Mohon tunggu...
Santi Santika Wahyuni
Santi Santika Wahyuni Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

writer, entreupreneur, technology enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kita Tidak Selalu Bisa Memiliki

3 Mei 2012   04:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Begitu banyak kisah yang terjadi,

canda tawa dan haru biru mengisi lembaran kosong saat kumulai hariku di kota besar ini.

Mencoba mencintai aktivitas yang cukup rumit dan menikmatinya.

Tapi favoritku tetap ketika aku menulis,

kembali kukerjakan aktivitasku itu dengan senyuman walaupun begitu kesal karena aku masih kesulitan memahami materinya.

Dalam kondisi ini, aku kadang suka bertanya-tanya pada diri sendiri dan berusaha mencari jawabannya.

Yaa, ternyata aku masih belum bisa berdamai dengan laki-laki itu.

Tidak ada yang sempurna dan yang aku alami semenjak awal taun ajaran itu,

adalah contoh sempurna bahwa aku bukan sumber masalah, atau dengan sengaja mengundang masalah.

Gang kecil yang aku lewati bukanlah jalan pintas,

tapi itulah jalan yang harus aku tempuh untuk sampai disini,

mungkin waktu itu aku berpikir akan dapat memandangi pelangi dengan indah,

hingga aku rela melewati gang sempit yang bau dengan kotoran ayam.

Begitu pendeknya gang yang aku lewati,

hingga tak terasa aku berada lagi di persimpangan dan melanjutkan perjalanan itu sendirian,

kali ini tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal.

Walaupun sempat overload dengan semua tuntutan yang masuk ke otakku,

dan bagaikan linglung di tengah keramaian,

sedikit demi sedikit aku bisa tetap berjalan dengan jelas,

tahu kemana aku harus terus melangkahkan kaki,

dan bisa menghindari duri dibalik bunga mawar itu.

Aku tidak mau menyentuhnya,

hati aku berkata, walaupun sangat indah dan menggoda.

karena aku masih belum sembuh dari tusukan duri kemarin.

Tapi aku pernah lengah,

ketika aku terdampar dengan ratusan liter air mata,

kemudian bernafas dalam ilusi dan menganggap ayam-ayam itu seperti dayang-dayang yang menjemputku,

menari-nari dengan lenggoknya, sangat begitu jelas tertangkap oleh mataku.

Tapi untunglah aku cepat menyadari.

kita tidak selalu bisa memiliki dan mengurung keindahan milik alam semesta.

dan untukmu yang telah memiliki dan dimiliki orang lain.

meski sejujurnya hati ini belum bisa berdamai dengan apapun tentangmu.

Ketahuilah, dari awal aku tak pernah bermaksud mengambil mawar itu,

karena kutahu durinya bisa membuat luka di tanganku.

dan satu hal, aku bahagia melihat mawar itu bermekaran indah,

dan sekali lagi aku tak suka mengganggu rotasi nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun