Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teror Nasi Basi

15 November 2022   14:23 Diperbarui: 15 November 2022   14:40 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan-jangan kamu kena gendam atau guna-guna, kata Levina saat aku curhat di kantin. Levina bercerita pengalaman saudaranya, pemilik rumah makan yang laris manis. Suatu ketika berhari-hari nasi yang dimasak selalu basi. Pelanggan pun pindah ke warung sebelah. Kata orang pintar, nasi itu kena guna-guna. Walaupun masalah bisa diatasi, namun butuh waktu untuk memulihkan kepercayaan pelanggan.

"Kalau benar, pasti itu karena persaingan usaha. Tapi apa alasannya mengusili aku?"

"Mungkin ada yang tak suka dengan karirmu yang melesat."

"Apa hubungannya nasi basi dengan karir? Kalau mau menghancurkan karirku, kan lebih efektif jika dia menghapus data klien perusahaan di komputerku, memfitnah aku di depan boss, menyebarkan kabar burung atau yang lainnya."

"Apa mungkin ada guna-guna yang salah sasaran."

--- oOo ---

Di saat aku sibuk menduga-duga akan sebab di balik rahasia nasi basi, ternyata kakak kandungku sedang terbaring menahan sakit. Kabar sakitnya Mbak Fitri kuterima dari telepon Bagas, anak lelakinya. Mbak Fitri sengaja tak mengirim kabar di grup WA karena tak mau merepotkan saudaranya, apalagi sampai membuat cemas ayah dan ibu.

"Ibu sekarang masih terbaring di kamar. Kondisi tubuhnya sangat lemas. Sebenarnya Bagas ingin membawa ke rumah sakit, tapi Ibu tidak mau. Tiga hari yang lalu, Ibu sudah ke Puskesmas, tapi belum ada perubahan. Sebenarnya sudah dari kemarin Bagas ingin mengabarkan berita ini ke Tante, tapi ibu melarang. Bagas takut kalau terjadi apa-apa dengan Ibu," kata Bagas dengan suara terbata-bata.

Sejak menjadi single parent, kehidupan ekonomi Mbak Fitri di Purworejo, sebuah kota kecil di Jawa Tengah, memang pasang surut. Namun dia sangat gigih berjuang demi bisa menyekolahkan Bagas, yang sekarang duduk di kelas dua sekolah menengah atas. Segala usaha dijalaninya tanpa mau bergantung pada saudara maupun orang lain. Mulai dari membuka warung, berjualan kue dan lain-lain.

Akhirnya, aku menyuruh Bagas membawa Mbak Fitri ke rumah sakit. Tentu saja setelah menstranfer uang untuk membantu biaya pengobatan. "Bagas minta tolong saja sama Paklik Karsono agar membawa ibumu ke rumah sakit."

Aku menatap nasi basi yang ada di kotak bekal. Benar juga kata Bi Inah, ternyata ada yang mengirimkan isyarat dalam senyap. Ternyata aku tak cukup peka membaca tanda-tanda. Dari kasus nasi basi ini aku harus lebih banyak belajar tentang kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun