Apakah pantai, lelaki yang selalu
membuatmu merenung? Betapa
mengagumkankah ia, sehingga
ia lebih menarik daripada aku?
Aku mengirim kabar lewat puisi--
teman sejati yang tak pernahÂ
menganggap perasaan cintaku basi--
ke jendela kosmu. Apakah kabar itu
sampai atau tidak? Barangkali
kau menemukannya tergeletak
di antara debu lantai kamarmu
kemudian kausapu.
Memang perasaanku setragis itu.
Ia tak pernah bisa melihat pelangi
kecuali awan mendung yangÂ
menyembunyikan wajahmu.
Ketika kuputuskan untuk datangÂ
sendiri, kau selalu punya alasan
untuk lari. Pergi ke pantai yang
kaucintai sebagai kekasih. Mungkin
kau harapkan calon suamimu datang
diiringi debur ombak.
Air laut yang menyentuh kakimu
adalah pertanda yang misal, yang
hanya sebentar menyadarkanmu.
Kemudian kau asyik merenung kembali.
Ketika wajahmu disorot kamera,
kau berlaku sopan dengan memberi senyum.
Andai senyum yang sama juga untukku.
Sangatta, 06/06/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H