Mohon tunggu...
Aryanto Seran
Aryanto Seran Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger, Pengguna Sosial Media Aktif

WNI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa Kabar HKI di Era Pengguna Youtube?

26 April 2018   09:04 Diperbarui: 26 April 2018   20:02 4771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock.com

Hari ini, 26 April 2018, dunia memperingati atau lebih tepatnya diingatkan pada salah satu momentum penting dalam sejarah, atau yang kita kenal sebagai Hari Kekayaan Intelektual (HKI) ke - 18. Pertanyaannya: Apakah HaKI di era saat ini sudah benar disadari dan seberapa massive kesadaran itu?

Sekilas Sejarah HKI

Undang-undang mengenai HaKI pertama kali diterapkan di Venice, Italia yaitu mengenai masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. 

Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791.

 Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). 

WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Kemudian, pada tahun 2001 World Intellectual Property Organization (WIPO) telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. 

Setiap tahun, negara-negara anggota WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan beragam kegiatan dalam rangka memeriahkan Hari HaKI Sedunia. Indonesia sendiri menyatakan komitmen ikut dalam kesepakatan ini, ketika terjadinya penandatanganan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh-Maroko, yaitu dengan melampirkan dalam Undang-undang No. 7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Apa Itu HKI?

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia (Sutedi 2009:38). 

Sederhananya, sepemahaman penulis, hak yang dimiliki seorang penulis buku, penyair, pencipta lagu, pelukis, seniman tari atau bentuk kebudayaan lainnya terhadap hasil karyanya. 

HaKI di Era Youtubers dan Instagramers

Sebetulnya konteks HaKI sangatlah luas. Tapi berhubung penulis ingin membatasi diri pada konteks era Youtubers dan Instagramers yang sedang "ngetren", maka penulis hanya akan berbicara tentang siapa dan apa sebenarnya yang menjadi subjek dan objek tema HaKI di era zaman digital ini. 

April 2017, kalau kita mengikuti pemberitaan di media, musisi Anji (eks vokalis Drive yang kini memilih menjadi solois) banyak berteriak soal masalah hak atas royalti. Di antara musisi-musisi yang mengeluhkan royalti lagunya tidak dibayar oleh tempat-tempat karaoke, Anji menjadi salah satu yang paling vokal.

Kalau tidak salah ingat, saat menonton di Televisi waktu itu, Anji menyinggung juga tentang musisi lain yang tampil di acara-acara offair di daerah-daerah namun membawakan lagu dari musisi lain. Tentu, menurut Anji, ini adalah sebuah masalah. Persoalannya karena lagu dari musisi lain tersebut dipakai seorang musisi (penyanyi) untuk tampil dan mendapatkan keuntungan pembayaran (honor Offair).

Kasus Anji di atas hanyalah satu dari sekian banyak persoalan royalti, hak cipta atau perihal kekayaan intelektual. Jika saat ini kita menjadi salah satu pengguna Youtube atau Instagram, setiap menit bahkan detik kita disuguhkan pada video dan foto-foto dari akun-akun yang kita ikuti. Kalau kita jeli, kerap kita menemukan bahwa video dan foto-foto itu bukan hanya dibagikan oleh salah satu akun tapi juga oleh akun lainnya. 

Persis di sini, lalu muncul pertanyaan, siapa sebenarnya pihak pertama yang membagikannya atau menjadi pemilik dari video atau foto tersebut. Apakah persoalan apresiasi terhadap hak cipta atau kepemilikan sebuah karya video atau foto sesederhana mem-posting ulang sebuah video/ foto, kemudian menambahkan keterangan dengan hashtag/tagar #repost, credits to sang pemilik hasil karya. 

Lalu bagaimana persoalannya jika ternyata dari hasil postingan ulang itu, seseorang justru mendapatkan keuntungan pembayaran dari pihak lain sementara sang pemilik asli dari hasil karya tersebut tidak mendapatkan apa-apa. Rumit, bukan?

Hemat penulis, persoalan ini hanya akan bisa terselesaikan jika ada payung hukum yang jelas dan secara detil mengaturnya. Tentu, hukum yang harus kontekstual dengan perkembangan saat ini, bukan hukum yang ditetapkan beberapa tahun lalu. 

Lalu?

Pada tahun 2015, dalam rangka Hari Kekayaan Intelektual Dunia, WIPO mengusung tema : Get UP, Stand UP, For Music sedangkan tema nasional yang diusung Indonesia pada hari kekayaan intelektual di tahun tersebut adalah "Melindungi Kekayaan Intelektual untuk Mendukung Ekonomi Kreatif Nasional". 

Tema tersebut diangkat mengingat bahwa Ekonomi Kreatif adalah sebuah konsep di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang utama. 

Tahun 2016, pemerintah mengeluarkan UU No 20 tentang Merek dan Indikasi Geografis; dan tahun 2017 kampanye yang diusung untuk memeringati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia adalah dengan tema "Kekayaan Intelektual Untuk Indonesia Yang Inovatif".  

Dan pada tahun ini, 2018, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (KI) dan Kementerian Hukum dan HAM memperingati hari Kekayaan Intelektual Sedunia dengan tema nasional yang diusung adalah "Generasi Indonesia yang Inovatif, Kreatif, dan Berkarakter".  

Tema ini sejalan dengan tema Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-18 tahun yang diangkat oleh World Intellectual Property Organization atau WIPO yaitu :"Powering change: Women in innovation and creativity".

Dari tiga tahun berturut-turut, bisa dilihat bahwa tema yang diusung kurang lebih sama yaitu mengenai kreatif dan inovatif. Tentu harus diapresiasi langkah pemerintah selama tiga tahun ini; karena dengan demikian pemerintah membuktikan komitmennya untuk memperhatikan hak para pemilik kreativitas dan para inovator dalam menciptakan karya-karyanya. 

Tapi sebagai catatan, menurut penulis, langkah pemerintah yang sangat positif ini harus lebih dimaksimalkan proses sosialiasinya kepada masyarakat luas. Apalagi, ini era digital ini, suatu hasil karya dapat dengan sangat cepat menyebar ke berbagai media bahkan sampai tak bisa terkontrol. 

Di media-media sosial, seseorang membagikan hasil karyanya untuk dinikmati oleh publik. Namun setelah membagikan hasil karyanya tersebut, sang pemilik sendiri bahkan sampai tidak tahu dan tidak lagi bisa mengontrol kemana dan sampai kapan hasil karyanya itu di-download lalu dibagikan ulang (repost) oleh orang lain. 

Harapan kuat penulis, semoga saja ke depan Indonesia (tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat) menyadari ini sebagai sebuah problem yang harus diselesaikan bersama. Karena, kalau kata Pedangdut Cita Citata, "sakitnya tuh di sini" kalau sebuah hasil karya yang kita ciptakan dengan susah-payah tidak diapresiasi masyarakat luas sebagaimana mestinya. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun