Mohon tunggu...
Ilmu Sejarah Rombel 2C
Ilmu Sejarah Rombel 2C Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Semarang

ini merupakan wadah untuk Ilmu Sejarah Rombel 2C dalam mengunggah hasil kajian penelitian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Candi Cangkuang, Jejak Sejarah yang Tersembunyi di Jawa Barat"

6 Mei 2023   11:20 Diperbarui: 6 Mei 2023   11:22 2039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tujuan dibangunnya Candi Cangkuang masih menjadi misteri hingga saat ini. Namun, keberadaan candi ini menjadi bukti sejarah yang penting dari zaman Hindu di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pelestarian dan pemeliharaan terhadap Candi Cangkuang agar dapat terus dinikmati oleh generasi selanjutnya dan harus dilestarikan.

Fungsi, Toleransi dan Penetapan Sebagai Cagar Budaya 

Di dalam candi terdapat arca Hindu Siwa. Ini adalah candi pertama yang dipugar untuk mengisi celah sejarah antara Pajajaran dan Purnawarman. Berdasarkan  tingkat pelapukan batu dan kesederhanaan bentuk untaiannya, para ahli menduga bahwa Candi Cangkuang dibangun pada abad ke-8.

Selain pura, juga terdapat makam Muslim Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur  warga desa Cangkuang. Tidak hanya itu, kawasan ini juga memiliki cagar budaya berupa kampung adat Kampung Pulo. Jadi Anda bisa langsung mengunjungi tiga lokasi sekaligus dalam satu kali kunjungan ke kawasan Cangkuang. Selain itu, situs sejarah tersebut memiliki latar belakang yang berbeda sehingga menjadi simbol toleransi di wilayah Garut.  Toleransi yang kuat juga tercermin dari  aturan adat yang tetap digunakan bahkan setelah sebagian besar orang memeluk agama Islam. Hal ini dibuktikan dengan adanya tradisi, dimana setiap hari Rabu merupakan hari besar bagi masyarakat setempat. Ziarah ke makam Arief Muhammad juga dilarang pada hari Rabu. Pada hari Rabu  hanya  kegiatan keagamaan yang dilakukan.

Cagar budaya merupakan nilai budaya suatu bangsa yang sangat penting untuk dilestarikan dan dilindungi, karena cagar budaya merupakan kekayaan bangsa dan warisan leluhur. keindahannya dijaga dan dilestarikan untuk menyadarkan hidup manusia dan patriotik konsep cagar budaya yang diatur dalam  ketentuan umum Pasal 1 ayat 1 Bab I. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Republik Indonesia tentang Pelestarian Budaya, yaitu Cagar budaya adalah benda budaya  berupa bangunan. Kawasan perlindungan cagar budaya, sarana cagar budaya, benda cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di dalam air yang keberadaannya harus dilestarikan  karena  nilai historisnya yang signifikan, melalui proses pengambilan keputusan melalui ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan.

Oleh karena itu, situs Candi Cangkuang harus dilindungi secara hukum karena memang demikian adanya ratusan tahun. Oleh karena itu, sesuai Monumenten Ordinantie (MO)  9131  staatblad 238, terutama di bagian 1, yang mengatakan bahwa setiap benda bergerak atau tidak bergerak. Benda yang perlu dilindungi adalah benda bergerak yang berumur minimal 50 tahun  hukum sebagai benda cagar budaya.  Candi Cangkuang yang diperkirakan dibangun pada abad ke-8 Masehi ini berbeda dengan candi pada umumnya.

Candi Jawa Timur dan Jawa Tengah, baik dari segi bahan maupun modelnya bangunan dan dekorasi. Candi Cangkuang tidak memiliki relief atau hiasan sedikitpun gambar yang digunakan untuk cerita, seperti bangunan candi Borobudur atau bulan sangkala/perdates seperti mihrab Masjid Agung Demak, sehingga candi Cangkuang sudah sangat tua sederhana dalam bentuk. Situs Cangkuang juga memiliki daya tarik tersendiri karena benda-benda yang ada di sekitar candi  dapat dinikmati sebagai tempat wisata sejarah yang menarik seperti pemukiman adat Kampung Pulo yang berada di selatan Candi Cangkuang. Kampung Pulo sendiri merupakan  bagian dari cagar budaya  Desa Cangkuang yang masih satu kompleks dengan candi.

Kampung Pulo juga memiliki sejarah yang sangat menarik di mana desa ini merupakan tempat penyebaran agama Islam pertama kali di desa Cangkuang bahkan ada yang mengatakan bahwa penyebaran Islam pertama kali di Garut. Penyebaran Islam di sini dilakukan oleh seorang tokoh bernama Arif Muhammad atau biasa dikenal dengan Embah Dalem Arif Muhammad yang juga ikut berpartisipasi membangun peradaban di wilayah tersebut. 

Penduduk asli Kampung Pulo bersifat turun-temurun asli darinya. Tokoh Arif Muhammad sendiri adalah panglima perang pribumi Kerajaan Mataram. Selama menjabat sebagai panglima, ia diberhentikan oleh Sultan Agung berperang melawan VOC di Batavia. Namun dalam pertempuran ini dia dikalahkan  VOC dan pergi ke daerah Garut. Dia menetap di desa Cangkaung di Garut  dan memutuskan untuk menyebarkan ajaran Islam di sana. 

Sekarang menjadi makam Embah Dalem Arif Muhammad Kampung Pulo, dekat  Candi Cangkuang, adalah sebuah desa kecil yang terdiri dari enam  rumah dan  enam anggota keluarga. Di Kamapung Pulo sudah menjadi aturan umum bahwa jumlah rumah dan kepala keluarga  harus enam orang dalam penataan rumah, tiga rumah di  kiri dan tiga seberang rumah di sebelah kanan  juga ada satu bangunan di Kampung Pulo masjid sebagai tempat ibadah bagi warga Kampung Pulo. Karenanya rumah baris kedua tidak boleh ditambah atau dikurangi. 

Jika  anak itu sudah dewasa dan menikah, selambat-lambatnya dua minggu setelah pernikahan, seseorang harus meninggalkan rumah asalnya, keluar dari enam lingkungan  rumah adat  dan kembali ke asalnya jika tersedia keluarga meninggal  dengan syarat harus anak perempuan dan ditentukan oleh pilihan keluarga lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun