“Pak Haji…kata bapakku..Pak Haji…”napas Dedi tidak beraturan.
“Kenapa sama Pak Haji, ha?”
“Pak Haji baru saja meninggal Mas di rumah sakit. Bapakku dari rumah sakit barusan.”sontak Joni kaget mendengar kabar itu.
“Innalillahi wainaillaihirojiun….yang benar kamu Ded?” Joni mengganti pakaiannya dan segera bergegas ke rumah pak Haji. Sesampainya di sana sudah ada beberapa warga yang sibuk menata kursi di halam rumah, ibu-ibu yang bersih-bersih rumah. Dilihatnya Mas Abdi berdiri di dekat pintu sambil menelpon seseorang. Joni mendekatinya tanpa ada kata-kata.
Sambil menepuk bahu Joni “Bapak menitipkan masjid padamu Jon, Bapak yakin kamu bisa.” Bibir Joni seperti terkunci. Ia hanya mengangguk, diujung kedua matanya air itu hampir tumpah. Hari itu rencananya pak Haji akan dimakamkan jam satu siang.
-8-
Sepeninggal Pak Haji, Joni lah yang selalu mengimami sholat di masjid. Tarawih terakhir ini terasa berbeda, lebih banyak jamaah yang datang. Selesai tarawih seorang bapak mengajak Joni untuk bicara.
“Jon, sepeninggal Pak Haji, kamu yang selalu menjadi imam di masjid ini. Saya dan warga lain sudah berembug beberapa hari yang lalu.”
“Berembug soal apa Pak?” Joni terheran ketika melihat semua bapak-bapak yang datang ke masjid kemudian duduk melingkar di serambi masjid seperti akan ada rapat.
“Ayo duduk dulu. Kita bicarakan bersama.” Bapak itu mengajak Joni duduk bersama jamaah lain.
“Karena posisi ketua takmir kosong setelah Pak Haji nggak ada, jadi kami sepakat kalau kamu yang menggantikan pak Haji.” Joni terkaget-kaget. Menggantikan Pak Haji? Apa tidak salah dengar dia? Apa dia sanggup? Bukankah usianya masih tergolong muda untuk itu?