperti saat seorang hamba melahirkan tuannya, orang-orang miskin dan penggembala domba bersaing dalam membangun gedung. Setelah laki-laki itu pergi, Rasulullah bertanya kepada Umar apakah dia tahu siapa yang bertanya. Umar menjawab bahwa hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Rasulullah kemudian menjelaskan bahwa laki-laki itu adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan agama kepada mereka. (Riwayat Muslim). (Imam an-Nawawi, 2009).
Dengan demikian, Suyuti (2024) dalam bukunya Tarekat Khalwatiyah, praktik ihsan atau tarekat tidak dapat dipisahkan dari Islam dan iman, yang telah diajarkan oleh Nabi saw. yang menekankan aspek rohani. Meskipun demikian, tradisi tarekat berkembang secara signifikan dan diakui secara resmi menjelang akhir abad kedua Hijriah, karena upaya para sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah swt melalui praktik tarekat.
Berdasarkan pemaparan diatas kita bisa mengambil pelajaran bahwa praktek Tarekat dalam perkembangannya muncul sejak masa nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dengan konsep pembahsan ihsan.Pada mulanya, tarekat merupakan praktik ibadah yang diajarkan secara khusus kepada individu tertentu. Sebagai contoh, Rasulullah mengajarkan wirid atau zikir yang harus dipraktikkan oleh Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat lainnya. Pengajaran khusus ini disampaikan oleh Rasulullah sesuai dengan kebutuhan individu yang menerimanya, terutama yang berkaitan dengan faktor psikologis.
Baca juga: Kampung Kassi, Labuang dan Pacelle. Sumber Identitas dan Harmoni Sosial
Pada fase berikutnya, ajaran khusus yang diterima oleh beberapa sahabat dari Rasulullah disebarkan secara selektif oleh mereka kepada orang lain. Meskipun tidak semua orang dianggap layak menerima ajaran tertentu, namun jumlah penerima ajaran tersebut biasanya bertambah banyak seiring waktu. Akhirnya, ajaran itu menjadi bagian dari komunitas tertentu dan menjadi kekuatan sosial utama yang tersebar di hampir semua lapisan masyarakat Muslim. Hal ini kemudian membentuk perkumpulan khusus, atau berkembang menjadi suatu tarekat. Burhani (2002:101).
Menurut artikel Siregar (2009) Harun Nasution menjelaskan evolusi tasawuf menjadi tarekat dalam tiga tahap. Tahap awalnya adalah kanaqah, di mana guru dan kelompok muridnya, sering berpindah-pindah tempat, mengikuti aturan minimal untuk menjalani kehidupan sederhana. Pada abad ke-10, hal ini berkembang menjadi pendirian pondok-pondok yang seragam dan umum.
Prinsip bimbingan di bawah seorang guru menjadi prinsip utama yang diterima. Secara intelektual dan emosional, ini merupakan gerakan yang bersifat aristokratik. Mereka menggunakan metode kontemplasi dan latihan individual dan kelompok untuk mencapai ekstase. Tahap kedua, yang terjadi pada abad ketiga belas selama zaman Saljuq, merupakan periode penting dalam perkembangan tarekat Sufi. Selama periode ini, terjadi transmisi doktrin, aturan, dan metode antara tokoh-tokoh spiritual. Mazhab-mazhab mistisisme terus berkembang dengan lancar.
Silsilah thariqah, yang berasal dari sosok yang tercerahkan, menjadi semakin terorganisir. Ada juga adaptasi dan penjinakan terhadap semangat mistik dalam Sufisme, disesuaikan dengan standar tradisi dan legalisme. Pada tahap ketiga, yang terjadi pada abad kelima belas selama pembentukan Kekaisaran Ottoman, terjadi transmisi bai'at bersama-sama dengan doktrin dan aturan. Sufisme menjadi gerakan yang semakin populer, dan fondasi-fondasi baru terbentuk dalam aliran-aliran tarekat. Tarekat-tarekat ini bercabang menjadi banyak 'ordo', yang sepenuhnya terintegrasi dengan kultus orang suci.Â
Tasawuf, yang pada awalnya merupakan bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara khusus kepada orang-orang tertentu, mengalami perkembangan pesat. Jumlah pengikutnya semakin bertambah, sehingga menjadi suatu komunitas yang membentuk kekuatan sosial perkumpulan khusus. Perkembangan ini memunculkan organisasi sufi yang melestarikan ajaran syaikhnya. Organisasi sufi tersebut berperan penting dalam menyebarkan ajaran tasawuf dan menjadikannya sebagai kekuatan spiritual dan sosial yang berpengaruh dalam peradaban Islam yang kemudian disebut dengan Tarekat.
Macam-macam Tarekat Mu'tabarah
Studi sejarah, Saiful Mujab (2019) ulama yang ahli dalam nilai-nilai Islam, baik dari sudut pandang syariat maupun Tasawwuf atau spiritualitas, telah melakukan penelitian dan telaah mendalam tentang perkembangan tarekat di berbagai wilayah dunia dan pengaruhnya. Hasil dari penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dalam dunia Tasawwuf Islam, ada tarekat yang dianggap sah dan ada pula yang dianggap tidak sah.
Suatu tarekat dianggap sah atau mu'tabarah jika amalan-amalan yang dilakukan dalam tarekat tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara syariat. Namun, jika amalan-amalan tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariat, maka tarekat tersebut dianggap tidak memiliki dasar keabsahan.
Tarekat yang termasuk dalam kategori ini disebut sebagai tarekat ghairu mu'tabarah atau tidak sah. Konteks lain menjelaskan, Abdullah (2002:313) tarekat yang dianggap sah atau mu'tabarah adalah yang menggabungkan antara syariat (aspek lahiriah) dan hakikat (aspek batiniah), memiliki silsilah (rantai guru yang bermula dari Nabi Muhammad saw.), serta memberikan ijazah dari mursyid kepada muridnya. Di sisi lain, tarekat yang tidak memenuhi kriteria ini disebut sebagai tarekat ghairu mu'tabarah atau tidak sah.
Kategori utama yang digunakan sebagai patokan untuk menilai suatu tarekat, apakah termasuk mu'tabarah atau tidak, adalah Al-Qur'an, Sunnah Nabi Muhammad saw, dan amalan-amalan para sahabat yang disetujui atau dibiarkan oleh Nabi. Semangat yang mendasari tarekat mu'tabarah adalah harmonisasi dan keselarasan antara ajaran-ajaran esoteris (batiniah) dan eksoteris (lahiriah) dalam Islam. Semangat ini pertama kali diinisiasi oleh al-Qusyairi, kemudian dirumuskan secara lebih jelas oleh al-Ghazali, mencapai puncaknya. Dalam hal ini, Al-Qur'an dan Sunnah Nabi senantiasa menjadi kriteria utama untuk menilai keabsahan sebuah tarekat.
Mahmud Suyuti & Hannani (2024) Untuk mencegah penyimpangan dalam praktik tarekat, para ulama sufi terdahulu, khususnya di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), membentuk sebuah wadah yang disebut Jam'iyyah Ahlith Thariqah al-Mu'tabarah al-Nahdliyyah atau disingkat JATMAN.
Tujuan dari JATMAN adalah untuk memberikan pedoman yang ketat mengenai tarekat yang diakui sebagai sah (muktabar) dan yang tidak sah (ghairu muktabar). Secara organisatoris, JATMAN secara efektif mulai beroperasi pada bulan Rajab 1399 H, yang bertepatan dengan bulan Juni 1979 M. Kelahiran resmi JATMAN didasarkan pada keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-26 yang diadakan di Semarang.
Ada 44 tarekat yang diakui sebagai sah, shahih, dan tergabung dalam bagian integral Jam'iyah Ahlit Thariqat al-Muktbarah al-Nahdliah (JATMAN). Berikut ini adalah daftar tarekat tersebut. Pandangan Aly Masyhar (2021), JATMAN mencatat terdapat 44 tarekat yang bisa dimasukkan al-mu'tabarah, yaitu: Abbasiyah, Ahmadiyah, Akbariyah, Alawiyah, Bairumiyah, Bakdasiyah, Bakriyah, Bayumiyah, Buhuriyah, Dasuqiyah, Ghaibiyah, Ghazaliyah, Haddadiyah, Hamzawiyah, Idrisiyah, Idrusiyah, Isawiyah, Jalwatiyah, Justiyah, Kalsyaniyah, Qadiriyah, Khalwatiyah, Khalidiyah wa Naqsyabandiyah, Kubrawiyah, Madbuliyah, Malawiyah, Maulawiyah, Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Rifa'iyah, Rumiyah, Sa'diyah, Samaniyah, Sumbuliyah, Sya'baniyah, Syaziliyah, Syattariyah, Suhrawardiyah, Tijaniyah, Umariyah, Usyaqiyah, Usmaniyah, Uwaisiyah, Zainiyah, dan Tarekat Ahli baca al-Qur'an, Sunnah, Dalailul Khairat, pengajianFath al-Qarib dan Kifayat al-Awam.
Referensi:
- Abdullah, Taufik. 2002. "Tarekat", Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Vol. 3. Hlm. 313.
- Atjeh, Abu Bakar. 2001. Pengantar Ilmu Tarekat, (Uraian Tentang Mistik). Solo: Ramadhani.
- Awaluddin. 2016. Sejarah dan Perkembangan Tarekat Nusantara. Bengkulu: ejournal.uinfasbengkulu.ac.id.
- Banten.Nu.Online.Id. 2023. Manifestasi Iman, Islam dan Ihsan. Online: diakses pada 02 Juni 2024. https://banten.nu.or.id/ramadhan/manifestasi-islam-iman-dan-ihsan-d7sW0.
- Basyuni, Ibrahim. 2002. Nasy'ah al-Tashawwuf al-Islamiy. Mesir: Dar al-Ma'ruf, Cet. III.
- Burhani, Ahmad Najib. 2002. Tarekat Tanpa Tarekat, Jalan Baru Menuju Sufi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Hlm. 101.
- Jean, Louis Michon. 2002. Praktek Spiritual Tasawuf. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, terj. Rahmani Astuti. Bandung: Mizan. Hlm. 357-394.
- Mujab, Saiful. 2019. Fenomena Tarekat Dalam Tradisi Pesantren: Analisis Sosio Historis terhadap Perkembangan Tarekat dan Pesantren di Indonesia. Kediri: IAIN Kediri.
- Suyuti, Machmud & Hannani. 2024. TAREKAT KHALWATIYAH Dari Syeikh Yusuf al-Makassary ke Puang Makka. Pare-pare: IAIN Pare-pare Nusantara Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H