Selain anggaran, setiap pengeluaran perlu juga dicatat. Dari situlah nantinya kita bisa mengenali latte factor. Apa itu latte factor ? Istilah latte factor dikenalkan oleh David Bach, seorang penulis asal Amerika, menurutnya latte factor adalah hal kecil yang dibelanjakan dalam jumlah kecil namun lambat laun cukup menguras dompet. Contohnya seperti uang rokok, kopi, makan di luar, nonton film di bioskop, dsb.
Jika memang tidak bisa dihilangkan, maka bisa diakali dengan mengurangi porsinya. Misal kebiasaan nongkrong di café yang awalnya setiap akhir minggu menjadi dua kali dalam sebulan.
Reward to my self
Berhemat bukan berarti menekan / menghilangkan semua list keinginan kita. Hal itu bisa diakali dengan menerapkan reward. Kita akan mendapatkan suatu barang/ hal ketika kita mampu meraih “prestasi”. Contoh kecilnya, sepatu baru. Kita bisa membeli sepatu baru misal setelah berhasil menurunkan berat badan 5 kilogram. Reward itu tentu akan memacu kita untuk jadi lebih baik dalam hal apapun.
Cari sumber dana lain
Mempunyai lebih dari satu sumber pemasukan tentu akan sangat membantu dalam membayar hutang masa depan. Sumber itu bisa dimulaii dari menggali potensi diri. Potensi apa yang bisa dikembagkan dan menghasilkan uang.
Disiplin dan Komitmen
Dari semua hal yang saya sebutkan, menurut saya yang paling penting adalah disiplin diri dan komitmen. Atas “aturan” yang telah ditentukan oleh diri sendiri, kita harus disiplin dan mempunyai komitmen untuk selalu menerapkan dan melaksanakannya.
Demikianlah sedikit cerita cara saya mengatur keuangan. Tidak melulu tentang seberapa besar pemasukan/gaji yang kamu dapat, tetapi juga mengenai bagaimana kamu mengelolanya. Yuk bijak atur keuangan agar masa depan segera terlunasi.