Mohon tunggu...
Shafa Varera
Shafa Varera Mohon Tunggu... Freelancer - Be better everytime

bercerita untuk berbagi dan bermanfaat. mom's of two child and a wife, blogger and listener

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menunggumu Tak Berujung

22 November 2020   04:49 Diperbarui: 22 November 2020   05:08 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pun mundur. Seseorang yang baru kukenal meminangku. Berbekal doa dan niat ibadah, kami pun menikah. Benar kata orang, yang datang membawa bunga akan kalah dengan yang datang membawa mahar. Sejak awal, dia sudah terbuka dan mengatakan maksudnya. Rencana apa yang ingin dicapai, rencana apa yang ingin kucapai, kami menyamakan visi dan misi untuk rumah tangga kami. Berharap ridhoNya, melangkah mencari bekal menuju jannah.

Lama setelah itu, kudengar cerita dari seorang teman. Aku tahu sosok itu dekat dengan orang yang dulu pernah menjadi seniorku di kantor. Aku ikut bahagia, aku tahu mereka berdua orang baik. Berharap mereka bisa bahagia bersama karena mereka benar-benar baik. Aku tak pernah merasa sakit hati dengan sosok itu dan kutahu orang yang dekat dengannya pun orang yang baik.

Ternyata ceritanya sama denganku. Perempuan itu akhirnya memilih mundur, memupus harapannya sendiri yang tak kunjung mendapatkan kejelasan. Alasan yang disampaikan pun seperti tidak cukup kuat untuk diterima. Sakit ayahnya membuatnya tak bisa meninggalkan dan ia ingin mengabdikan dirinya untuk ayahnya.

Meski seharusnya komitmen bisa sejalan dengan bakti, tapi nyatanya memang tak bisa dipaksakan. Hati itu pun memilih untuk mengalah, mengalah dengan mimpi yang sempat dilambungkannya atas hubungan mereka. 

Mimpi sederhana yang tak perlu banyak orang tahu. Mimpinya sendiri yang entah sama atau tidak dengan mimpi sosok yang diharapkannya. Sesederhana bisa bersama sampai tua. Sesederhana hanya untuk ada. Namun, nyatanya harus dihempaskan karena lelah berharap. 

Aku ikut sedih mendengarnya. Entah apa yang terjadi pada sosok itu, sampai harus membiarkan harapan itu berguguran dengan alasan yang tidak cukup kuat untuk memupusnya. 

dok. pribadi
dok. pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun