Mohon tunggu...
septiya
septiya Mohon Tunggu... Administrasi - jarang nulis lebih sering mengkhayal

Penggemar pisang goreng ^^

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Bijak Atur Keuangan Bantu Lunasi Masa Depan

29 April 2016   14:15 Diperbarui: 29 April 2016   15:20 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mulailah lunasi utangmu/https://blog.duitpintar.com/ini-5-bukti-bahaya-memiliki-utang

Apa yang sudah kamu punya untuk masa depanmu ?

Pertanyaan itu terkadang mampir di pikiran saya. Mempunyai masa depan yang baik adalah impian semua orang, begitu juga dengan saya. Masa depan adalah suatu hal yang tidak bisa ketahui bakal seperti apa. Namun, bukan berarti kita hanya bisa berdiam diri dan menunggu apa yang akan terjadi. Masa depan bisa dipersiapkan sedari dini. Apa yang menjadi ingin dicapai di masa depan tentu setiap orang berbeda-beda. 

Masa depan adalah hutang

Menurut saya , masa depan itu seperti hutang. Hutang yang sangat besar. Kenapa besar? Karena kita tidak tahu pasti seberapa besar hutang kita, butuh berapa lama untuk kita bisa melunasinya. Sejatinya yang namanya hutang, tentu harus dibayar. Ketidak pastian itulah yang membuat kita harus mencicilnya. Jika tidak segera mencicilnya, maka bunga yang harus dibayar semakin besar. Tentunya itu akan memberatkan diri sendiri?  Begitu juga dengan masa depan, jika tidak mulai “dicicil” dari sekarang maka “bunga” nya pun akan semakin besar di kemudian hari.

Sedikit berbagi pengalaman saya, setelah mempunyai penghasilan sendiri sejak akhir 2013, keinginan untuk mempunyai barang ini dan itu semakin beragam. Seperti orang bilang, kebutuhan bertambah seiring pemasukan bertambah. Masa-masa awal, uang yang didapat saya gunakan untuk membeli barang apa saja yang diinginkan. Masih “asal saya suka, saya beli.” Menabung pun jika ada sisa sampai tanggal gajian selanjutnya.

Hal ini berlangsung sampai pertengahan 2014, saat motor yang saya gunakan sehari-hari mulai “sakit-sakitan”. Maklum saja motor sudah berumur dan dipaksa untuk jarak jauh. Rumah saya dan tempat kerja berjarak sekitar 40 km dan harus saya tempuh setiap hari pulang pergi, 5 hari dalam seminggu. Angkutan umum ? Rute rumah sampai tempat kerja yang susah jika harus ditempuh dengan angkutan umum.

Dari motor yang “sakit-sakitan” itu memaksa saya mengeluarkan uang yang cukup besar untuk membawa motor ke bengkel karena harus ganti sparepart ini dan itu. Belum lagi kalau hujan, motor terkadang mogok hingga saya merasa kok untuk biaya perawatan motor seperti tidak ada habisnya dan cukup menguras dompet. Dari situlah saya berpikir apakah saatnya saya mengganti motor dengan motor yang lebih bagus lagi kondisinya?

Saya masih bertahan dengan motor lama karena memang saya belum sanggup menggantinya. Saran dari beberapa teman untuk mengambil secara kredit saja. “Ambil yang jangka satu tahun atau 12x angsuran” begitu kata mereka. Melihat beberapa teman kerja ada yang melakukannya. Akan tetapi saya menolak saran tersebut karena masih takut untuk berhutang dengan selain keluarga. Apalagi jumlahnya puluhan juta.  Belum lagi saya masih baru di dunia kerja. Dalam pikiran saya, bagaimana kalau kontrak kerja tidak diperpanjang lagi ? Dan setelahnya saya tidak segera mendapat pekerjaan? Bagaimana saya mencicilnya? Pikiran- pikiran semacam itu sudah menghantui saya, itulah kenapa saya enggan mengikuti jejak teman saya itu.

 Pilihan untuk mengambil kredit saya tolak, maka  jalan lain  adalah membeli secara cash. Namun, pertanyaanya  adalah dari mana saya mendapatkan uang? Sementara selama ini bisa dikatakan saya tidak menabung.

Dari situ saya mulai mengubah pengelolaan keuangan. Saya mulai rajin mencatat setiap pengeluaran dan membuat anggaran belanja di awal bulan. Bahkan saya membuat daftarnya di komputer. Seiring berjalannya waktu saya mulai menentukan besaran uang yang harus saya tabung setiap bulannya. Saya menyisihkannya di awal. Bukan lagi dari sisa pengeluaran, karena saya sadar uang tidak akan pernah ada sisa.

Saya menganggap dana untuk membeli motor itu adalah jumlah hutang yang harus saya bayar. Hutang kepada diri sendiri.  Karena tidak mungkin untuk membayarnya sekaligus, jadi saya mencicilnya. Setiap bulan, saya menyisihkan dalam jumlah yang sama di tabungan. Perlahan pundi-pundi tabungan saya mulai terisi, walaupun jika dibandingkan harga motor baru masih jauh.  

Selain dari gaji yang disisihkan, tabungan untuk mewujudkan impian itu juga didapat dari bonus. Walaupun tidak rutin tiap bulannya, namun bonus yang didapat lumayan jumlahnya untuk menambah dana yang dibutuhkan. Akhirnya akhir 2015 saya mampu mengganti motor lama dengan yang baru. Walaupun masih harus pinjam dari orang tua untuk “nombok” sekian persennya. Puas rasanya ketika melihat motor itu diturunkan di depan rumah. Seperti sebuah pencapaian setelah “mengangsur” selama hampir 2 tahun terbayar.

Godaan pasti akan datang

Dalam 2 tahun itu jangan dipikir tidak ada “godaan” sama sekali. Banyak godaan yang datang seperti ketika jalan ke suatu tempat lalu lihat barang yang menarik. Hemm pasti setelah melihat barangnya yang selanjutnya cek harganya. “bagus nih, harganya juga masih amanlah buat dompet.” Pasti ada saja seperti itu. Belum lagi kalau kumpul bareng teman, makan di luar, nonton. Hal- hal kecil akan tetapi dijumlahkan nilainya cukup menguras dompet juga.

Pernah beberapa kali terpaksa mengambil uang yang harus di setor sebagai “angsuran” untuk membeli barang yang jika ditengok lagi kepentingannya, masih tergolong barang kurang penting. Karena itu adalah dana hutang, maka saya juga harus mengembalikannya di bulan berikutnya. Begitu juga ketika saya di bulan tertentu tidak bisa menyisihkan untuk “mengangsur” maka di bulan berikutnya saya menerapkan “bunga”. Sehingga, dibulan berikutnya saya harus menyetor angsuran + bunga.

Godaan terbesar adalah ketika ponsel saya rusak, entah kenapa. Hingga akhirnya hanya bisa untuk SMS dan telpon saja. Sempat terpikir, “apa ganti ponsel dulu ya ?” Namun, saya urungkan niat itu dan kembali ke tujuan awal.

Mulailah berinvestasi

Untuk mengantisipasi kebobolan karena kurangnya disiplin diri, saya membagi tabungan menjadi dua. Ada sebagian yang saya simpan dalam bentuk emas. Tidak masalah jika masih dalam jumlah gram yang kecil. Yang terpenting dana itu “aman”.   Dengan begitu saya tidak bisa seenaknya untuk membelanjakan uang. Harga emas yang stabil dan cenderung naik lah yang menjadi alasan saya. Mencoba berinvestasi kecil-kecilan.

Setelah motor terbeli, tabungan terkuras. Artinya saya harus memulai lagi untuk menabung. Atau dengan kata lain, saya kembali mempunyai hutang.  Hutang mengembalikan uang yang saya pakai untuk membeli motor . Selain itu, saya juga memiliki hutang yang sebenarnya, yakni pinjaman dari orang tua saya. Walaupun uang untuk nombok beli motor adalah milik orang tua, akan tetapi istilahnya tetap “pinjam” atau hutang. Jadi tetap saja saya harus mengembalikannya.

Agar mudah untuk membuat anggaran setiap bulannya. Untuk hutang ke orang tua, saya menentukan jangka waktunya. Dalam berapa lama saya harus melunasinya. Hal itu memudahkan saya untuk menyisihkan uang setiap bulannya. Uang “angsuran” untuk tabungan pun tetap harus berjalan.

Ada keinginan untuk mencoba ikut tabungan berjangka, dengan tabungan itu maka otomatis saya bisa memaksa diri untuk menabung, karena nantinya akan secara otomatis di debet dari rekening. Namun saya lebih memilih untuk membuka rekening syariah. Rekening itu saya perlakukan sebagai dana beku. Kartu ATM nya pun saya tinggal di rumah. Alangkah bahaya nya jika kartu itu saya bawa kemana-mana. Kembali lagi ke disiplin diri. Prosesnya masih sama, setelah gajian, saya menyisihkan dana untuk  hutang masa depan. Hanya saja sekarang berbeda rekening.  

Selain itu dalam mencatat pengeluaran saya sering memperhatikan mana-mana saja yang bisa dikurangi jumlahnya, disubstitusi atau bahkan dihilangkan. Dengan begitu ada selisih uang yang bisa jadi tambahan untuk angsuran.

Seiring bertambahnya kebutuhan yang harus dipenuhi, maka sudah seharusnya pengelolaan keuangan dilakukan dengan baik pula.

Cerita di atas hanya secuil cerita saya, setiap orang pasti memiliki keinginan  yang berbeda-beda di masa depan nanti. Mungkin ada yang ingin memiliki rumah, membeli kendaraan pribadi, melanjutkan studi, merencanakan pernikahan atau bagi yang sudah berkeluarga mungkin ingin menyekolahkan anak ke sekolah favorit, dsb. Dari cerita saya tersebut ada beberapa poin penting yang bisa diperhatikan untuk mengelola keuangan :

Menentukan tujuan dan prioritas

Dari sekian banyak tujuan yang ingin dicapai, tentukan prioritasnya. Hal mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Tujuan dengan prioritas yang jelas akan memudahkan untuk pembagian porsi dana yang akan dialokasikan.

Membuat anggaran bulanan

Untuk memudahkan mengontrol keuangan, sebelum masuk bulan baru. Sebaiknya anggaran belanja sudah dibuat. Dahulukan pos yang bersifat harus dan rutin. Seperti : cicilan hutang, bayar listrik, air, uang bensin,  bayar kos/kontrakan. Dari anggaran itu pula kita juga bisa tahu pos mana saja yang membutuhkan dana lebih besar.

Paksa diri untuk berinvestasi

Investasi kini sudah banyak macamnya. Mulai dari deposito, tabungan emas, tabungan berjangka, reksa dana dsb. Pilih yang sesuai dengan kebutuhan kita akanlah lebih bijak.

Apapun bentuk tabungan di bank itu, memiliki keunggulan dari segi keamanan. Dimana uang yang kita simpan dijamin keamanannya oleh Lempaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal itu tentu akan memperkecil resiko yang kita tanggung, jika saja terjadi hal yang tidak diinginkan. Lain halnya jika menabung di rumah, atau di lembaga yang belum dijamin oleh LPS. Ketidakpastian penjaminan keamanan dana kita tentu malah membuat kita was-was.

Mengenali latte factor

Selain anggaran, setiap pengeluaran perlu juga dicatat. Dari situlah nantinya kita bisa mengenali latte factor. Apa itu latte factor ? Istilah latte factor dikenalkan oleh David Bach, seorang penulis asal Amerika, menurutnya latte factor adalah hal kecil yang dibelanjakan dalam jumlah kecil namun lambat laun cukup menguras dompet. Contohnya seperti uang rokok, kopi, makan di luar, nonton film di bioskop, dsb.

Jika memang tidak bisa dihilangkan, maka bisa diakali dengan mengurangi porsinya. Misal kebiasaan nongkrong di café yang awalnya setiap akhir minggu  menjadi dua kali dalam sebulan.

 Reward to my self

Berhemat bukan berarti menekan / menghilangkan semua list keinginan kita. Hal itu bisa diakali dengan menerapkan reward. Kita akan mendapatkan suatu barang/ hal ketika kita mampu meraih “prestasi”. Contoh kecilnya, sepatu baru. Kita bisa membeli sepatu baru misal setelah berhasil menurunkan berat badan 5 kilogram.  Reward itu tentu akan memacu kita untuk jadi lebih baik dalam hal apapun.

Cari sumber dana lain

Mempunyai lebih dari satu sumber pemasukan tentu akan sangat membantu dalam membayar hutang masa depan. Sumber itu bisa dimulaii dari menggali potensi diri. Potensi apa yang bisa dikembagkan dan menghasilkan uang.

Disiplin dan Komitmen

Dari semua hal yang saya sebutkan, menurut saya yang paling penting adalah disiplin diri dan komitmen. Atas “aturan” yang telah ditentukan oleh diri sendiri, kita harus disiplin dan mempunyai komitmen untuk selalu menerapkan dan melaksanakannya.

Demikianlah sedikit cerita cara saya mengatur keuangan. Tidak melulu tentang seberapa besar pemasukan/gaji yang kamu dapat, tetapi juga mengenai bagaimana kamu mengelolanya. Yuk bijak atur keuangan agar masa depan segera terlunasi.

 

Referensi 

berita-admin-lps-blogcomp-5710b017b47e614807d4a3ef-572304ac8efdfd5b07e5596f.png
berita-admin-lps-blogcomp-5710b017b47e614807d4a3ef-572304ac8efdfd5b07e5596f.png
www.kompasiana.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun