Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta, Septyana Dwi Kusumawati
Efektivitas hukum dalam masyarakat dan apa saja syaratnya
Efektivitas hukum yang berarti kesesuaian antara apa yang diatur dalam hukum dengan pelaksanaannya. Efektivitas suatu hukum ditentukan antara lain oleh tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum itu sendiri, termasuk para penegak hukumnya.Â
Suatu hukum tidak dapat berfungsi secara efektif tanpa adanya faktor pendukung lain seperti aparat penegak hukum dan masyarakat, namun hal tersebut tidak akan membuat hukum langsung dapat berfungsi secara efektif karena memerlukan beberapa langkah untuk hukum itu dapat dijalankan. penerapan efektifitas hukum dibutuhkan kekuatan fisik untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum menjadi kenyataan berdasarkan wewenang yang sah. Â Sanksi bisa diterapkan untuk kehidupan bermasyarakat untuk membentuk suatu ketaatan, maka dengan keadaan tersebut dapat menunjukkan tanda-tanda bahwa hukum tersebut sudah efektif.Â
Contoh peranan hukum dalam kehidupan sehari- hari mencakup beberapa hal antara lain dengan keluarga, dalam hubungan kerja, dalam menjalankan pekerjaan, hubungan dengan hak, dalam perkembangan masyarakat dan dalam hubungan dengan ilmu lainnya.
Syarat agar hukum menjadi efektif :
- Undang-Undang dirancang dengan baik, memberi kepastian, mudah dipahami dan kaidahnya jelas.
- Undang-Undang bersifat larangan (prohibitur) serta bukan memperbolehkan (mandatur).
- Sanksi harus sesuai dengan tujuan.
- Beratnya sanksi dilarang berlebihan (sebanding dengan bobot pelanggarannya).
- Pelaksana hukum wajib menjalankan tugas yang diberikan dengan baik, menyebarluaskan tentang Undang-Undang, serta penafsiran yang seragam dan tetap atau konsisten.
- Mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat.
- Mengandung larangan yang sesuai dengan moral dalam kehidupan.Â
Contoh Pendekatan Sosiologi Dalam Studi Hukum Ekonomi SyariahÂ
Pentingnya pendekatan sosiologis terhadap agama dapat dipahami, karena banyak ajaran agama yang relevan dengan masalah sosial. Sosiologi agama mempelajari bagaimana agama mempengaruhi masyarakat, dan mungkin agama masyarakat mempengaruhi keyakinan agama. Pendekatan sosiologis memiliki peran yang sangat penting dalam upaya memahami dan menggali makna kebutuhan aktual al-Qur'an.Â
Tidak hanya diakibatkan oleh Islam selaku agama yang lebih mengutamakan hal-hal yang berbau sosial daripada individual yang teruji dengan banyaknya ayat al-Qur'an serta Hadis yang berkenaan dengan urusan muamalah (sosial), perihal ini pula diakibatkan banyak cerita dalam al-Qur'an yang kurang dapat dimengerti dengan pas kecuali dengan pendekatan sosiologi. Oleh karena itu, dalam memahami agama perlu dipahami bagaimana kondisi sosial suatu tempat berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Menemukan perbedaan dan persamaan yang dapat memberikan pemahaman terhadap suatu situasi menjadi bahan untuk mencari solusi, memberikan inspirasi bagi yang sedang maupun belum menemui masalah.
Contoh pendekatan sosiologi dalam hal hukum ekonomi syariah adalah kita dapat menemukan peristiwa nabi Yusuf yang pernah menjadi budak, dan akhirnya bisa menjadi penguasa Mesir. Sebagai contoh untuk menjawab mengapa Musa harus dibantu oleh Nabi Harun dalam menjalankan tugasnya. Sampai pertanyaan ini bisa dijawab, dan dengan dukungan ilmu-ilmu sosial, pelajarannya tidak bisa ditemukan. Tanpa ilmu-ilmu sosial, peristiwa-peristiwa ini sulit untuk digambarkan dan dipahami maknanya. Demikianlah kedudukan sosiologi sebagai salah satu alat untuk menangkap ajaran agama. Pentingnya pendekatan sosiologis terhadap agama dapat dipahami, karena banyak ajaran agama yang relevan dengan masalah sosial. Pada gilirannya, tingkat fokus keagamaan pada persoalan sosial ini memaksa kelompok-kelompok keagamaan menguasai ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk menguasai agamanya.
Latar belakang mengapa gagasan progressive law muncul
Gagasan Hukum progressive law muncul karena prihatin terhadap kualitas penegakan hukum di Indonesia terutama sejak terjadinya reformasi pada pertengah tahun 1997. Jika fungsi hukum dimaksudkan untuk turut serta memecahkan persoalan kemasyarakatan secara ideal, maka yang dialami dan terjadi Indonesia sekarang ini adalah sangat bertolak belakang dengan cita-cita ideal tersebut. Hukum Progresif memiliki asumsi dasar hubungan antara hukum dengan manusia.Â
Progresivisme bertolak dari pandangan kemanusiaan, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, memiliki sifat-sifat kasih sayang serta kepedulian terhadap sesama. Dengan demikian, asumsi dasar Hukum Progresif dimulai dari hakikat dasar hukum adalah untuk manusia. Hukum tidak hadir untuk dirinya-sendiri sebagaimana yang digagas oleh ilmu hukum positif tetapi untuk manusia dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Posisi yang demikian mengantarkan satu predisposisi bahwa hukum itu selalu berada pada status "law in the making" (hukum yang selalu berproses untuk menjadi).
progressive law di Indonesia berkembang karena di Indonesia masyarakat yang beraneka ragam dan berbagai latar belakang sosial, agama, ras, suku, budaya, bahasa dan adat istiadat sehingga memerlukan payung hukum yang adil dalam masyarakat dengan adanya progressive law ini menerapkan bahwa hukum itu bebas dimana hukum itu untuk manusia bukan manusia untuk hukum dengan mengedepankan hasil atau tujuan yang sebenarnya.
Law and Social Control, Socio-Legal, dan Legal Pluralism
A. Law and Social Control
Law and Social Control memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Hal ini berarti bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentraman terwujud.
Fungsi Law and Social Control sebagai alat kontrol sosial dapat berjalan dengan baik bila terdapat hal-hal yang mendukungnya. Selain itu, pihak pelaksana sangat menentukan. Suatu aturan atau hukum yang sudah memenuhi harapan suatu masyarakat serta mendapat dukungan, belum tentu dapat berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh aparat pelaksana yang komit terhadap pelaksanaan hukum. Hal yang terakhir inilah yang sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia.Â
Social Control membahas isu-isu tentang bagaimana masyarakat memelihara atau menumbuhkan kontrol sosial dan cara memperoleh konformitas atau kegagalan meraihnya dalam bentuk penyimpangan.
Peran Law and Social Control Masyarakat :Â Proses perkembangan hukum sebenarnya tidak berhenti demikian saja, akan tetapi dapat berlangsung lebih jauh. Dengan demikian sosial control bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas, dengan perubahan dalam masyarakat. Social control berfungsi membentuk kaidah baru yang menggantikan kaidah lama, dalam compultion diciptakan situasi seseorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya menghasilkan kepatutan secara tidak langsung.
B. Socio-legal
sosio-legal adalah salah satu metode interdisipliner yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana hukum bisa efektif dalam praktiknya di masyarakat. nama sosio-legal hanyalah istilah yang memayungi metode interdisipliner dalam studi hukum dengan bantuan ilmu-ilmu sosial. Mencatat bahwa metode tersebut justru sudah dikenalkan oleh Paul Scholten yang bertugas membuka sekolah tinggi hukum pertama di Batavia. sosio-legal telah dikembangkan Bidang Studi Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan FHUI sejak 1971. Fokusnya adalah tentang bagaimana teks hukum dikaji dari perspektif keadilan masyarakat dan bagaimana hukum direspon serta bekerja dalam masyarakat.
Socio-Legal sangat memperkaya perkembangan ilmu hukum baik di ranah teoritik maupun praktikal. Secara teoritik pendekatan ini menjadi ruang bagi pengembangan ilmu hukum kontemporer yang pendekatan interdisiplin. Secara praktikal hasil kajiannya bermanfaat utamanya untuk dasar perumusan hukum dan kebijakan, serta reformasi kelembagaan utamanya peradilan. Banyak isu hukum di Indonesia yang dikaji sejak 1991 hingga sekarang dengan metode sosio-legal. Misalnya isu budaya dan perubahan hukum, pembangunan hukum, reformasi hukum, pluralisme hukum, serta gender dan hukum.
Oleh karenanya dibutuhkan suatu pendekatan hukum yang bisa menjelaskan hubungan antara hukum dan masyarakat." Socio-legal studies hadir sebagai suatu sistem penelitian untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat.
C. Legal Pluralism
Pluralisme Hukum adalah Pluralisme hukum (legal pluralism) diartikan sebagai keragaman hukum. Pluralisme hukum adalah munculnya suatu ketentuan atau sebuah aturan hukum yang lebih dari satu di dalam kehidupan sosial. Kemunculan dan lahirnya pluralisme hukum di indonesia disebabkan karena faktor historis bangsa indonesia yang mempunyai perbedaan suku, bahasa, budaya, agama dan ras. Tetapi secara etimologis bahwa pluralisme memiliki banyak arti, namun pada dasarnya memiliki persamaan yang sama yaitu mengakui semua perbedaan-perbedaan sebagai kenyataan atau realitas. Dan di dalam tujuan pluralisme hukum yang terdapat di indonesia memiliki satu cita-cita yang sama yaitu keadilan dan kemaslahatan bangsa.
Pluralisme hukum bisa menjadi ancaman serius bagi proses demokrasi di Indonesia. Dengan alasan pluralisme hukum, semua produk hukum dapat dipakai untuk menyuburkan nilai-nilai feodalisme, otoritarianisme, ketidakadilan ekonomi, dan bahkan dijadikan jalan bagi totalitarianisme. Oleh karena itu, pluralisme hukum, bagaimanapun juga, tidak relevan dengan kondisi sosial politik Indonesia. Dalam perjalanannya, pluralisme hukum ini tidak terlepas dari sejumlah kritik, diantaranya: (1) pluralisme hukum dinilai tidak memberikan tekanan pada batasan istilah hukum yang digunakan (2) pluralisme hukum dianggap kurang mempertimbangkan faktor struktur sosio ekonomi makro yang mempengaruhi terjadinya sentralisme hukum dan pluralisme hukum. Kelemahan penting dari pluralisme hukum adalah pengabaiannya terhadap aspek keadilan. Lagi pula, pluralisme hukum belum bisa menawarkan sebuah konsep jitu sebagai antitesis hukum negara. Pluralisme hukum hanya dapat dipakai untuk memahami realitas hukum di dalam masyarakat.Â
Pluralisme hukum di Indonesia mulai disadari sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Isu mengenai kebijakan pemerintahan Hindia Belanda untuk memberlakukan satu hukum yang tepat bagi masyarakat pribumi, mendorong beberapa Ahli untuk mencari formulasi hukum yang tepat bagi masyarakat Pribumi. Diskusi para ahli ini dipercaya berporos pada pertanyaan mengenai apakah Hukum Adat atau Hukum Islam yang harus diberlakukan bagi masyarakat Pribumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H