“Kamu sendiri? Nggak dianter sama Rayhan, Na?” Lio menatap mata Ratna. Matanya masih tajam seperti dulu.
Andai saja kamu tahu, Lio, bahwa aku tak pernah benar-benar menyukai Rayhan. Gumam Ratna dalam hati.
Lio melambaikan tangannya tepat di depan wajah Ratna. “Hei, Na, kalian masih pacaran kan?”
Ratna menggeleng, lalu tersenyum. “Udah ah bahas yang lain aja.” Mereka terdiam, lalu tak beberapa lama kemudian Ratna kembali bertanya pada Lio, “eh, tapi kalo kamu gimana? Kamu ke sini sendiri? Atau sama siapa? Sekarang kamu udah punya pacar dong, nggak jomblo terus,” tanpa Ratna sadari pertanyaan demi pertanyaan ia lontarkan kepada Lio.
Lio tertawa mendapat rentetan pertanyaan dari Ratna. “Tanyanya satu-satu dong. Kita duduk di sebelah sana yuk, biar lebih enak ngobrolnya,” ajak Lio yang mengarah pada sudut ruangan. Di sana para job hunter biasanya bisa duduk secara lesehan atau ‘ngemper’ secara bersama-sama.
“Aku ke sini sendiri kok. Masih jomblo. Belum ada lah yang mau sama pengangguran kayak aku gini.”
Ratna menepuk pundak Lio. “Jangan ngomong gitu. Kata siapa nggak ada yang mau sama kamu?”
“Aku bilangnya ‘belum’ lho ya, bukan ‘nggak ada’ yang mau sama aku. Barangkali perempuan di sebelahku ini mau sama aku,” Lio melirik Ratna.
Wajah Ratna mendadak merah seperti tomat. Lelaki yang berada di sampingnya saat ini memang tak pernah gagal membuatnya gugup. Bahkan sebelum Rayhan jadi pacarku, aku selalu mengharapkan kamu, Lio.Ungkap Ratna dalam hatinya.