Spot di Cangkuang
Di sana pengunjung tidak hanya mengetahui tentang sejarahnya, tetapi juga dapat mengumpulkan kenangan menarik dengan mengabadikan foto seperti yang telah didokumentasikan rombel 2C Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang yang melakukan kajian peninggalan sejarah di kawasan tersebut. Adapun dokumentasi ini layak diposting karena spotnya yang instagramable.
Spot pertamanya tentu saja rakit bambu yang digunakan sebagai transportasi untuk menyebrang menuju lokasi utama, mengingat situs Cangkuang sendiri berada di sebuah pulau. Menaiki rakit diperlukan biaya seharga Rp 5.000,- untuk dewasa dan Rp 3.000,- untuk anak-anak. Namun apabila datang dengan rombongan diperbolehkan menyewa rakit dengan kapasitas maksimal 20 orang seharga Rp 100.000,-. Ini berlaku dalam perjalanan bolak-balik. Keuntungannya yaitu tidak ada pembatasan waktu karena pengayuh rakit akan menunggu penyewanya kembali menuju ke lokasi awal, loket tiket. Selama menyebrang pengunjung bisa berfoto dengan latar bukit lokasi Candi Cangkuang serta pemandangan Gunung Kaledong.
Sebelum ke situs candi, pengunjung akan menjumpai rumah adat yang telah dijaga keasliannya oleh keturunan asli penyebar agama Islam, Embah Dalem Arif Muhammad sejak abad ke-17 berupa rumah panggung berjumlah enam dengan mushola yang dikenal dengan kawasan Kampung Pulo. Tempat ini berdasarkan sejarahnya merupakan kepunyaan anak perempuan Embah Dalem Arif Muhammad dan mushola milik anak laki-laki satu-satunya dari beliau.
Selanjutnya beralih pada spot utama dalam kajian ini yaitu Candi Cangkuang. Peninggalan Hindu dari abad ke-8 berfungsi sebagai tempat beribadah sekaligus peristirahatan pada zamannya. Hanya ada satu candi dengan ukuran 4,5 x 4 meter persegi dan tinggi 8,5 meter yang terdapat arca Dewa Siwa di dalamnya. Meskipun di depan candi diperbolehkan foto ataupun duduk di anak tangganya, untuk menjaga kebersihan pengunjung diharuskan melepas alas kaki.
Upaya Pemeliharaan
Candi Cangkuang telah menjadi situs cagar budaya yang dijaga ketat oleh pemerintah dan masyarakat setempat. Candi Cangkuang, kompleks candi Hindu berusia ratusan tahun, memiliki ciri sejarah, arsitektur, dan budaya yang tak ternilai harganya. Pemerintah Jawa Barat dan pihak terkait telah melakukan berbagai upaya pemeliharaan untuk memastikan kelangsungan jangka panjang Candi Cangkuang sebagai situs cagar budaya. Upaya pemeliharaan ini mencakup berbagai komponen, antara lain konservasi dan restorasi, pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup, penelitian dan pengajaran, serta kerjasama dengan pihak lain.
Untuk menjamin kelestarian dan keberlangsungan kekayaan budaya ini bagi generasi mendatang, upaya pelestarian Candi Cangkuang dilakukan secara lestari. Pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat setempat telah melakukan berbagai inisiatif pemeliharaan dan konservasi. Berikut beberapa contoh upaya pemeliharaan yang dilakukan untuk melestarikan Candi Cangkuang sebagai situs cagar budaya.