Mohon tunggu...
Septiyana kharisma Putri
Septiyana kharisma Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ke Mana Larinya Harta Bersama Setelah Perceraian? Pembagian Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Nasional dan Hukum Adat

14 Maret 2023   01:49 Diperbarui: 14 Maret 2023   01:52 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebelum UU No. 1 Tahun 1974 ketentuan berkaitan dengan harta pengaturan harta kekayaan dalam hukum perkawinan yang terdapat dalam KUHPerdata dalam Pasal 139 sampai dengan Pasal 154, dimana hukum adat yang berlaku bagi semua golongan masyarakat dan hukum agama. Dalam pasal 119 KUHPerdata harta persatuan pribadi suami istri berlaku persatuan bulat. Hal tersebut merupakan cermin pandangan yang bersifat individual. Persatuan bulat sangat ideal bagi calon suami istri yang berjanji sehidup semati hendak melangsungkan perkawinan secara perdata. Tetapi jika dilihat lebih mendalam Persatuan bola tersebut tentu tidak sesuai dengan asas harta kekayaan pribadi suami istri menurut sistem budaya dan karakter Bangsa Indonesia, sebagian pandangan hidup orang timur yang bersifat kekeluargaan.

Hukum harta bersama sering mendapat perhatian dari para ahli hukum terutama para praktisi padahal harta bersama merupakan suatu masalah yang sangat berpengaruh di dalam kehidupan suami istri jika terjadi perceraian. Masalah harta bersama muncul jika terjadi perceraian sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah hukum. Pada kondisi seperti ini adanya perjanjian perkawinan dapat menjadi jalan keluar untuk mengatasi perbedaan dan penyelesaian harta bersama yang didapat selama berumah tangga. 

Tidak dibuatnya perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan dapat memulai sengketa harta bersama antara suami dan istri, maka terjadi pembauran semua suami dan istri, lalu semua harta tersebut dianggap sebagai harta bersama. Hal ini tentu menimbulkan masalah apabila porsi pendapatan masing-masing tidak seimbang. 

Akibat hukum dari perceraian ini tentunya menyangkut pula terhadap anak dan harta kekayaan selama dalam perkawinan. Apabila terjadi putus perkawinan baik disebabkan karena kematian maupun perceraian dalam masyarakat hukum adat tentunya dilihat dari suami istri dan keluarga yang bersangkutan, Apakah mereka dalam garis keturunan patrileneal, matrilineal atau parental, Bagaimana konsep perkawinan yang mereka lakukan dan keadaan lingkungan yang mempengaruhi.

Hukum harta Perkawinan adalah peraturan hukum yang mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan suami istri yang telah melangsungkan perkawinan. Harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan berlangsung itu merupakan harta bersama menjadi milik suami istri, sedangkan harta bersama dari suami atau istri masing-masing baik sebagai hadiah maupun warisan benda di bawah pengurusan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan hal lain. Dalam UU Perkawinan setidaknya dikenal 3 jenis harta yaitu:

a.Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan. Harta ini merupakan benda yang dikuasai bersama selama perkawinan.

b.Harta bawaan adalah harta yang dibawa masing-masing pihak sebelum proses perkawinan dilakukan. Harta ini dikuasai oleh masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

c.Harta perolehan adalah harta yang diperoleh dari Hadiah atau warisan. Harta ini dikuasai oleh masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Dalam pasal 35 sampai dengan pasal 37 Bab Vll UU Perkawinan dikenal istilah harta yang terdapat dalam suatu keluarga yaitu harta bersama, harta bawaan, dan harta benda yang diperoleh masing-masing dari hadiah atau warisan, mengenai arti dan sumber dari harta itu sendiri tidak dijelaskan. Pasal-Pasal itu hanya menitikberatkan pada status daripada harta itu apabila perkawinan terputus.

Dilihat dari sudut pandang Hukum Adat, menurut hukum adat perceraian adalah peristiwa luar biasa yang merupakan masalah sosial dan yuridis yang sangat penting di dalam beberapa daerah di Indonesia. Pada umumnya aturan mengenai perkawinan dan perceraian di dalam hukum adat dipengaruhi oleh agama yang dianut oleh masyarakat adat yang bersangkutan, di mana anggota masyarakat adat tersebut berada di bawah hukum adat yang berlaku.

Jika terjadi perselisihan antara suami istri yang mengakibatkan perceraian, pada umumnya di lingkungan masyarakat adat, terutama yang memiliki ikatan kekerabatan, tidak langsung diajukan ke pengadilan melainkan diselesaikan terlebih dahulu atau melaksanakan musyawarah kerabat yang bersifat peradilan adat dalam arti menyelesaikan secara damai atau diselesaikan secara kekeluargaan antara kedua pihak yang berselisih, dari masing-masing pihak suami istri dapat menunjuk seseorang untuk mempengaruhi kedua pihak menjadi juru damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun