Dengan kondisi air baku seperti itu, saat ini Palyja dan Aetra hanya mampu memproduksi 17.000 liter per detik. Sedangkan Jakarta, dengan 10-an juta penduduk, membutuhkan pasokan air bersih sekitar 26.100 liter per detik. Angka tersebut dengan ukuran per hari per orang dengan konsumsi air bersih 100 liter per detik. Angka tersebut berdasarkan studi yang pernah dilakukan oleh Palyja. Jadi, kekurangan 9.100 liter per detik yang menjadi tantangan Palyja untuk bisa mengairi Jakarta dengan air bersih, dengan kendala minim air baku.
Untuk itulah, Palyja terus berupaya mengembangkan teknologi untuk bisa memanfaatkan air sungai di Jakarta yang masih layak olah. Demi kebutuhan khalayak banyak.
Mengenal Lebih Dekat IPA Taman Kota
Dan dengan inovasinya, Palyja berhasil memberdayakan kembali IPA Taman Kota dari mati surinya. Ya, tahun 2007 IPA Taman Kota pernah ditutup karena masalah air baku. Air baku dari Sungai Cengkareng Drain mengandung amonium dengan kadar yang sangat tinggi yaitu 8 ppm, jauh dari jumlah normal 1 ppm yang menjadi standar pengolahan air bersih. Instalasi pengolahan air yang berdiri dan beroperasi sejak 1982 itu beroperasi kembali pada Juli 2012, berkat teknologi.
Instalasi Pengolahan Air Taman Kota berada di kawasan perumahan padat penduduk. Beralamat di Jl. Komplek Taman Kota A1 No. 1, Jakarta Barat. Nah, IPA Taman Kota beroperasi kembali dengan teknologi Biofiltrasi, memanfaatkan mikroorganisme alami yang hidup di dalam air tawar. Teknologi ini dikembangkan oleh Palyja bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di bawah pengawasan supervisi SUEZ Environment sebagai pemegang saham terbesar Palyja.
Menurut Vita, Kepala IPA Taman Kota, air baku IPA Taman Kota sangat tinggi akan amonium. Amonium ini banyak berasal dari limbah domestik yang didominasi oleh limbah rumah tangga. Hal tersebut juga diamini oleh Meyritha Maryani. Dengan teknologi Biofiltrasi ini, kadar amonium dalam air baku bisa dikurangi hingga 87 persen.
“Teknologi Biofiltrasi dengan mikroorganisme alami yang hidup di dalam air, dengan bantuan media tumbuh. Bentuknya kayak plastik yang di crosspack gitu,” terang Vita di meja kerjanya.
Teknologi yang sama juga digunakan di Instalasi Pengambilan Air Baku Kanal Banjir Barat dengan dengan bantuan media yang disebut meteor. Kalau di IPA Taman Kota disebut teknologi Biofiltrasi, di Kanal Banjir Barat disebut dengan teknologi Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR). Dan teknologi MBBR ini merupakan teknologi pertama di Indonesia dan Asia Tenggara di bidang pengolahan air.
“Karena teknologi Biofiltrasi dirancang khusus untuk mengolah air tawar. Jadi, ketika air laut masuk ke sini, kita stop produksi karena mikroorganismenya mati. Tapi sekarang sudah ada teknologi baru untuk mendeteksi masuknya air laut,” terang Vita lebih lanjut.