"Ini celaku dan celanya"
"Tapi, mengapa kau tak pernah membagi?"
"Tuhan saja baik padaku. Ia menutupi celaku, apakah iya aku justru membukanya?"
"Mengapa tidak kau renggut lagi kilaumu?"
"Yang hilang tidak lagi bisa dikembalikan"
"Kau bisa meminta yang menghilangkan kilaumu untuk mengembalikannya!"
"Tak semudah itu. Rasa tanggung jawab hanya ada dalam diriku, tidak dalam dirinya"
"Kau punya hak untuk meminta kepadanya. Ayolah, jangan takluk!"
"Sudah seribu bahasa keluar dariku menjadi kesia-siaan. Ia tuli atas bahasaku. Ia buta atas kecacatanku.Â
Ia tak lagi dulu. Ia yang dulu telah direnggut kenangan.Â
Sedang ia yang kini sudah telah terlelap pada kepemilikannya. Dan aku bukan lagi miliknya, aku telah dilarang kembali.