Ritme pun berubah seiring pekerjaan Fahmi yang menggila. Fahmi tidak lagi sesering dulu menelpon Putri. Hal itu tentu membuatnya melewatkan banyak cerita yang tidak bisa didengarnya. Kini hanya lewat chat mereka sering berbagi, Fahmi mencuri-curi waktu di jam kerjanya, sesekali menanyakan apa saja yang terjadi dengan Putri.
Chat dan berbicara langsung, tentu saja berbeda. Fahmi jelas merasakan itu. Namun apa daya, dia tidak bisa memaksa Putri untuk bergadang menunggunya pulang. Tidak sampai hati.
“Mi, hari ini kamu kerja sampai jam berapa? Ada yang mau aku ceritain nih.”
“Sepertinya aku lembur, Put. Aku usahain kelar cepet ya, nanti langsung deh aku telepon kamu.”
“Heemm oke deh.”
Fahmi berkali-kali melihat jam warna hitam yang melingkar di tangan kirinya. Setengah sebelas lebih sepuluh menit.
“Kenapa belum kelar juga sih ini ?” batin Fahmi
Sementara itu, Putri masih menunggu sembari mengotak atik handphone. Matanya semakin ngantuk, suasana semakin sepi.
Handphone Putri bergetar, pukul sebelas lebih satu menit.
Tidak ada jawaban. Fahmi mendial sekali lagi. Nihil – tidak ada jawaban.
“Kamu pasti sudah tidur, cerita apa yang ingin kamu bagi?”