Mohon tunggu...
Aryanto Seran
Aryanto Seran Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger, Pengguna Sosial Media Aktif

WNI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa Kabar HKI di Era Pengguna Youtube?

26 April 2018   09:04 Diperbarui: 26 April 2018   20:02 4771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebetulnya konteks HaKI sangatlah luas. Tapi berhubung penulis ingin membatasi diri pada konteks era Youtubers dan Instagramers yang sedang "ngetren", maka penulis hanya akan berbicara tentang siapa dan apa sebenarnya yang menjadi subjek dan objek tema HaKI di era zaman digital ini. 

April 2017, kalau kita mengikuti pemberitaan di media, musisi Anji (eks vokalis Drive yang kini memilih menjadi solois) banyak berteriak soal masalah hak atas royalti. Di antara musisi-musisi yang mengeluhkan royalti lagunya tidak dibayar oleh tempat-tempat karaoke, Anji menjadi salah satu yang paling vokal.

Kalau tidak salah ingat, saat menonton di Televisi waktu itu, Anji menyinggung juga tentang musisi lain yang tampil di acara-acara offair di daerah-daerah namun membawakan lagu dari musisi lain. Tentu, menurut Anji, ini adalah sebuah masalah. Persoalannya karena lagu dari musisi lain tersebut dipakai seorang musisi (penyanyi) untuk tampil dan mendapatkan keuntungan pembayaran (honor Offair).

Kasus Anji di atas hanyalah satu dari sekian banyak persoalan royalti, hak cipta atau perihal kekayaan intelektual. Jika saat ini kita menjadi salah satu pengguna Youtube atau Instagram, setiap menit bahkan detik kita disuguhkan pada video dan foto-foto dari akun-akun yang kita ikuti. Kalau kita jeli, kerap kita menemukan bahwa video dan foto-foto itu bukan hanya dibagikan oleh salah satu akun tapi juga oleh akun lainnya. 

Persis di sini, lalu muncul pertanyaan, siapa sebenarnya pihak pertama yang membagikannya atau menjadi pemilik dari video atau foto tersebut. Apakah persoalan apresiasi terhadap hak cipta atau kepemilikan sebuah karya video atau foto sesederhana mem-posting ulang sebuah video/ foto, kemudian menambahkan keterangan dengan hashtag/tagar #repost, credits to sang pemilik hasil karya. 

Lalu bagaimana persoalannya jika ternyata dari hasil postingan ulang itu, seseorang justru mendapatkan keuntungan pembayaran dari pihak lain sementara sang pemilik asli dari hasil karya tersebut tidak mendapatkan apa-apa. Rumit, bukan?

Hemat penulis, persoalan ini hanya akan bisa terselesaikan jika ada payung hukum yang jelas dan secara detil mengaturnya. Tentu, hukum yang harus kontekstual dengan perkembangan saat ini, bukan hukum yang ditetapkan beberapa tahun lalu. 

Lalu?

Pada tahun 2015, dalam rangka Hari Kekayaan Intelektual Dunia, WIPO mengusung tema : Get UP, Stand UP, For Music sedangkan tema nasional yang diusung Indonesia pada hari kekayaan intelektual di tahun tersebut adalah "Melindungi Kekayaan Intelektual untuk Mendukung Ekonomi Kreatif Nasional". 

Tema tersebut diangkat mengingat bahwa Ekonomi Kreatif adalah sebuah konsep di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang utama. 

Tahun 2016, pemerintah mengeluarkan UU No 20 tentang Merek dan Indikasi Geografis; dan tahun 2017 kampanye yang diusung untuk memeringati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia adalah dengan tema "Kekayaan Intelektual Untuk Indonesia Yang Inovatif".  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun