Mohon tunggu...
Sesti Nurlatifah
Sesti Nurlatifah Mohon Tunggu... Penulis - Institut Teknologi Sumatera

Andai semua karena Allah, mengapa begitu banyak pertimbangan manusia yang dijadikan penyebab keputusan?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Sang Perantau

19 Juli 2024   19:19 Diperbarui: 19 Juli 2024   19:21 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

****

Setelah selesai tutor bimbel, seperti biasa aku duduk diperbatasan pintu kantin, sambilku pangdangi jalanan. Entah kenapa aku suka sekali duduk disini, menikmati angin sore sambil memandang satu persatu orang-orang yang mulai meninggalkan ruangan, menaiki kendaraan pribadi atau bahkan menunggu jemputan. Jarang sekali mereka menaiki angkutan umum atau bahkan tidak ada kecuali hanya aku. Ada rasa tak percaya bisa sampai disini, hidup sendiri di Kota Kembang, berusaha bekerja untuk bisa bertahan. Bergelut dengan waktu antara bimbel dan kerja. Melelahkan memang kalau bukan karena harapan-harapan yang ku gantungkan dan harus segera tercapai. 

"Kau belum pulang Ra?". Ucap Agung mengagetkan ku. 

"Belum lagi nungguin angkot, kau sendiri belum pulang?." jawabku.

"Tadi sholat asar dulu, oh iya jadinya rencanmu mau lanjut ke PTN mana?" 

Sebuah pertanyaan yang sering kali di lontarkan teman-teman bimbelku, sampai saat ini belum menemukan titik temu kemana sebenarnya aku ingin melangkah. Ada masa dimana aku takut tak dapat mencapainya atau kuliah hanya sebuah angan-angan saja. Mungkin aku tak seberuntung mereka, terlahir dari keluarga yang serba pas-pas hingga memutuskan untuk merantau. Bisa ikut tutorpun tanpa biaya sendiri, karena mengajukan beasiswa dan sepertinya hanya dibimbel ini yang mau menyediakan beasiswa full selama 1 tahun bagi alumni SMA sepertiku. Dan mungkin aku orang pertama yang beruntung mendapatkan itu. 

"Hei Khaura Azzahra, kau belum menjawab pertanyaanku!" ucap Agug dengan melambaikan tangan didepan mataku. 

"Oh iya maaf, nanti juga kamu tau gung hehe. Eh cepet pulang nanti ujan lagi baru tau rasa" ucapku mengalihkan pembicaraan. 

"Iya, tapi kamu ga jadi milih untuk keluar Pulau Jawakan? Kamu di Bandung aja biar kita masih bisa ketemu", ucapnya dengan tersenyum. 

"Gimana nanti aja, sana pulang. Aku akan merantau ke Pulau Sumatera". Sahutku dengan nada bercanda. 

"Yaelah jauh amat, yaudah aku duluan wassalamualaikum". Ucapnya sambil pergi megendarai motor. Di depan gerbang Pak satpam sejak dari tadi ternyata memperhatikan gerak gerik kami sambil tersenyum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun