Mas... aku ke sawah dulu
Mau berjumpa padi, mau belajar
Tetap patuh walau raga penuh isi
Tetap tak terganti walau banyak pengganti nasi... Mas
Mas... aku pamit dulu ke laut
Mau berjumpa karang, ingin bertanya
Bagaimana bisa seteguh itu walau dihantam ombak
Bagaimana tak menjadi rapuh walau dicengkram lumut dan usia... Mas
Mas... kau jangan marah nanti
Jika aku ingin menjadi angin
Bisa melayang ke barat dan utara
Menyentuh apa saja tanpa terlihat, tapi terasa
Tentu dirimu tak mencintaiku lagi, kan Mas?
Tak ada kemolekan lagi yang bisa kau saksikan
Mas... malam mulai datang
Maukah kau tutup jendela untukku?
Biar telanjang batin ini dihadapanmu
Hingga tak ada celah malam untuk mengambilmu dariku
Dengan tubuh dan hati ini, tak akan kubiarkan kau pergi
Sebelum kau cicipi dan dialog pagi dengan secangkir kopi... Mas
Mas... ingatkah kau bulan yang kau bilang itu?
Kini sudah tak ada lagi, pun juga pundakmu
Mereka telah ditelan matahari dan sibuknya lalu lintas pagi
Sudah tak ada waktu lagi, katamu
Bahkan untuk mengelus rambut hitamku ini
Bergegas menguap dalam berkas-berkas tua diatas meja
Muasal rinduku yang tak lagi berupa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H