Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Percakapan Malam di Dipo Kereta

16 April 2020   23:44 Diperbarui: 16 April 2020   23:54 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Malam Corona (ilustrasi Setiyo)

Suasana malam Jumat saat wabah virus corona, terasa syahdu di dipo Kereta Rel Listrik (KRL). Waktu merambat mendekati pukul delapan malam. Puluhan rangkaian kereta berjajar melepas lelah setelah seharian bekerja keras.

Di sudut sepi, dua kereta berbincang. Rembulan mulai mengintip di sela awan. Jalur-jalur rel dan batu-batu setia dengan kebisuannya. "Biasanya kita baru bisa istirahat selepas larut malam," kata kereta pertama.

"Iya, virus corona memaksa kita cepat pulang. Padahal kita terkenal sebagai ular besi perkasa tapi virus yang tak kelihatan bisa mengubah jadwal dan rencana-rencana," jawab kereta kedua.

"Makhluk tak kasatmata itu memang sudah menebarkan kerisauan yang nyata. Orang-orang harus memakai masker dan menjaga jarak agar tak tertular. Mereka juga jadi rajin cuci tangan dan memakai hand sanitizer,” kata kereta pertama. Rangkaian kereta yang ada di dipo terdiam, entah mengantuk atau menyimak percakapan itu.

“Untung saja kita tak perlu memakai masker walau harus rutin disemprot cairan sabun, apa itu namanya?”

“Kalau nggak salah diisiketan, eh disinfektan atau desinfektan gitu. Lagian masker yang mendadak langka dan dijual mahal di dekat stasiun tidak ada yang muat buat kita,” jawab kereta pertama.

“Kan kita bisa pesan masker kain, mungkin dari kain spanduk sisa kampanye. Apa dari celana kolor yang suka dijemur di pinggir rel kereta.”

“Ha ha, kamu ada-ada saja.”

“Tapi sejak ada PSPB eh apa itu PSBB ya, tugas kita jadi ringan. Penumpang sudah banyak berkurang, tak seperti hari-hari biasa. Apalagi kalau pas jam sibuk di pagi atau sore hari, aku kadang ngos-ngosan membawa sesak penumpang.”

“Ah, itu mah faktor U kali.”

“Sembarangan! Gini-gini masih gagah perkasa. Kamu aja yang suka encok.”

Keduanya tertawa. Serombongan kelelawar terbang rendah seperti ingin ikut mendengar percakapan.

“Tapi dengar-dengar dari suara penumpang mulai hari Sabtu besok kita juga harus WFD selama dua minggu.”

“Apa itu WFD”

Work from Dipo. Seperti orang-orang itu yang WFH atau Work From Home istilah keren untuk kerja dari rumah. Kalau mereka di rumah saja, kita di dipo aja. Konon tujuannya untuk memutus mata rantai penularan virus corona, karena banyak orang yang masih mengandalkan kita untuk pergi ke ibu kota.”

“Aku dengarnya juga begitu. Tapi kan itu masih wacana karena ibukota dan sekitarnya mau menerapkan PSBB tadi.”

“Tapi kasihan juga ya, banyak orang yang masih harus bekerja mencari nafkah, terutama yang bekerja di sektor-sektor yang berhubungan dengan hajat orang banyak.”

“Kita tunggu saja pengumuman resminya. Tapi kalau kita benar-benar harus libur, rencananya kamu mau ngapain berhari-hari mager di dipo.”

“Kalau bisa sih pengin pulang kampung. Aku kangen pengin suasana di kampung halaman, sudah lama tak mencium aroma Bunga Sakura. Tapi kampung kita terlalu jauh ya, harus berhari-hari naik kapal laut.”

“Rindu kampung halaman apa rindu mantan? Apa kamu lupa kalau ada himbauan dari pemerintah untuk pulang kampung. Eh kampung halaman kita lockdown nggak ya?”

“Iya ya. Kalau gitu pagi-pagi kita bisa ke tukang sayur, terus berjemur sebelum masak, baru mandi deh, kemudian bobok siang.”

“Emang kamu bisa masak? Masak air aja gosong.”

“Wah menyepelekan.”

“Kalau nggak kita ke pasar aja beli kunyit, temu mantan eh temulawak, jahe dan temu-temu lainnya buat bikin empon-empon untuk meningkatkan imunitas.”

“Ah, kamu ada-ada saja.”

Tak terasa malam semakin merambat. Sudah hampir jam sepuluh malam.

“Kok ngantuk ya. Apa kita nongkrong saja di warung kopi?”

“Hush, nanti ditangkap petugas karena malam-malam berkeliaran. Kan wilayah kita sudah PSBB. Mungkin warung kopi juga pada tutup.”

Yo wis. Tidur aja kalau gitu.”

“Oke. Selamat malam. Awas, jangan dekat-dekat. Ingat jaga jarak.”

“Ah, kita kan seperti sepasang rel yang setia menjaga jarak.”

“Jangan gombal.”

“Ya sudah selamat tidur. Jangan lupa berdoa agar badai corona cepat berlalu biar jadwal perjalanan bisa normal seperti biasa.”

“Siap. Mimpi indah ya.”

Gelap malam perlahan menyelimuti dipo. Puluhan rangkaian kereta berjajar melepas lelah.

--- oOo ---

Depok, 16 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun