Mohon tunggu...
Shafa Ulfah Hasna Haniyyah
Shafa Ulfah Hasna Haniyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Just trying to explore myself through writing

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Lahirnya Kriminalitas dalam Dinamika Sosial Masyarakat Surabaya

10 Juni 2024   12:26 Diperbarui: 10 Juni 2024   13:23 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinamisnya kehidupan sosial tentunya berpengaruh terhadap perkembangan aktivitas masyarakat itu sendiri, yang tentunya dampak atau pengaruh yang dihasilkan tidak hanya berpengaruh terhadap satu bidang saja, melainkan hampir seluruh bidang kehidupan. Semakin mudahnya akses yang dimiliki atau diperoleh oleh seseorang terhadap sesuatu, tentunya hal tersebut berpengaruh dengan semakin mudahnya seseorang mendapatkan apa yang mereka inginkan. 

Begitu pun sebaliknya, semakin terbatasnya akses yang dimiliki atau diperoleh seseorang, ini akan berdampak pula terhadap semakin sulitnya seseorang dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan. Bahkan tidak jarang, karena hal demikian kemudian turut memunculkan hal-hal yang tidak diinginkan dan cenderung terkesan negatif, guna memenuhi atau mendapatkan apa yang belum bisa seseorang itu peroleh. Salah satu dari banyak hal tersebut yang bisa dilihat ialah munculnya kriminalitas.

Kriminalitas dipahami sebagai segala bentuk tindakan melanggar hukum serta norma-norma yang ada dalam masyarakat, yang dianggap merugikan baik secara ekonomis, psikologis hingga sosial. 

Di samping itu, terdapat juga pengertian lain terkait kriminalitas menurut R. Susilo, secara sosiologis mengartikan kriminalitas adalah sebagai perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan penderita atau korban juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketenangan dan ketertiban (BAB II.pdf (unila.ac.id), tanpa tahun).

Kriminalitas tidak hanya dijumpai pada wilayah tertentu saja, melainkan hampir semua wilayah dapat dijumpai kriminalitas baik besar maupun kecil. Meskipun demikian, kerap kali yang dijadikan sorotan ialah pada wilayah-wilayah besar khususnya pada wilayah perkotaan. Hal demikian tidak menutup kemungkinan terjadi mengingat perkembangan kota yang kompleks tentunya juga berpengaruh pada masyarakatnya yang dinamis, yang tentunya akan terus berkembang mengikuti perkembangan wilayah yang mereka tinggali. 

Adanya perkembangan ini tidak urung menjadikan semua lingkup atau lapisan masyarakat didalamnya mampu mengimbangi. Ada juga beberapa diantaranya yang memang sulit untuk menjangkau hal-hal tersebut yang berakhir menjadikan masyarakat tersebut “tertinggal”, yang mana ini turut memberikan pengaruh pada berlangsungnya kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

Sebagai salah satu kawasan yang cukup penting dalam perkembangan perkotaan, Surabaya tumbuh menjadi kota besar yang mencakup banyak hal di dalamnya mulai dari perkembangan ekonomi, politik, sosial dan sebagainya yang beragam. Beragamnya perkembangan beberapa aspek atau bidang kehidupan ini juga tidak luput dari peristiwa sejarah yang melatarbelakangi. 

Seperti yang kita ketahui, Surabaya termasuk dalam jajaran kota yang berperan penting dalam beberapa aspek, salah satunya dalam hal perekonomian. Perekonomian yang berlangsung di Surabaya ini pun beragam, mulai dari ekonomi dengan taraf lokal maupun internasional. 

Keberadaan dua perekonomian tersebut, dalam perkembangannya tidak terlepas pula dari adanya pengaruh budaya yang masuk ke wilayah Surabaya yang kemudian mengalami perkembangan secara kompleks menyatu dengan kebiasaan yang ada pada wilayah Surabaya sendiri.

Sebelum memasuki masa ekonomi liberal, Indonesia termasuk wilayah Surabaya telah mengalami adanya sistem tanam paksa. Penerapan sistem tanam paksa yang dimaksudkan mengadopsi sistem tanam paksa yang turut diterapkan oleh VOC sebelumnya. Yang menjadi pembeda, ialah dari segi pengawasan dimana penyerahan pada masa VOC tidak dilakukan pengawasan secara ketat oleh pegawai VOC, sedangkan untuk sistem tanam paksa ini, terkait pengawasan hingga pelaksanaannya diserahkan langsung kepada pemerintah kolonial. 

Meskipun demikian, adanya sistem tanam paksa ini juga turut membawa pengaruh yang cukup baik terutama dalam hal perekonomian, yang mana ini bisa dilihat turut menyumbang peningkatan volume perdagangan serta industri. Pada masa kolonial, Surabaya termasuk dalam jajaran kota penting yang berpotensi besar sebagai pusat pengelolaan dari sektor industri. 

Kota Surabaya menjadi sektor pembangunan dan perdagangan yang secara cepat berkembang sebagai ibukota kawasan didukung dengan transportasi seperti jalur kereta, pelabuhan yang relatif lengkap. Tidak hanya itu saja, kawasan Surabaya kaya akan aktivitas perekonomian dengan menguasai komoditas beras, tenaga manusia dan hak perdagangan terlebih pada transaksi perekonomian terbesar yaitu pada komoditas gula (Aradian, 2018).

Sebagai daerah otonom yang ada pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kota Surabaya mempunyai peluang yang luas sebagai penyedia kawasan bagi Belanda dalam mewujudkan beragam pembangunan, salah satunya infrastruktur yang nantinya dapat digunakan sebagai fasilitas umum. 

Semakin besarnya tingkat kemajuan yang ada di Surabaya ini juga turut menarik minat masyarakat baik dari dalam maupun luar bermigrasi menuju kawasan Surabaya sebagai salah satu pusat kota, yang mana hal demikian tentunya tidak terlepas dari beragam hal-hal yang ditawarkan dari adanya kemajuan yang ada di Surabaya.

Maraknya kemajuan yang ditawarkan serta perkembangan yang turut menyertai, salah satunya dalam bidang perekonomian ini tidak jarang juga memunculkan adanya gap atau jarak dalam masyarakat, yang mana hal demikian bisa dilihat dengan terbentuknya atau terciptanya kelas-kelas sosial. Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang terbuka untuk para individu yang memiliki tingkat sosial yang serupa. 

Dalam kelas sosial terjadi pembedaan masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat, ada kelas yang tinggi, ada yang rendah. Kelas sosial (social class) merupakan pembagian masyarakat yang relatif permanen dan berjenjang dimana anggotanya berbagi nilai, minat dan perilaku yang sama. Kelas sosial tidak hanya ditentukan hanya oleh faktor seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain (bab2.pdf (iainkediri.ac.id), tanpa tahun).

Munculnya kelas-kelas sosial ini tentunya tidak menutup kemungkinan menjadikan seseorang maupun kelompok masyarakat yang berada pada tingkatan kelas sosial yang bawah atau rendah merasa terpinggirkan hingga kesulitan untuk memperoleh atau mengakses perihal segala sesuatu yang dibutuhkan karena pandangan kurangnya akan kemampuan untuk memenuhi akan hal tersebut. 

Hal demikian tentunya berpengaruh terhadap pola pikir seseorang atau kelompok masyarakat untuk memutar otak bagaimana cara mereka untuk mendapatkan atau memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan, meskipun salah satu jalan yang ditempuh ialah melalui kriminalitas.

Bentuk-bentuk kriminalitas yang muncul rata-rata disebabkan karena desakan akan kebutuhan ekonomi, terlebih dalam perihal pendapatan. Bentuk-bentuk kriminalitas yang berlangsung akan hal tersebut diantaranya seperti perampokan, pencurian, pembobolan, hingga penjarahan. 

Berlangsungnya hal demikian seringkali ditemui pada kawasan pemukiman penduduk, jalanan umum, bank dan sebagainya. Berlangsungnya hal demikian paling banyak ditemui ketika berlangsungnya akhir masa Orde Baru yang diperparah dengan adanya krisis moneter menjadikan masyarakat semakin tidak terkendali terutama jika menyangkut tentang perekonomian, yang mana perekonomian merupakan sebuah kebutuhan yang krusial baik bagi masyarakat maupun negara.

Adanya bentuk atau pola kriminalitas yang berlangsung pada masyarakat nyatanya tidak terlepas dari adanya faktor dominan serta menjadi pengaruh atas terjadinya suatu tindakan kriminalitas tertentu. 

Berdasarkan penjelasan dalam pembahasan sebelumnya, tindakan-tindakan kriminalitas ini turut serta disebabkan karena beberapa faktor lain, diantaranya seperti kondisi sosial yang berlangsung dalam masyarakat yakni adanya ketidakadilan dalam struktur sosial masyarakat, yang mana ini kemudian memunculkan kesenjangan yang berujung pada penyamarataan tindakan untuk memperoleh serta memenuhi segala sesuatu yang belum bisa didapatkan karena adanya keterbatasan tersebut. 

Disamping itu, jika dihubungkan dengan kebutuhan ekonomi, tindakan kriminal ini banyak pula dilakukan oleh kelompok masyarakat yang memiliki profesi-profesi kecil seperti tukang becak, pengangguran, pegawai rendahan dan sebagainya, yang mana dari profesi tersebut tentunya jika dilihat secara sekilas tidak menunjukkan adanya peningkatan pendapatan yang seberapa, sehingga kelompok masyarakat yang menyandang profesi tersebut menyalurkan jalan lain melalui tindakan-tindakan berbau kriminalitas.

Referensi :  

Aradian, E. A. (2018). Pancaragam Surabaya Tempo Dulu: Perjuangan Kelas, Simbolisme Kota dan Fluktuasi Ekonomi. Jurnal Sejarah, 1(2), 103-110.

Andana, M. L., Afhimma, I. Y., & Ashiva, S. N. (2021). Perkembangan Tata Kota Surabaya pada Tahun 1870-1940. Historiography: Journal of Indonesian History and Education, 1(2), 146-155.

Oktavianasari, D. (2016). Kriminalitas di Surabaya pada Penghujung Akhir Orde Baru 1995-1998. AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah, 4(2), 533-547.

__________. (tanpa tahun). “BAB II Kajian Pustaka”. 931351515 bab2.pdf (iainkediri.ac.id).

__________. (tanpa tahun). “BAB II Tinjauan Pustaka”. BAB II.pdf (unila.ac.id).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun