Kunjungan ke Candi Sari saat itu merupakan kali ke-2 bagi saya. Yang terlintas di kepala masih sama dengan sewaktu kunjungan pertama. Candinya sangat cantik dan megah, suasana sekitarnya pun tenang dan syahdu. Ditambah lagi banyak pepohonan yang membuat lindap saat duduk di bawahnya, sembari bengong mengagumi mahakarya dari nenek moyang.
Seperti candi beraliran Buddha lainnya, candi ini memiliki stupa di bagian atap. Pada dinding sekelilingnya dipenuhi relief indah, terutama bermacam bodhisatwa-nya yang saat berkeliling bersama dengan dipandu Mas Erwin, kami menghitung keseluruhan makhluk yang dimuliakan dalam ajaran Buddha tersebut berjumlah 36 karakter.
Saat masuk ke dalam candi, kami menemukan tiga ruangan yang pada dindingnya juga terdapat relief. Lantai atasnya sudah tidak ada  berwujud, sehingga jarak ruangannya dengan bagian puncak terasa sangat tinggi, menciptakan hawa yang adem. Bahan lantai atas diperkirakan menggunakan kayu, sehingga sangat mungkin sudah rusak.
Candi Kalasan, si Tua Penuh Keunikan
Beralih ke tujuan kedua yang berjarak 750 m saja dari Candi Sari dan bisa ditempuh dalam waktu 2-3Â menit dengan bus, kendaraan yang kami gunakan. Ialah Candi Kalasan. Kalau teman-teman pernah melewati jalan raya Jogja-Solo dan melihat candi yang terletak di pinggir jalan sebelah selatan, itulah Candi Kalasan.
Candi bercorak Buddha ini merupakan yang tertua di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti yang pernah saya sebutkan di atas, pembangunannya berlangsung pada tahun 778 Masehi bersamaan dengan Candi Sari. Dibuktikan dengan adanya prasasti yang ditemukan di sekitar selatan candi. Candi Kalasan merupakan satu-satunya candi di Indonesia yang memiliki nama sesuai dengan nama daerah yang disebutkan dalam prasastinya.
Dalam prasasti penanda berdirinya, disebutkan nama Tara Bhawana, menginformasikan bahwa kuil atau candi dibangun dengan tujuan memuliakan Dewi Tara, dewi penting dalam kepercayaan Buddha yang disinyalir sebagai salah satu ibu sang Buddha dari tiga masa.
Ada beberapa keunikan yang yang dimiliki oleh candi yang terletak di Dusun Kalibening ini. Di antaranya memiliki bajralepa, sebuah lapisan luar candi berwarna putih, semacam plester kuno untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme yang bisa merusak, juga untuk memperindah candi. Saat bulan purnama, lapisan tersebut akan bersinar keemasan ditempa cahaya bulan. Hal ini sangat membuat saya penasaran, semoga suatu saat bisa membuktikannya dengan mata kepala sendiri.