Bisa ditebak, selanjutnya kedua kerajaan saling melancarkan serangan. Perkelahian diawali dengan para wadya-bala berwujud buta atau raksasa dari dua belah pihak. Kericuhan tersebut pun terdengar hingga telinga Prabu Kresna. Lantas, bersama Bambang Pamegat Tresna, salah satu putra Raden Janaka, mereka menghadap Ki Lurah Semar untuk meminta saran, hal apa yang harus dilakukan demi mengembalikan kedamaian.
Atas petunjuk Ki Lurah Semar, Prabu Kresna kemudian mengutus Bambang Pamegat Tresna menuju Tunggarana untuk melerai perseteruan yang sedang berlangsung. Dalam perjalanannya, utusan tersebut bertemu dengan buta cakil bernama Ditya Kala Klabangcluring yang berasal dari Trajutrisna, bertujuan mengganggu serta menghalangi perjalanannya. Buta cakil yang gesit serta lihai tersebut, mampu dikalahkan oleh Bambang Pamegat Tresna.
Berita wadya-bala dari Trajutrisna bersama pemimpinnya, yaitu Patih Pancadnyana yang telah tiba di Tunggarana terdengar oleh Raden Gatotkaca atas laporan Patih Prabakesa. Peperangan tak dapat dihindarkan antara Patih Pancadnyana dan Patih Prabakesa bersama masing-masing wadya-bala. Pertempuran dua patih berwujud buta itu kemudian berlanjut perkelahian antara Raden Sitija dengan Raden Gatotkaca.
Singkat cerita, pada akhirnya pertikaian antara Raden Sitija dengan Raden Gatotkaca berhasil dilerai oleh Bambang Pamegat Tresna. Prabu Kresna juga tiba menemui mereka, untuk membawa pesan dari  Prabu Matswapati dari Kerajaan Wirata. Dalam pesannya, sesepuh para raja itu menyatakan bahwa Tanah Tunggarana diputuskan sebagai wilayah yang merdeka, bukan milik Trajutrisna ataupun Pringgadani. Kedamaian pun kembali tercipta.
Pentas wayang wong ditutup dengan Tari Golek Panutup. Mengutip informasi dari sanggarnya, tarian ini memiliki arti mengajak para penonton untuk nggolekki atau mencari makna-makna kebaikan dalam pentas yang baru saja ditampilkan. Bersamaan dengan riuh tepuk tangan penonton, berakhir sudah pertunjukan fragmen wayang wong siang itu.
Nilai-Nilai Kebaikan yang Dapat Diambil dari Lakon Kikis Tunggarana
Berdasarkan arti Tari Golek Panutup di atas, sebagai penonton saya merasa terpanggil untuk mencari makna atau nilai kebaikan dalam pentas wayang wong yang telah dinikmati. Menurut saya, berikut beberapa pesan moral yang bisa dipetik dari versi yang dipentaskan di keraton.
1. Jangan Serakah