“Ini no urut untuk interview awal setelah jam makan siang nanti ya,” Ratna mengangguk, mengambil secarik kertas bertuliskan angka nol tiga. Interview? Ia sama sekali tidak mempersiapkan itu semalam. Lalu bagaimana nanti? Ah, bisa hilang satu kesempatannya kali ini.
***
Lepas makan siang Ratna berniat kembali ke booth perusahaan yang memproduksi mobil Jepang itu. BRUUKKK..!!
“Maaf.. maaf.. saya kurang hati-hati,” lelaki berperawakan cukup tinggi dengan kulit sawo matang itu menabrak Ratna. Sepertinya dia buru-buru.
“Iya nggak apa-apa, lain kali hati–hati ya,” ujar Ratna sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
“Sekali lagi maaf ya Mbak……” ucapan lelaki itu menggantung. “Sepertinya saya tidak asing dengan anda. Tapi siapa ya?” tambahnya.
Dahi Ratna mengernyit. “Astaga…kamu Lio bukan? Anak kelas 3 IPS 1.” Ratna menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Hampir saja dia berteriak menyadari siapa orang yang ada di depannya sekarang.
Lio. Lelaki yang pernah jadi teman sekelasnya ketika duduk di bangku kelas dua itu kini ada di hadapannya. Tak dipungkiri Ratna pernah menyimpan hati pada Lio, sayangnya Ratna tak pernah berani mengungkapkan perasaannya kepada Lio. Hingga akhirnya Ratna lebih memilih Rayhan yang lebih dulu menyatakan cinta.
Dalam kamusku, perempuan nggak boleh menyatakan cinta duluan. Begitu komitmen yang selalu Ratna pegang, hingga sekarang? Entahlah, hanya hatinya yang tahu.
“Cari kerja juga, Na? Long time no see,” tanya Lio pada wanita yang ada di hadapannya.
Ratna tersenyum, ia seakan tak percaya akan bertemu dengan teman lamanya di sini. Teman lama? Ah sepertinya tak hanya sekadar itu. “Iya, kamu juga?”