“Mungkin saja, berjauhan- berdekatan lagi. Bukankah kemarau dan hujan selalu kembali berulang –ulang ? Siklus alam. Lingkaran yang tak akan ada hentinya sampai ada yang memutuskan siklus itu.”
“Siapa?”
Aku mendongak ke atas. Kau mengangguk, tahu apa maksudku. Lalu aku dan kau terhanyut dalam udara malam. Kau yang duduk di sampingku. Masih berjarak meski tak sejauh dulu, terus memandang kedua bintang itu. Sesekali kepalamu kau miringkan ke kiri lalu ke kanan.
“Terima kasih untuk dua musim yang telah berlalu. Terima kasih kau telah mendatangi ku dan bukan yang lain di kerumunan itu. Terima kasih telah kembali di separuh musim hujan kemarin. Terima kasih.”ucapku dalam hati seraya memandang wajahmu dari samping.
“Kau mau menemaniku melihat bintang itu di musim-musim mendatang ?”
“Tentu saja.”
“Mungkin kita harus cari tempat yang lebih tinggi dari ini”
“Atap rumah ?” tawarku
“Hahahaha….boleh. Asal kau bisa naik.”
“Aku pastikan aku akan sampai lebih dulu.”
Tawamu pecah mendengar ucapanku.