Biaya pemilu di Indonesia itu sangat amat besar. Pada dasarnya biaya itu terdiri atas :
1. Biaya langsung penyelenggaraan yg dikeluarkan oleh negara
2. Biaya langsung pemenangan yg dikeluarkan oleh masing-masing kandidat
3. Biaya tak langsung karena penyelenggaraan pemilu, spt jalan yg ditutup karena kampanye, libur karena hari coblosan, biaya pengamanan yg berbeda dari biaya penyelenggaraan.
Secara kasar diperkirakan biaya pesta demokrasi ini tak kurang memakan biaya mencapai 200 trilyun untuk 3 komponen biaya diatas dalam siklus 5 tahunan. Biaya untuk komponen 1 sejak 2014 sudah menghabiskan 65 trilyun rupiah.
Hasilnya ? Sekian banyak anggota DPR, Kepala Daerah yang hanya berakhir di balik jeruji besi alias dipenjara karena kasus korupsi. Artinya, rakyat yang perkapita sudah keluarkan 800 ribu perorang utk dapatkan wakil dan pemimpin masih harus keluar biaya lagi dalam bentuk korupsi yg dilakukan oleh pemimpin hasil proses demokrasi tersebut.
Kesimpulannya ? Proses demokrasi itu mahal tapi hasilnya tak memuaskan. Dengan anggaran sebesar itu ratusan ribu sekolah bisa dibangun, ribuan rumah sakit jg bisa dibuat.Â
Mengapa demikian ? Karena demokrasi itu mudah dimanipulasi. Pemilihan pemimpin dan wakil secara proses demokrasi mengandalkan pada suara setiap warga yang dinilai dan berbobot sama untuk seluruh masyarakat. Jadi suara ulama dengan 3 gelar doktor, suara professor, suara anak alay baru lulus SMA, suara remaja tanggung baru patah hati itu berbobot sama, satu suara. Padahal jelas kematangan menentungan pilihan dari berbagai kategori ini berbeda.
Pemilihan model ini mengharuskan para calon atau kandidat untuk lakukan kampanye agar dikenal. Padahal yang terjadi pada hakikatnya adalah para kandidat berusaha membuat dirinya agar terpilih dengan menggunakan berbagai teknik rekayasa dan komunikasi massa.
Disinilah model proses demokrasi semacam ini memerlukan tim sukses yang terdiri atas berbagai pakar, ahli komunikasi massa, ahli psikologi, ahli media, ahli bahasa dan semantik. Dengan tim sukses yang canggih ini, seorang bandit bisa dipoles jadi dermawan, seorang galak bisa disihir jadi orang santun, dan seorang bajingan sekalipun bisa terlihat bagai seorang polos lugu tanpa dosa.
Rekayasa ini menggunakan cara massif, lewat berbagai media dan televisi, dengan cara terukur dan terencana secara cermat. Banyak yang disangka terjadi secara kebetulan sebenarnya adalah sesuatu tindakan sengaja dengan tujuan tertentu.
Karena itu perlu dicarai alternatif lain untuk sistem politik yang berbiaya murah tapi bisa menghasilkan penyelenggara negara yang berkualitas, berdedikasi tinggi, dan mampu melakukan tugasnya dengan baik.
Seorang pilot yang ditangannya tergantung nasib limaratusan orang penumpang pesawat jumbo yang dikemudikannya hanya bisa menjalankan tugas setelah lewat ujian berlapis, test berlapis dan memperoleh sertifikat kelayakan. Bukan cuma itu, setiap kali akan bertugas pilot diperiksa apakah sehat dan bugar untuk menjalankan tugasnya.Â
Sekarang pemimpin negara yang bukan hanya bertanggung jawab atas ratusan penumpang, bahkan ratusan juta orang rakyat yang dipimpinnya hanya ditunjuk lewat syarat yang sangat lemah dan bahkan hanya mensyaratkan lulus SMA atau Sarjana.Â
Jadi bisa dikatakan melakukan seleksi untuk mendapatkan pemimpin itu bukan jalan yang buruk, tapi jalan yang berlipat kali lebih baik dibanding lewat pemilihan. Dengan seleksi maka banyak dimensi dari kandidat bisa diukur. Seleksi untuk pemimpin bisa dilakukan lewat ujian, wawancara, dan berbagai test lain seperti :
1. Ujian pengetahuan ketatanegaraan
2. Ujian pengetahuan tentang hukum dan perundangan
3. Ujian tentang sistem perekonomian dan ekonomi makro
4. Ujian tentang sejarah negeri dan sejarah internasional
5. Ujian kemampuan bahasa asing lisan dan tulisan
6. Seleksi kemampuan berorganisasi dari pengalaman organisasi yang pernah dilakukan
7. Uji kesehatan melihat kesehatan sehingga kandidat bisa dipastikan tak mengidap penyakit kronis yang diperkirakan akan mengganggu tugasnya atau tak bisa bertugas di tengah masa jabatan
8. Uji kemampuan retorika dan menyampaikan pesan secara terstruktir tanpa bias dan multitafsir
9. Uji psikologi untuk mengukur kesehatan mental
10. Ujian kejujuran lewat test psikologi.
11. Ujian psikologi untuk mengukur tingkat kestabilan emosi
Berbagai ujian diatas dijamin akan memberikan presiden yang jauh lebih baik kualitas personalnya. Ujian diatas mengukur kemampuan personal disamping melihat kemampuan dalam berorganisasi. Ujian dan seleksi ini dijamin akan sangat murah dan tak akan lebih dari 1 juta per individu.
Satu-satunya hal negatif dalam uji seleksi diatas adalah  memungkinkan kandidat terbaik muncul dari kelompok minoritas baik ras, suku, dan agama. Ini mengakibatkan kekuatiran banyak pihak karena esensi demokrasi adalah kandidat harus mewakili kelompok mayoritas.
Solusi problem ini adalah dengan membuat konvensi. Banyak negara di dunia yang mempunyai konvensi baik tertulis atau tak tertulis menyangkut kepemimpinan nasional. Di Lebanon berlaku konvensi presiden  haruslah dari kelompok Kristen Maronit, PM harus dari kelompok Islam Sunni dan Ketua Parlemen harus dari kelompok Syiah.Â
Hal ini juga bisa diterapkan misalnya dengan membuat konvensi bahwa Presiden, Wakil Presiden, Panglima militer, Menteri dalam negeri, Menteri Pendidikan, Menteri agama, Menteri Luar negeri, Ketua Parlemen harus berasal dari kelompok agama mayoritas. Tentu hal ini akan ditentang oleh kelompok minoritas, dan konsekuensinya mempertajam friksi antara mayoritas dan minoritas.
Mungkinkah hal ini diterapkan ? Mungkin saja. Tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Sampai Abad 19, masih dianggap mustahil manusia bisa terbang. Di abad kedua puluh terbukti bahkan manusia bisa terbang pulang pergi ke ruang angkasa, dan bisa membuat benda yang lebih besar dari rumah dan memuat 500 orang melayang di angkasa.
Peradaban manusia selalu berusaha mencari sistem paling tepat yang bisa dibuat demi kesejahteraan manusia. Tapi upaya ini selalu gagal selama kalah karena ada kelompok serakah yang punya agenda sendiri demi kepentingan kelompoknya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H