Mohon tunggu...
Ata Serani
Ata Serani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok di Pusaran Skandal Reklamasi, Suap Mohammad Sanusi dan Kasus Sumber Waras

7 April 2016   09:59 Diperbarui: 7 April 2016   10:23 2437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal tambahan kontribusi kepada pengembang itu dilakukan sebagai bentuk subsidi silang antara pengembang dengan warga sekitar yang nantinya akan terkena dampak reklamasi.

Menurut Ahok, di saat awal pembicaraan memang tidak ada penolakan dari sejumlah pengembang terkait angka yang ditawarkan Pemprov DKI. "Selama ini pengembang iya-iya saja. Tapi kalau mereka (pengembang) nego dengan DPRD, ini pengkhianatan," kata Ahok (Metrotvnews.com, 3/4).

Ahok sudah memutuskan menunda proyek reklamasi itu. Bahkan kalau perlu sampai hasil Pemilu 2019. Dan seluruh kegiatan di pulau reklamasi dihentikan serta akses menuju pulau reklamasi itu ditutup.

Itu namanya, main air basah, main api hangus. Ingin menyuap agar proyek lancar, aelah malah kena batunya. Proyek terbengkalai, diri sendiri harus masuk bui. Niat Mohammad Sanusi menjadi Gubernur DKI Jakarta pun mesti disimpan entah sampai kapan.

Seperti umumnya kasus korupsi, apalagi korupsi kebijakan, tentu tak mungkin hanya solo karir, pemain tunggal. Korupsi selalu dilakukan berjamaah. Mohammad Sanusi, kader Gerindra itu sudah berjanji akan membuka siapa saja yang terlibat kasus Reklamasi Teluk Jakarta. Ahok pun sudah menyatakan siap diperiksa KPK terkait kasus itu. Mudah ditebak akan terjadi ‘cuci tangan’ masal.

KPK tentu tak perlu diajari untuk menelisik kasus itu. Yang sok pintar mengajar KPK, malah ketangkap. Yang sok keras berteriak menantang KPK, malah diborgol. Lalu siapa menyusul Mohammad Sanusi? Siapa yang berdebar-debar?.

Seorang kawan mengirim WA. ‘’Bro, apa benar kasus Rumah Sakit Sumber Waras yang didorong-dorong DPRD DKI ke KPK itu, untuk mengalihkan kasus Reklamasi Teluk Jakarta?’’.

Setahu saya KPK tak akan mungkin didorong-dorong, direkayasa, atau didikte untuk memeriksa atau tidak memeriksa sebuah kasus korupsi. KPK memiliki independensi penuh. Pedoman mereka hanya satu yakni alat bukti. Jika dua alat bukti terpenuhi, tak perduli itu menteri, anggota DPR, gubernur, bupati, anggota DPRD, pengusaha kakap, akan langsung diperiksa. Saatnya pasti tiba.

Karena itu mari menunggu kerja KPK. Dalam satu dua bulan ini rasanya akan semakin banyak nama yang mencuat dari permukaan pulau reklamasi. Akan semakin banyak orang (ogah sebut tokoh) yang mengenakan rompi oranye. Mereka tentu bukan sembarang orang, tetapi orang-orang terhormat yang suka berteriak lantang. Seperti yang dikatakan Ruhut Sitompul: Sebelas-duabelas, em-te-em (MTM), maling teriak maling.*

Ata Serani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun