Mohon tunggu...
Shaleh Muhammad
Shaleh Muhammad Mohon Tunggu... Jurnalis - Kuli Kata

Pejalan Sunyi, menulis dalam gelap.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Opini | Jalan Terjal Menuju Pilkades 43 Desa di Majene

22 Mei 2023   02:36 Diperbarui: 22 Mei 2023   02:57 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian 1

Kepala desa adalah pemimpin tertinggi di pemerintaha desa. Pemilihan kepala desa adalah pesta demokrasi. Masyarakat desa bebas memberikan suara kepada calon kepala desa yang dianggap mampu mengemban amanah sebagai kepala desa. 

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ada dua jenis pemimpin di desa yang bisa menduduki jabatan kepala desa. Adalah kepala desa yang terpilih langsung melalui proses demokrasi di desa dan penjabat sementara kepala desa yang di angkat oleh Bupati atau Walikota. 

Dari dua paragraf di atas sebagai pendahuluan tentang apa yang ingin penulis sampaikan.

Di Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat telah terjadi sebuah kebingungan di tengah masyarakat. Ramai diperbincangkan tentang pelaksanaan pemilihan kepala desa tahun 2023 namum banyak pula suara-suara sumbang tentang penundaan pilkades. 

Kalangan bawah, dan bahkan di tubuh pemerintah sendiri terjadi kegaduhan. Tentu hal itu dapat dilihat dengan proses panjang pembahasan pilkades oleh Pemerintah Kabupaten Majene dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Majene, bahkan telah sampai kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Mari kita simak rangkain perjalanan panjang menuju Pilkades serentak 43 desa di Majene !

Pada bulan Oktober tahun 2022 banyak isu beredar tentang penundaan Pilkades di Majene. Di media sosial ramai diperbincangkan  bahwa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Majene telah mencabut usulan Peraturan Bupati tentang Pemilihan Kepala Desa tahun 2023. Hal itu sontak membuat para kepala desa geram dan mendatangi Kantor DPMD dan DPRD Majene.

Namun isu tersebut di bantah oleh Kepala DPMD, Sudirman. Dikutip dari Radar Sulbar pada tanggal 2 Oktober, ia menyampaikan bahwa ada kekeliruan dalam rancangan Perbup tersebut. 

"Ini ada kekeliruan dan rancangan Perbub ini, sehingga kami akan dorong kembali ke Bagian Hukum berdasarkan hasil RDP dengan Komisi II  DPRD Majene beberapa waktu lalu," ungkap Sudirman.

Namun sebelumnya, Dinas PMD Majene bersama Aliansi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) telah  berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pelaksanaan Pilkades  tahun 2023. 

Hasil konsultasi itu memastikan penyelenggaraan Pilkades bisa digelar sebelum berlakunya moratorium pada Oktober 2023. Sementara masa jabatan sejumlah Kades di Majene berakhir pada November 2023.

Sehingga PMD Majene mengupayakan pelaksanaan , dilaksanakan pada Mei atau Juni 2023 atau pertengahan tahun sebelum pemberlakuan moratorium.

Setelah itu riak-riak pelaksanaan atau penundaan Pilkades sudah tidak terdengar kabarnya lagi. 

Namun memasuki tahun 2023 isu Pilkades kembali mucul kepermukaan. Namu kali ini nampaknya jalan terjal menuju Pilkades semakin panjang. Rupanya hadir masalah baru, persoalan anggaran. 

Dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung DPRD Majene tanggal 15 Maret 2023, Adi Ahsan, selaku Wakil Ketua II DPRD mempertanyakan anggaran Pilkades yang dianggap kurang. Pasalnya anggaran pelaksanaan Pilkades yang awalnya diformulasikan sesuai permintaan DPMD Majene sebanyak Rp 1 Miliar ternyata hanya  Rp 300 juta. 

Adi Ahsan meminta agar BKAD menambah Rp 500 juta agar anggaran Pilkades sebanyak Rp 800 juta.

Permintaan tersebut disetujui oleh Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), Kasman. Namun pada perubahan anggaran tahun 2023.

Masih RDP. Pada tanggal 12 Mei 2023 DPRD kembali membahas anggaran Pilkades bersama dinas terkait dan perwakilan kepala desa. Anggota DPRD Majene kembali mempertanyakan jumlah anggaran yang hanya berjumlah Rp 300 juta. 

Namun masih pada tahap menambah jumlah anggaran pada APBD Perubahan. 

Sekretaris DPMD Majene, Muhammad Waris, mengatakan bahwa anggaran Rp  300 juta yang disediakan oleh Pemkab Majene saat ini bisa saja digunakan untuk pelaksanaan Pilkades hingga pada tahapan hari pencoblosan nantinya.

"Anggaran itu bisa kita maksimalkan sampai hari pencoblosan saja, belum pembiayaan lainnya. Artinya kita menunggu anggaran tambahan untuk pelaksanaan Pilkades sampai akhir," jelasnya. 

Sementara itu, Anggota DPRD dari Partai Amanat Nasional (PAN), Hasriadi, memberikan solusi kepada Pemda Majene bila kesulitan dengan mepetnya waktu pelaksanaan Pilkades. 

"Pelaksanaan Pilkades bulan November, kemudain pengesahan anggaran perubahan kita lakukan pada bulan Oktober, jadi masalah selesai. Kalaupun terkendala dengan itu, maka SK Parsial bisa kita lakukan. Karena keadaan mendesak, mengingat DPRD mendesak karena kita semuanya ingin menjalankan roda pemerintahan," jelas Hasriadi. 

Selesai sampai disini. Pelaksanaan Pilkades semakin nyata di depan mata, seperti harapan 43 kepala desa di Majene.

Babak baru telah dimulai, rupanya Pilkades memang banyak cobaan. Suara penolakan mulai muncul kepermukaan. Ada gerakan lain dari bawah, tetapi apakah hal itu perintah dari atas? Tentu penulis tidak akan membentuk opini baru dalam tulisan ini, tetapi yang pastinya suara-suara penundaan Pilkades semakin nyaring saja bunyinya. Saya teringat pepatah : Tong kosong nyaring bunyinya. Oyah ini hanya pelumas saja, layaknya pelumas bagi kapal tua---yang dipenuhi karat akibat kelamaan dianggurin.

Permohonan Penundaan dari Forum BPD

Pada tanggal 16 Mei 2023, Ketua Forum Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kabupaten Majene gelar aksi di halaman Kantor Bupati Majene. Massa aksi meminta bupati untuk mempertimbangkan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tahun 2023.

Munir, Ketua Forum BPD mengatakan, setelah kami berdiskusi bersama teman-teman BPD Majene, ada sejumlah pertimbangan sehingga Forum BPD melakukan aksi untuk meminta Bupati Majene mempertimbangkan pelaksanaan Pilkades 2023.

"Jadi penting dipahami, Forum BPD bukan ingin memghalangi Pemerintah Kabupaten Majene dalam melaksanakan penyelenggaraan Pilkades. Hanya saja, kita minta bupati untuk mempertimbangkan secara baik dengan memerhatikan sejumlah aspek," ujar Munir, Selasa (16/05/23).

Pilihan yang sulit, DPRD dan Kepala Desa mengupayakan pelaksanaan Pilkades sementara BPD menyarankan penundaan Pilakdes. Kita mau ikut yang mana? Sama-sama mewakili suara rakyat soalnya. 

Meski mangaku tidak mengahalangi, tetapi sangat jelas Forum BPD menginginkan adanya pertimabangan dari Bupati Majene untuk pelaksanaan Pilkades. Apakah itu tidak sama saja? Biarkan masyarakat yang menilai, dan menunggu apakah tahapan Pilkades segera dimulai atau sebaliknya malah ditunda. 

Jika Pilkades di Tunda? 

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dalam Pasal 46 dijelaskan ketika seorang kepala Desa berhenti dalam hal sisa masa jabatannya tidak lebih dari 1 (satu) Tahun maka Bupati/Walikota mengangkat Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai Penjabat Kepala Desa sampai dengan terpilihnya Kepala Desa yang baru.

Sudah cukup terang jika Pilkades ditunda maka sebanyak 43 orang PNS yang akan diangkat sebagai Penjabat Kepala Desa di Kabupaten Majene. 

Pertanyaanya adalah, bagaimana efektivitas Penjabat Kepala Desa mewujudkan kesejahteraan masyarakat?

Kita mulai dari kata efektivitas. Efektivitas pada dasarnya berasal dari kata "efek" dan sering digunakan sebagai hubungan sebab akibat. Kata efektif juga berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang artinya berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. 

Dalam kamus ilmiah populer  mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa efektivitas yaitu suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau pencapaian suatu tujuan yang diukur dengan kualitas, kuantitas dan waktu sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. 

Efektivitas ini merupakan suatu tingkat keberhasilan yang dihasilkan oleh seseorang atau suatu organisasi dengan cara tertentu sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran sesuai yang hendak dicapai. Maka dari itu, semakin banyak rencana yang berhasil dicapai maka suatu kegiatan dianggap semakin efektif.

Ditinjau dari indikator dengan menggunakan tolak ukur teori efektivitas kerja yang dikemukakan oleh Steers dengan memperhatikan 5 kriteria penilaian dalam mengukur efektivitas kinerja, yaitu produktivitas kerja, kemampuan kerja, kemampuan adaptasi, kemampuan bersaing, dan pengelolaan dinamika konflik.

Untuk menjadi sorang Penjabat Kepala Desa harus memliki lima kriteria tersebut di atas. Namun bukan berarti hal itu tidak berlaku kepada kepala desa yang dipilih langsung oleh rakyat, tentu sama saja. 

Ulasan ini tentu belum lengkap, dan bisa saja memuat banyak kekeliruan. 

Silahkan berikan saran dan komentar untuk penulis. 

Wassalam.

Penulis : Shaleh Muhammad Sr

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun