Para mahasiswa telah mengantisipasi kedatangan delegasi atau perwakilan parlemen dari Portugal yang masih diakui oleh PBB secara resmi dan legal sebagai penguasa administrasi Timor Timur. Rencana ini dibatalkan setelah Jakarta merasa keberatan karena hadirnya Jill Joleffe sebagai anggota delegasi itu. Joleffe adalah seorang wartawan Australia yang dipandang mendukung gerakan kemerdekaan Fretilin.
Beberapa aktor yang secara jelas berkontribusi dalam kasus ini adalah antara lain pemerintah Indonesia dengan masyarakat Timor-timur yang mengaharapkan kemerdekaannya(Jerry Indrawan 2004). Dua aktor tersebut dijadikan sebagai aktor utama yang secara jelas dapat dilihat sedang mengalami kontra. Sedangkan aktor sekunder atau actor secara tidak langsung adalah Australia yang awalnya berperan sebagai mediator, tetapi ternyata seiring perjalanannya, malah menjadi provokator dan ikut-ikutan secara tidak langsung membantu pihak Timor-timur untuk mendapat kemerdekaanya (securitizing actor).
Securitizing actor adalah pihak yang seharusnya berada di luar pihak yang berkonflik (third party), akan tetapi mengunakan pengaruhnya untuk memprovokasi salah satu pihak yang berkonflik, dan membuat konflik yang terjadi mengalami eskalasi.
4. Tindakan Pemerintah Indonesia Atas Timor Timur
Pemberian otonomi atau kekuasaan yang luas menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu bentuk penyelesaian akhir yang adil, menyeluruh, serta dapat diterima secara internasional. Cara ini menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu cara penyelesaian yang setidaknya realistis,dan mungkin akan terlaksanakan, dan dianggap paling bersifat damai, sekaligus merupakan suatu kompromi yang seimbang antara integrasi penuh dan aspirasi kemerdekaan. Tawaran dari pemerintah berupa Otonomi luas tersebut memberi kesempatan bagi rakyat Timor Timur untuk dapat memilih Kepala Daerahnya sendiri, menentukan kebijakan didaerahnya sendiri, dan dapat mengurus otonomi daerahnya sendiri. Keputusan untuk mengeluarkan Opsi mengenai otonomi luas di Timur Timur diambil oleh Presiden B.J.Habibie karena integrasi wilayah itu ke Indonesia selama hampir 23 tahun belum mendapat pengakuan dari PBB (Lavianus D Melsasail, 2016).
keputusan keluarnya Opsi lainnya juga didasari oleh sikap Presiden B.J. Habibie yang menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) dan memberikan kebebasan di atas prinsip kemerdekaan kepada setiap rakyat Indonesia.Pengambilan keputusan terhadap penyelesaian persoalan Timor Timur menurut beberapa pakar dan pengamat politik Indonesia dianggap sebagai suatu tindakan yang gegabah. Hal itu dilandasi dengan alasan bahwa keadaan situasi di dalam negeri Indonesia sedang mengalami masa-masa sulit terbukti dengan adanya pertama, krisis ekonomi-moneter yang sedang dialami oleh negara Indonesia sejak tahun 1997 dan berdampak terhadap politik Indonesia sehingga menimbulkan krisis multidimensional yang ditandai dengan jatuhnya Pemerintahan Presiden Soeharto.
pada saat Presiden B.J Habibie mengumumkan keikutsertaan Pemerintah Republik Indonesia yaitu pada tanggal 9 Juni 1998 untuk memberikan “ status khusus dengan Otonomi luas”. Pemberian status ini dianggap sebagai rancangan dan usaha untuk mencapai penyelesaian politik dalam masalah Timor Timur. Akan tetapi pada tanggal 27 Januari 1999 Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengumumkan keputusan dalam Sidang Kabinet Paripurna di bidang Politik dan Keamanan mengenai pemberian “Opsi II” yang berkaitan dengan pemberian tanggapan atas otonomi luas apabila pemberian status khusus itu ditolak oleh mayoritas masyarakat Timor Timur maka solusi yang akan diambil selanjutnya.dengan pemerintah Indonesia yang akan mengajukan usulan kepada sidang umum MPR yang baru dilantik supaya timor-timur terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia secara baik,damai,terhormat dan konstitusional.
6. Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia
Hak Manusia merupakan hal yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia. Kelompok atau pihak manapun sama sekali tidak mempunyai hak untuk menghilangkan hak-hak asasi tersebut dari manusia. Kemudian, hal yang paling dasar daripada hak itu sendiri adalah hak untuk hidup. Otomatis, jika seseorang kehilangan hak untuk hidup, maka secara otomatis hak hak lain yang dimilikinya akan menghilang.
Melalui Piagam PBB tahun 1945, tertulislah hukum yang berisikan bahwa Hak-hak asasi manusia tidak dapat dilanggar oleh siapapun. Ini menjadi focus penting pengadilan pelaku peperangan, baik itu yang berbuat kejahatan terhadap manusia maupun genosida. Tujuannya tentulah untuk memberikan perlindungan bagi ummat manusia. Kemudian di tahun 1948, disepakati lah Deklarasi Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Isinya membahas berbagai pelanggaran yang dilakukan terhadap hak-hak asasi manusia. Karena Pelanggaran HAM adalah kejahatan dunia Bersama.
Dengan adanya Deklarasi ini, diharapkan pelanggaran HAM akan berkurang. Namun di Indonesia, banyak pelanggaran yang terjadi. Salah satunya di Timor-Timur. Atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi di peristiwa Timor Timor di tahun 1999, Presiden akhirnya menetapkan (UU no.39 tahun 1999) tentang HAM, guna mengadili pelanggaran atas hak asasi manusia di Indonesia.