Mohon tunggu...
Seto Galih Pratomo
Seto Galih Pratomo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis - Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Anggota Parlemen Remaja DPR-RI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Plus Minus Omnibus: UU Cipta Kerja Diterima dan Ditolak

7 Oktober 2020   20:07 Diperbarui: 7 Oktober 2020   23:47 2236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rancangan Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja yang sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja atau RUU Cilaka menuai pro dan kontra. Penulis sebagai Mahasiswa Hukum Universitas Islam Indonesia dan Anggota Parlemen Remaja DPR-RI akan menguraikan disahkannya UU Omnibuslaw Cipta Kerja untuk diterima dan ditolak.

Kebaikan dan Kebobrokan

Menyoal Omnibuslaw sendiri yang berasal dari kata latin Omnibus yang berarti untuk semua atau Omni berarti banyak. Omnibus law ini bisa diartikan sebuah metode dari banyaknya Undang-Undang sekaligus direvisi dan dijadikan satu Undang-Undang yang menyasar isu besar pada sebuah negara. 

Metode ini sering kali digunakan oleh negara-negara bersistem common law seperti Amerika Serikat namun kurang dikenal di Indonesia sebagai negara bersistem civil law.

Tujuan awal dibuatnya Omnibuslaw bertujuan baik untuk menyederhanakan dan merampingkan berbagai Undang-Undang atau regulasi agar tepat sasaran dan agar tidak terjadinya timpang tindih antara satu regulasi dengan regulasi lainnya serta sentralisasi yang berguna agar kebijakan tidak terbelit-belit oleh suatu otonomi daerah. 

Hal ini agar terjadinya sistem ekonomi yang lancar dan tidak terhambat khususnya mengenai investasi. Namun tujuan yang baik tersebut terdapat banyak polemik di dalamnya yang membuat rakyat menolaknya. 

Alih-alih ingin membuka sebanyak-banyaknya lapangan kerja tapi merugikan para pekerja. Serta efek sentralisasi yang secara tidak langsung mereduksi hak otonomi daerah yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengelolah otonomi daerahnya serta bisa memusnahkan hukum adat. 

Jika dilihat setiap daerah di Indonesia memiliki hal yang berbeda namun oleh sentralisasi ini memaksakan agar semuanya sama. Bagaikan sebuah kacang yang kulitnya bagus tapi dalamnya busuk, inilah gambaran dari Omnibuslaw.

Rancangan Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja diusulkan oleh Pemerintah dan diterima oleh DPR RI untuk dibahas dan disahkan bersama antar Pemerintah, DPR RI, dan DPD RI pada 12 Februari 2020. 

Dikutip dari laman dpr.go.id yang dalam hal ini disampaikan oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani yang menerima draf Rancangan Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja dari Pemerintah lewat Menteri-Menterinya yang terdiri dari 79 Rancangan Undang-Undang meliputi 15 Bab dengan 174 Pasal yang akan dibahas dan disahkan di DPR RI. 

Namun tidak menunggu lama pada bulan Oktober tanggal 3, Undang-Undang ini sudah naik ke tahap Keputusan Tingkat 1 dan disetujui naik ke Paripurna. 

Pada hari Senin, 5 Oktober 2020 DPR RI menggelar Sidang Paripurna dengan salah satu agendanya untuk mengesahkan RUU Omnibuslaw Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang siding dipimpin oleh Azis Syamsudin dari Fraksi Partai Golkar sebagai Wakil Ketua DPR RI. Turut hadir Airlangga Hartanto sebagai Menko Perekonomian yang mewakili Pemerintah.

Sidang Paripurna yang awalnya mulus berjalan karena disetujui oleh enam Fraksi (PDIP, Golkar, Nasdem, Gerindra, PKB, PPP), satu Fraksi yang setuju dengan catatan (PAN), serta dua Fraksi menolak pengesahan (Demokrat dan PKS) diwarnai kericuhan akibat interupsi berbagai permasalahan yang diajukan oleh F-Demokrat namun seringkali mic-nya dimatikan sampai akhirnya kericuhan diwarnai walk out oleh Fraksi Demokrat. 

Hal ini menambah titik terang berbagai permasalahan di dalam Undang-Undang dengan tergesa-gesanya DPR RI untuk mengesahkankannya. 

Terkesan DPR membungkam berbagai kritik walaupun datang dari anggotanya sendiri dan tergesa-gesa mengesahkan RUU ini di tengah pandemi. Pembungkaman tersebut bertentangan dengan konstitusi yang menyatakan Indonesia sebagai negara Republik yang menganut demokrasi.

Seperti sehari sebelumnya, akun Divisi Humas Polri menggencarkan agar tidak ada demo terkait pembahasan RUU ini. Dan sehari sesudahnya secara tiba-tiba diselenggarakan pengesahan RUU ini yang dijadwalkan pada 8 Oktober namun dimajukan menjadi 5 Oktober dan dari Aparat menyatakan melarang masyarakat untuk turun ke jalan dengan dalih pandemi. 

Disisi lain banyak anggota calon kepada daerah yang melakukan perkumpulan masa seperti arak-arakan dan dangdutan yang tentu saja melanggar protokol kesehatan yang setidaknya menurut Bawaslu RI ada 243 pelanggar yang dicatat. 

Hal ini menambah daftar panjang dugaan kongkalikong antara Pemerintah, DPR, dan Aparat serta para investor sebagai target dari perubahan ini dalam memuluskan RUU Omnibuslaw Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. 

Hal ini patut dipertanyakan ada agenda apa selanjutnya yang akan dijalankan. Seperti dirasa Undang-Undang ini seperti sebuah pesanan yang harus dikejar tayang.

Rakyat Melawan Keparat

Sejak Sidang Paripurna itulah RUU Omnibuslaw Cipta Kerja telah sah menjadi UU Omnibuslaw Cipta Kerja. Maka ada dua opsi yang mampu diperjuangkan oleh rakyat yaitu Judicial Review secara meteriil dan formil ke Mahkamah Konstitusi RI dan mendesak Presiden untuk mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang). 

Berbeda dengan Perppu yang bisa secara cepat untuk menggantikan UU tersebut, namun dirasa susah untuk Presiden mengeluarkan Perppu untuk UU tersebut karena pada dasarnya Pemerintah yang mengajukan Rancangan Undang-Undang ini serta motif-motif di belakangnya. 

Tidak sampai disitu, jika pasca pengesahan UU Omnibuslaw Cipta Kerja terjadi kejolak penolakan di masyarakat yang cukup serius dalam mendesak pengeluaran Perppu oleh Presiden, maka Presiden secara mau tidak mau harus mengeluarkan Perppu tersebut untuk mengamankan situasi negara. 

Nantinya jika keadaan di Indonesia tidak bisa dikendalikan maka memaksa Presiden untuk mengeluarkan Perppu dalam rangka meredam masyarakat dan menyeimbangkan stabilitas negara. 

Maka dengan adanya UU Omnibuslaw Cipta Kerja ini untuk diterima karena sudah disahkan tapi juga untuk ditolak karena isi nya banyak merugikan rakyat biasa.

Maka pada 8 Oktober 2020, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengintruksikan turun ke jalan di Istana Negara atau Istana Presiden di Jakarta. 

Yang hari-hari sebelumnya pada pembahasan RUU Omnibuslaw Cipta Kerja dari kalangan Mahasiswa menyuarakan Mosi Tidak Percaya dan trending di media sosial pada hari pengesahan dengan #mositidakpercaya. 

Mosi tidak percaya sendiri memiliki arti yaitu sebuah prosedur parlemen yang digunakan kepada parlemen oleh parlemen oposisi dengan tujuan mengalahkan atau mempermalukan sebuah pemerintahan. Dan dari pemerintah menanggapi hal ini dengan mengeluarkan mosi kepercayaan. 

Dengan mengusung mosi tidak percaya, mahasiswa turun ke jalan yang diantara subtansinya adalah untuk mencabut UU Omnibuslaw Cipta Kerja dengan memaksa Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu. 

Sebelum hari tersebut, sudah banyak yang melakukan aksi protes terkait pengesaha UU ini diberbagai daerah. Unjuk rasa oleh para buruh dan mahasiswa berlangsung ramai yang menyuarakan aksi protes untuk mencabut UU ini. 

Namun di negara demokrasi ini, para demonstran yang menyuarakan aksinya banyak mendapat perilaku represif dari aparat sampai salah satu mahasiswa di Karawang mengalami kritis karena tindakan represif aparat saat untuk rasa di Jababeka. 

Demokrasi di Indonesia yang hanya label saja namun di dalamnya terdapat oligarki yang dipegang segelintir elite dalam menyukseskan agenda mereka walau menindas rakyat biasa. 

Untuk para Mahasiswa agar terus melanjutkan perjuangan dengan spirit reformasi yang mengingatkan para mahasiswa akan kesuksesan dalam melawan pemerintahan orde baru. 

Mahasiswa sebagai agent of change yang saat ini ditunggu suara dan aksi mereka oleh banyak masyarakat agar ada perubahan terhadap bangsa ini untuk melawan kezaliman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun