Mohon tunggu...
Riecki Serpihan Kelana Pianaung
Riecki Serpihan Kelana Pianaung Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

"Hidup hanya berkelana dari sebuah serpihan untuk "menuju" mati" ____________________________________ @rskp http://www.jendelasastra.com/user/riecki-serpihan-kelana-pianaung https://domainxx.blogspot.co.id/ https://www.youtube.com/watch?v=M11_fpnT5_g&list=PL1k1ft1F9CCobi2FMkdqQ6H4PFFWPT--o&index=2 https://www.evernote.com/Home.action#n=c9ce48a1-38c2-4b2b-b731-c340d3352d42&ses=4&sh=2&sds=5&

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hoga

23 Mei 2016   22:49 Diperbarui: 23 Mei 2016   23:15 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://cg-artwork-fantasy_art

Malam itu sangat gelap. Tak ada kedipan bintang – bintang di langit. Suasana kampung sangat lengang sekali. Seperti kampung yang tiada penghuninya. Bila ada suara orang berjalan atau sedang bercakap – cakap, akan terdengar sekali pada jarak yang jauh.

 Malam itu seperti diselimuti kabut. Apakah karena peristiwa yang terjadi tadi pagi? Sungguh malam yang penuh misteri.

Ibu Pato telah pulas setelah selesai makan malam. Pato belum tidur. Sambil menunggu datangnya rasa kantuk, Pato membetulkan gagang parangnya yang telah pecah. Melilitkan dengan ban bekas yang dipotong sesuai ukuran pada tangkai pegangannya. Parangnya ini telah dianggap sebagai pena untuk bekerja sehari – harian  di kebun.

Pato menggantikan posisi ayahnya selama ini. Menjadi tulang punggung keluarga. Hanya diterangi dengan sebuah lampu obor yang dibuatnya dari kaleng susu bekas Pato dengan tekun mengerjakannya.

Malam semakin larut. Telinganya samar- samar menangkap suara mencurigakan di belakang rumah mereka.  Pato terdiam, tanpa gerakan apa – apa. Telinganya dipasang untuk berkonsentrasi pada suara itu. Suara kaki orang yang sedang berjalan sangat pelan sekali. Pato berdiri perlahan – lahan. Berendap – endap Pato keluar lewat pintu samping. Tak lama kemudian  hanya terdengar bunyi bergedebuk, lalu diam. Membisu seperti keadaan semula. Pato kembali masuk lalu menyimpan parang yang dibetulkannya. Ada sedikit bau anyir. Pato mencuci tangannya lalu masuk ke kamarnya.

Keesokan harinya. Mentari mulai bersinar dari singgasananya. Daun – daun cemara nampak berkilauan, dibelai sapa sang surya. Cahayanya laksana mata dewa, menerobos jantung dari balik  celah – celah dedaunan. Para warga juga memulai kesibukan masing – masing.

Termasuk ibu Pato. Tangannya meraih pintu samping sambil menenteng jemuran yang kemarin belum sempat kering. Tiba – tiba terdengar jeritannya.

“Patooooo,,,,,,,,ayahmuuuuu…….!!!!!”

*********

@rskp. 23052016,,          Jakarta

http://cg-artwork-fantasy_art
http://cg-artwork-fantasy_art

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun