Karya Marx dalam Economic and Philosophical Manuscripts of 1844 sepertinya cukup relevan dengan kenyataan kondisi buruh masa kini. Upah yang minimum dirasa tidak sebanding dengan kerja banting tulang yang dilakukan oleh para buruh. Hegel berpendapat alienasi pada buruh merupakan hal yang wajar sebab ada kontrak yang telah tertandatangani yang mengikat mereka.Â
Dedikasi buruh dalam bekerja menjadi kompensasi yang dipertukarkan dalam bentuk upah. Namun, pandangan ini tidak lantas menghalalkan adanya alienasi pada para buruh meskipun telah mendapatkan upah.
Marx berpikir manusia merupakan makhluk produktif yang hidupnya harus bekerja dan bekerja. Akan tetapi, alienasi menjadikan pekerjaan sebagai sesuatu yang asing dari buruh. Alienasi pada buruh membawa ketidakbahagiaan pada buruh. Buruh lembur, tetapi tidak lagi bekerja dengan sepenuh hati.Â
Buruh merasa gelisah ketika bekerja. Bahkan dalam kondisi yang lebih ekstrem, saat buruh terasing dari pekerjaannya ia menyangkal dirinya sendiri. Ia merasa bekerja hanya akan menyebabkan kelelahan dan kemerosotan moral.
Akan tetapi, buruh tidak dapat lepas dari perasaan terasing ini akibat kebutuhan hidup yang kian mencuat. Kebutuhan untuk makan, menyekolahkan anak, memenuhi prestise, dan lain sebagainya menyebabkan buruh harus bekerja.Â
Demonstrasi yang dilakukan para serikat buruh merupakan cara untuk memerangi keterasingan. Hal ini menunjukan bahwa buruh ingin merdeka dalam bekerja. Ia tidak ingin terus-menerus berada pada teror rasa keterasingan yang menggorogoti dirinya.
Bahkan pekerjaan wiraswasta tidak lantas membebaskannya dari alienasi. Karl Marx berkata buruh yang bekerja di bawah majikan artinya secara sukarela tertindas dan terasing.Â
Meskipun memiliki majikan, tidak berarti buruh hanyalah robot pesuruh yang hanya mau-mau saja disuruh ini dan itu tanpa tahu bagaimana dan mengapa.Â
Banyak pihak-pihak perusahaan yang justru menjadikan hal ini suatu kesempatan untuk membuat buruh seperti mesin yang bekerja tiap waktu tanpa memedulikan dirinya sendiri.Â
Seharusnya, buruh juga harus diberi kesempatan untuk merasa merdeka dan memiliki kebermaknaan dalam pekerjaannya. Ia harus diberi ruang untuk memadukan kreativitasnya dan kebebasan dalam berekspresi. Bukannya malah didiskrimasi dan dituntut harus melakukan apa yang hanya disuruh atasan.
 Eksploitasi terhadap buruh mengalienasi buruh dari pekerjaannya. Jaminan terhadap ketenagakerjaan kurang diupayakan secara maksimal.Â