Pemerintah telah menetapkan 204 proyek dan 13 program dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Sejak 2016 hingga semester II-2023, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mencatat penyelesaian 190 PSN dengan estimasi nilai investasi Rp1.514 triliun
PSN tersebar di 14 sektor, dengan proyek terbanyak di sektor jalan (48 proyek), bendungan dan irigasi (56 proyek), kereta api (13 proyek), energi (17 proyek), pelabuhan (15 proyek), sanitasi dan air bersih (9 proyek), serta bandara (7 proyek).
Kemudian, PSN di Sulawesi sebanyak 27 proyek dengan nilai investasi Rp1.170,36 triliun, PSN di Bali dan Nusa Tenggara dengan 20 proyek dengan nilai investasi Rp58,6 triliun, 13 proyek di Kalimantan dengan nilai investasi Rp205,76 triliun, dan 17 proyek di Maluku dan Papua dengan nilai investasi Rp945,16 triliun.
Di bidang transportasi, beberapa yang telah dibangun adalah kereta api Makassar-Parepare, Kereta Api Express Soekarno-Hatta-Sudirman, MRT Jakarta, LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi, dan LRT Sumatera Selatan, serta Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung, Bitung, dan Patimbang.
“Pembangunan infrastruktur transportasi di daerah-daerah, baik bagian barat maupun timur Indonesia untuk memastikan konektivitas antarwilayah bahkan hingga ke pelosok pegunungan, dapat terjalin dengan baik," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, akhir bulan lalu.
Menhub mengakui pembangunan sektor transportasi selama kurun waktu 10 tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dihadapkan dengan sejumlah tantangan, yakni perubahan iklim, kerusakan lingkungan dan polusi, kelangkaan sumber daya, dan pandemi COVID-19.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal kepada ANTARA mengakui bahwa pembangunan infrastruktur yang masif dalam satu dekade terakhir adalah capaian yang luar biasa, mengingat kondisi infrastruktur Indonesia sebelum era Jokowi sangat terbatas.
Upaya pembangunan, terutama di luar Pulau Jawa, telah berkontribusi besar dalam mengurangi kesenjangan infrastruktur yang selama ini menjadi permasalahan utama
Meskipun pembangunan di luar Jawa telah mengalami percepatan, infrastruktur yang dibangun belum diikuti dengan pertumbuhan pusat-pusat ekonomi di daerah. Hal ini menyebabkan potensi daerah di luar Jawa untuk tumbuh secara mandiri masih terbatas.
Selain itu, dampak industrialisasi, khususnya melalui program hilirisasi, masih belum optimal. Program hilirisasi yang baru berjalan dalam 5 tahun terakhir dan terfokus pada sektor pertambangan serta komoditas tertentu, belum mampu memberikan nilai tambah secara signifikan
Sektor industri pertumbuhannya masih sekitar 4 persen per tahun, di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. "Artinya, masih menyerupai fenomena atau mendekati parameter deindustrialisasi,” ucap Faisal.